BEI Perkirakan Nilai Transaksi SPPA Capai Rp125 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia ( BEI ) memperkirakan transaksi melalui Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) mencapai Rp125 triliun. Proyeksi tersebut akan tercatatkan hingga akhir 2023.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menyebut, hingga akhir September 2023 nilai transaksi melalui SPPA berada di posisi Rp74,1 triliun (year to date) dengan frekuensi transaksi melebihi 7.300 kali. Nilai transaksi itu ditargetkan meningkat hingga akhir tahun ini.
Saat ini ada 32 pengguna jasa SPPA hingga September 2023. Jeffrey menyebut, ke-32 pengguna jasa berasal dari 19 bank, 12 sekuritas, serta satu money broker. Menurutnya, data tersebut membuktikan permintaan yang semakin tinggi pada perdagangan di pasar modal melalui SPPA.
"Kami berkomitmen untuk membekali para pelaku pasar dengan terus mengembangkan platform SPPA agar mempermudah perdagangan EBUS di pasar sekunder, meningkatkan efisiensi dan efektifitas perdagangan EBUS, dan menjadikan SPPA sebagai sistem utama dalam perdagangan surat utang di Indonesia,” ujar Jeffrey, Selasa (10/10/2023).
BEI berkomitmen mengembangkan SPPA melalui peningkatan user experience dan automation. Hal ini dilakukan pada kuartal IV-2023. Sementara, pengembangan repo efek bersifat utang atau sukuk (EBUS) akan dilaksanakan pada tahun depan.
Jeffrey memastikan BEI terus berinovasi untuk menyediakan layanan perdagangan pasar modal yang efektif dan efisien. Salah satunya adalah mengembangkan SPPA, sebuah platform elektronik untuk memfasilitasi perdagangan efek bersifat utang atau sukuk di pasar sekunder.
BEI sebagai Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA) telah meluncurkan SPPA pertama kali pada 9 November 2020 sebagai respons terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.04/2019 tentang PPA.
Dia mencatat, pada prinsipnya SPPA dapat memperdagangkan efek bersifat utang dan sukuk yang telah melalui penawaran umum, surat berharga negara atau EBUS lain yang ditetapkan oleh OJK.
Mekanisme perdagangan EBUS melalui SPPA dapat dilakukan dengan mekanisme Kuotasi/Central Limit Order Book (CLOB), Request For Quotation (RFQ) dan Negosiasi antar pihak/Request For Order (RFO).
Sehingga, SPPA tidak hanya mengakomodasi mekanisme perdagangan EBUS saat ini, tetapi juga dilengkapi dengan mekanisme perdagangan lainnya sesuai dengan best practice untuk mendapatkan harga yang terbaik.
“Sejak diimplementasikan sampai dengan sekarang, SPPA terus mengembangkan perannya dalam ekosistem perdagangan Surat Utang di Indonesia," tuturnya.
Pada 1 Januari 2022, SPPA dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan untuk menjadi platform kuotasi oleh Dealer Utama atas Perdagangan SUN Seri Benchmark. Bahkan, pada 1 April 2022 juga dipercaya untuk menjadi platform kuotasi untuk perdagangan SBSN Seri Benchmark.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menyebut, hingga akhir September 2023 nilai transaksi melalui SPPA berada di posisi Rp74,1 triliun (year to date) dengan frekuensi transaksi melebihi 7.300 kali. Nilai transaksi itu ditargetkan meningkat hingga akhir tahun ini.
Saat ini ada 32 pengguna jasa SPPA hingga September 2023. Jeffrey menyebut, ke-32 pengguna jasa berasal dari 19 bank, 12 sekuritas, serta satu money broker. Menurutnya, data tersebut membuktikan permintaan yang semakin tinggi pada perdagangan di pasar modal melalui SPPA.
"Kami berkomitmen untuk membekali para pelaku pasar dengan terus mengembangkan platform SPPA agar mempermudah perdagangan EBUS di pasar sekunder, meningkatkan efisiensi dan efektifitas perdagangan EBUS, dan menjadikan SPPA sebagai sistem utama dalam perdagangan surat utang di Indonesia,” ujar Jeffrey, Selasa (10/10/2023).
BEI berkomitmen mengembangkan SPPA melalui peningkatan user experience dan automation. Hal ini dilakukan pada kuartal IV-2023. Sementara, pengembangan repo efek bersifat utang atau sukuk (EBUS) akan dilaksanakan pada tahun depan.
Jeffrey memastikan BEI terus berinovasi untuk menyediakan layanan perdagangan pasar modal yang efektif dan efisien. Salah satunya adalah mengembangkan SPPA, sebuah platform elektronik untuk memfasilitasi perdagangan efek bersifat utang atau sukuk di pasar sekunder.
BEI sebagai Penyelenggara Pasar Alternatif (PPA) telah meluncurkan SPPA pertama kali pada 9 November 2020 sebagai respons terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.04/2019 tentang PPA.
Dia mencatat, pada prinsipnya SPPA dapat memperdagangkan efek bersifat utang dan sukuk yang telah melalui penawaran umum, surat berharga negara atau EBUS lain yang ditetapkan oleh OJK.
Mekanisme perdagangan EBUS melalui SPPA dapat dilakukan dengan mekanisme Kuotasi/Central Limit Order Book (CLOB), Request For Quotation (RFQ) dan Negosiasi antar pihak/Request For Order (RFO).
Sehingga, SPPA tidak hanya mengakomodasi mekanisme perdagangan EBUS saat ini, tetapi juga dilengkapi dengan mekanisme perdagangan lainnya sesuai dengan best practice untuk mendapatkan harga yang terbaik.
“Sejak diimplementasikan sampai dengan sekarang, SPPA terus mengembangkan perannya dalam ekosistem perdagangan Surat Utang di Indonesia," tuturnya.
Baca Juga
Pada 1 Januari 2022, SPPA dipercaya oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan untuk menjadi platform kuotasi oleh Dealer Utama atas Perdagangan SUN Seri Benchmark. Bahkan, pada 1 April 2022 juga dipercaya untuk menjadi platform kuotasi untuk perdagangan SBSN Seri Benchmark.
(uka)