TikTok Shop Dilarang di Indonesia Gerus Sepertiga Pendapatan di ASEAN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aplikasi media sosial TikTok ramai diperbincangkan pelaku bisnis belakangan ini setelah adanya kebijakan larangan layanan belanja TikTok Shop oleh pemerintah Indonesia. Pemblokiran ini dinilai memberi dampak cukup signifikan terhadap pendapatan perusahaan milik ByteDance di regional.
Menurut unreported data, dikutip dari The Information, Sabtu (30/9), TikTok Shop belakangan ini mampu mencatatkan transaksi senilai lebih dari USD6 miliar di Indonesia sepanjang tahun berjalan 2023. Angka tersebut dikatakan melebihi sepertiga dari total transaksi TikTok Shop di Asia Tenggara. Sehingga pelarangan ini berpotensi memangkas sepertiga revenue TikTok.
Kebijakan Indonesia ini juga dimungkinkan bakal meningkatkan tekanan serta sentimen terhadap ekspansi TikTok Shop di Amerika Serikat. Kendati pertumbuhan aplikasi China itu cukup masif di negeri Paman Sam, tetapi margin pendapatannya masih tertinggal dari pencapaian mereka di ASEAN.
Berdasarkan data TikTok Report, diolah dari Bussiness of Apps, Sabtu (30/9), TikTok membukukan pendapatan mencapai USD9,4 miliar atau setara Rp146,14 triliun pada tahun 2022. Realisasi itu meningkat 100 persen year-on-year (YoY) dibandingkan 2021.
Periode pandemi Covid-19 menjadi momentum pertumbuhan pendapatan TikTok. Pada akhir 2020, TikTok mampu meraup USD2,64 miliar, dan USD4,69 miliar pada 2021.
Indonesia, sebagai negara berpenduduk terbesar keempat dunia, telah menjadi salah satu pangsa pasar TikTok paling menjanjikan. Menurut catata Financial Times, lebih dari sepertiga dari total 325 juta pengguna di ASEAN adalah Indonesia.
Co-Founder Cube Asia, Simon Torring mengatakan langkah Indonesia dapat menginspirasi pemerintahan lain di Asia Tenggara untuk melakukan tindakan serupa.
"Tapi aplikasi konten TikTok mungkin masih akant etap kuat, dan perusahaan dapat memonetisasinya melalui iklan, dibandingkan e-commerce," kata Simon dilansir oleh Financial Times.
Kendati TikTok Shop cukup lamban dalam menarik konsumen di negara-negara barat, namun ASEAN dipandang masih menjadi daya tarik besar bagi TikTok atau mungkin aplikasi serupa.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah sejatinya ingin agar TikTok memisahkan layanan media sosial dengan e-commerce.
"Kita tidak pernah melarang. Yang kita ingin adalah dipisahkan saja sosial media dengan perdagangan. Jangan dicampuradukkan," kata Luhut dalam sebuah acara di Jakarta Selatan, Kamis (28/9/2023).
Menurut unreported data, dikutip dari The Information, Sabtu (30/9), TikTok Shop belakangan ini mampu mencatatkan transaksi senilai lebih dari USD6 miliar di Indonesia sepanjang tahun berjalan 2023. Angka tersebut dikatakan melebihi sepertiga dari total transaksi TikTok Shop di Asia Tenggara. Sehingga pelarangan ini berpotensi memangkas sepertiga revenue TikTok.
Kebijakan Indonesia ini juga dimungkinkan bakal meningkatkan tekanan serta sentimen terhadap ekspansi TikTok Shop di Amerika Serikat. Kendati pertumbuhan aplikasi China itu cukup masif di negeri Paman Sam, tetapi margin pendapatannya masih tertinggal dari pencapaian mereka di ASEAN.
Berdasarkan data TikTok Report, diolah dari Bussiness of Apps, Sabtu (30/9), TikTok membukukan pendapatan mencapai USD9,4 miliar atau setara Rp146,14 triliun pada tahun 2022. Realisasi itu meningkat 100 persen year-on-year (YoY) dibandingkan 2021.
Periode pandemi Covid-19 menjadi momentum pertumbuhan pendapatan TikTok. Pada akhir 2020, TikTok mampu meraup USD2,64 miliar, dan USD4,69 miliar pada 2021.
Indonesia, sebagai negara berpenduduk terbesar keempat dunia, telah menjadi salah satu pangsa pasar TikTok paling menjanjikan. Menurut catata Financial Times, lebih dari sepertiga dari total 325 juta pengguna di ASEAN adalah Indonesia.
Co-Founder Cube Asia, Simon Torring mengatakan langkah Indonesia dapat menginspirasi pemerintahan lain di Asia Tenggara untuk melakukan tindakan serupa.
"Tapi aplikasi konten TikTok mungkin masih akant etap kuat, dan perusahaan dapat memonetisasinya melalui iklan, dibandingkan e-commerce," kata Simon dilansir oleh Financial Times.
Kendati TikTok Shop cukup lamban dalam menarik konsumen di negara-negara barat, namun ASEAN dipandang masih menjadi daya tarik besar bagi TikTok atau mungkin aplikasi serupa.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah sejatinya ingin agar TikTok memisahkan layanan media sosial dengan e-commerce.
"Kita tidak pernah melarang. Yang kita ingin adalah dipisahkan saja sosial media dengan perdagangan. Jangan dicampuradukkan," kata Luhut dalam sebuah acara di Jakarta Selatan, Kamis (28/9/2023).
(nng)