Bos Wijaya Karya Ungkap Keuangan Berdarah-darah Selama 4 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Struktur keuangan PT Wijaya Karya Tbk atau WIKA ‘berdarah-darah’ sejak 2020 hingga semester I-2023. Hal ini disampaikan langsung Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, kepada Komisi VI DPR RI saat rapat dengar pendapat (RDP).
Dia mencatat perlunya penyehatan keuangan emiten konstruksi pelat merah itu. Pasalnya kinerja keuangan WIKA terus memburuk selama empat tahun berturut-turut atau periode 2020-2023. Indikator dari permasalahan keuangan itu dilihat dari tren Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA).
Agung memaparkan sejak pada 2020 EBITDA perusahaan turun menjadi Rp 2,4 triliun dan Rp 2,094 triliun pada 2021. Performa keuangan tetap memburuk di tahun berikutnya dengan membukukan EBITDA sebesar Rp 2,4 triliun.
Bahkan, mencerminkan atas arus kas dari aktivitas perusahaan ini berada di posisi Rp 558 miliar pada semester I/2023. Akibatnya, cash ratio WIKA cukup buruk atau berada di posisi 5,32 persen.
"Pada 2020-2021 EBITDA kami turun menjadi Rp 2,4 triliun pada 2020, dan Rp 2,094 triliun pada 2021, dan turun tajam pada 2022 pasca pandemi menjadi Rp 2,4 triliun, dan sekarang di semester I-2023 Rp 558 miliar," ujar Agung di Gedung DPR, Selasa (19/9/2023).
Sebelum pandemi atau periode 2018-2019 pencatatan EBITDA BUMN Karya ini cukup positif. Di mana, EBITDA pada 2018 mencapai Rp 4,3 triliun, lalu naik menjadi Rp 4,8 triliun pada 2019.
"Pada saat prapandemi Covid-19 kami masih sangat baik, di mana dengan EBITDA 2018 ke 2019 dari Rp 4,3 triliun kemudian Rp4,8 triliun, sehingga memang cash ratio kami juga di 49,48 persen dan 34 persen," ucapnya.
Untuk menyehatkan keuangan perusahaan pada semester II/2023 hingga tahun-tahun mendatang, WIKA mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2024 sebesar Rp 6 triliun, yang saat ini telah disetujui Komisi VI DPR RI. Anggaran segar ini akan digunakan untuk penguatan permodalan hingga menunjang kebutuhan modal kerja pelaksanaan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan perseroan.
Lihat Juga: Temui Bos Perusahaan Raksasa di AS, Presiden Prabowo: Mereka Percaya dengan Ekonomi Indonesia
Dia mencatat perlunya penyehatan keuangan emiten konstruksi pelat merah itu. Pasalnya kinerja keuangan WIKA terus memburuk selama empat tahun berturut-turut atau periode 2020-2023. Indikator dari permasalahan keuangan itu dilihat dari tren Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA).
Agung memaparkan sejak pada 2020 EBITDA perusahaan turun menjadi Rp 2,4 triliun dan Rp 2,094 triliun pada 2021. Performa keuangan tetap memburuk di tahun berikutnya dengan membukukan EBITDA sebesar Rp 2,4 triliun.
Bahkan, mencerminkan atas arus kas dari aktivitas perusahaan ini berada di posisi Rp 558 miliar pada semester I/2023. Akibatnya, cash ratio WIKA cukup buruk atau berada di posisi 5,32 persen.
"Pada 2020-2021 EBITDA kami turun menjadi Rp 2,4 triliun pada 2020, dan Rp 2,094 triliun pada 2021, dan turun tajam pada 2022 pasca pandemi menjadi Rp 2,4 triliun, dan sekarang di semester I-2023 Rp 558 miliar," ujar Agung di Gedung DPR, Selasa (19/9/2023).
Sebelum pandemi atau periode 2018-2019 pencatatan EBITDA BUMN Karya ini cukup positif. Di mana, EBITDA pada 2018 mencapai Rp 4,3 triliun, lalu naik menjadi Rp 4,8 triliun pada 2019.
"Pada saat prapandemi Covid-19 kami masih sangat baik, di mana dengan EBITDA 2018 ke 2019 dari Rp 4,3 triliun kemudian Rp4,8 triliun, sehingga memang cash ratio kami juga di 49,48 persen dan 34 persen," ucapnya.
Untuk menyehatkan keuangan perusahaan pada semester II/2023 hingga tahun-tahun mendatang, WIKA mengajukan Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2024 sebesar Rp 6 triliun, yang saat ini telah disetujui Komisi VI DPR RI. Anggaran segar ini akan digunakan untuk penguatan permodalan hingga menunjang kebutuhan modal kerja pelaksanaan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan perseroan.
Lihat Juga: Temui Bos Perusahaan Raksasa di AS, Presiden Prabowo: Mereka Percaya dengan Ekonomi Indonesia
(nng)