Sri Mulyani Jelaskan Mengapa Indonesia Harus Utang Ribuan Triliun

Kamis, 27 Juli 2017 - 18:49 WIB
Sri Mulyani Jelaskan...
Sri Mulyani Jelaskan Mengapa Indonesia Harus Utang Ribuan Triliun
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan alasan mengapa pemerintah Indonesia memiliki utang hingga ribuan triliun. Total utang pemerintah pusat hingga Juni 2017 tercatat Rp3.706,52 triliun. Jumlah itu naik Rp34,19 triliun dari posisi akhir bulan Mei 2017 sebesar Rp3.672,33 triliun.

Dia mengungkapkan, Indonesia merupakan suatu negara dengan penduduk 257 juta jiwa yang mayoritas usia muda. Akibatnya, investasi di sektor sumber daya manusia (SDM) merupakan suatu keharusan dan bukan suatu yang bisa ditunda.

Apalagi, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia masih kalah dibanding negara lain. Saat ini, IPM Indonesia di bawah 70, sementara negara lain sudah di atas 73. Tak hanya itu, 10,7% masyarakat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan membutuhkan intervensi pemerintah untuk memutus siklus kemiskinan tersebut.

"Kita enggak bisa nunggu orang nunggu tua dulu, baru punya duit terus disekolahkan tapi orangnya sudah usia 25 tahun baru belajar baca atau melakukan proses belajar mengajar. Jadi dari mulai bayi di perut, investasi harus sudah dilakukan," katanya dalam cara Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Jakarta, Kamis (27/7/2017).

Selain itu, Indonesia saat ini masih tertinggal di bidang infrastruktur. Bahkan, jika dibanding negara-negara yang infratrukturnya minim, Indonesia masih berada di bawahnya. Infrastruktur Indonesia dibanding negara-negara anggota G20 pun masih di level bawah.

Menurutnya, infrastruktur Indonesia yang minim bermula dari krisis moneter 1997-1998. Kala itu, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) termakan untuk menyelamatkan sektor keuangan, sehingga infrastruktur tidak pernah menjadi prioritas.

Akibatnya, saat ini stok infrastruktur terhadap Growth Domestic Product (GDP) Indonesia hanya 30%. "Itu menggambarkan GDP kita tumbuh terus, tapi we never build infrastructure. Oleh karena, urgensi infrastruktur sangat nyata jadi infrastruktur bukan karena hobi dan kemewahan, tapi karena keharusan," imbuh dia.

Selanjutnya, sambung mantan Menko bidang Perekonomian ini, pasar keuangan di Indonesia masih sangat terbatas. Bahkan dia menilai, perkembangan pasar keuangan di Tanah Air masih sangat cetek.

Hal ini terlihat dari kapitalisasi market terhadap GDP, rasio utang pemerintah (government bond), rasio utang swasta (corporate bond), dan interbank landing to GDP masih di bawah rata-rata.

"Maknanya, sektor keuangan di Indonesia belum cukup dalam dan berkembang. Sehingga perlu untuk memperdalam," tuturnya.

Untuk menjawab tantangan tersebut, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, maka pemerintah harus mencari sumber pembiayaan dimana salah satunya adalah utang.

"Jadi bukan kita melakukan utang karena senang, tapi tactical investment untuk apa yang dibutuhkan republik. Investasi manusia, investasi infrastruktur untuk mobilitas masyarakat, efisiensi dan menghilangkan biaya ekonomi yang besar, dan memperdalam sektor keuangan," tandas Sri Mulyani.

Sebagaimana dijelaskan di atas, total utang pemerintah pusat hingga Juni 2017 tercatat Rp3.706,52 triliun. Jumlah itu naik Rp34,19 triliun dari posisi akhir bulan Mei 2017 yang sebesar Rp3.672,33 triliun.

Adapun posisi utang pemerintah pusat hingga akhir semester pertama 2017 tersebut, terdiri dari utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp2.979,5 triliun atau 80,4% dari total utang dan pinjaman sebesar Rp727,02 triliun atau 19,6% dari total utang.

Sementara itu, penambahan utang (neto) selama bulan Juni 2017 sebesar Rp34,19 triliun tadi, berasal dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp35,77 triliun dan pelunasan pinjaman (neto) sebesar Rp1,59 triliun.

Sedangkan pembayaran kewajiban utang di bulan Juni 2017 mencapai sebesar Rp26,89 triliun. Jumlah itu terdiri dari pembayaran pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp18,91 triliun dan pembayaran bunga utang sebesar Rp7,98 triliun.

Selanjutnya, jumlah utang pemerintah pusat yang jatuh tempo paling besar berada di tahun 2019 mendatang, yaitu sebesar Rp326 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari utang dalam bentuk SBN Rp247 triliun dan utang dalam bentuk pinjaman sebesar Rp79 triliun.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1188 seconds (0.1#10.140)