Kemenlu: Resolusi Sawit Parlemen Uni Eropa Diskriminatif

Selasa, 09 Mei 2017 - 13:13 WIB
Kemenlu: Resolusi Sawit Parlemen Uni Eropa Diskriminatif
Kemenlu: Resolusi Sawit Parlemen Uni Eropa Diskriminatif
A A A
JAKARTA - Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu) menganggap resolusi yang dikeluarkan Parlemen Uni Eropa terkait produk sawit bersifat diskriminatif. Tindakan ini dinilai bertentangan dengan posisi Uni Eropa yang menganut prinsip perdagangan yang adil (fair trade).

(Baca Juga: Pemerintah Sebut Eropa Iri dan Dengki terhadap Sawit RI)

Dalam resolusinya, Parlemen Uni Eropa menganggap bahwa sawit sangat erat kaitannya dengan isu pelanggaran HAM, korupsi, pekerja anak, deforestasi, dan penghilangan hak masyarakat adat. Resolusi tersebut disahkan dalam pemungutan suara pada sesi pleno di Strasbourg pada 4 April 2017.

"Resolusi parlemen Uni Eropa kita anggap bersifat diskriminatif terhadap minyak sawit. Ini berlawanan dengan posisi Uni Eropa sebagai champion of open, rules based free, dan fair trade," kata Staf Ahli Diplomasi Ekonomi Kemenlu Ridwan Hassan di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa (9/5/2017).

Selain itu, dia juga menganggap bahwa resolusi tersebut tidak menggunakan data dan informasi akurat serta akuntabel terkait perkembangan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan manajemen kehutanan di negara produsen seperti Indonesia.

(Baca Juga: Pemerintah Segera Bentuk Tim Lawan Resolusi Eropa Soal Sawit)

"Mereka tidak memperhitungkan berbagai kebijakan yang telah diambil pemerintah Indonesia seperti pembentukan restorasi gambut, moratorium lahan sawit, dan sebagainya," imbuh dia.

Menurutnya, skema sertifikasi tunggal yang diusulkan dalam Resolusi Parlemen Uni Eropa juga berpotensi meningkatkan hambatan perdagangan (unnecessary barriers of trade) serta kontraproduktif terhadap upaya peningkatan kualitas keberlanjutan (sustainability) minyak sawit.

Terlebih, Indonesia telah memiliki Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang menjadi sertifikat mandatoris dengan fokus pada perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

"Indonesia memiliki ISPO yang bersifat wajib dengan fokus pada perlindungan dan pengelolaan sawit. Memang catatannya, ISPO baru menyumbang 10% terhadap produk sawit yang disertifikasi. Ini tantangan kita supaya meningkatkan produk sawit yang tersertifikasi," terangnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4591 seconds (0.1#10.140)