Kereta Cepat Shinkansen dan KCJB Sama-sama Dibangun dengan Utang, Ini Bedanya

Selasa, 17 Oktober 2023 - 12:24 WIB
loading...
A A A
"Tentu saja, secara teknik kami tahu segalanya dan kami tidak harus belajar dari insinyur Bank Dunia. Tapi mereka
mengajari kami cara berpikir tentang proyek, soal analisis proyek yang rasional, mereka mengajari kami analisis biaya-manfaat, mereka mengajari kami cara berpikir tentang penetapan harga tiket kereta api dalam konteks Proyek Shinkansen, dan mereka mengajari kami cara berpikir, yang terpenting, tentang proyek jalur kereta api, tidak hanya dalam konteks sistem kereta api negara kita, tetapi dalam konteks seluruh sistem transportasi Jepang," ungkapnya.

Pinjaman Bank Dunia ke Jepang berakhir pada tahun 1966. Ada total 31 pinjaman dari tahun 1953 hingga 1966, dengan nilainya mencapai sebesar USD862 juta.

Kereta Cepat Whoosh

Berbeda dengan Jepang, Indonesia memilih bersama China membangun kereta cepat Jakarta-Bandung yang diberi nama Whoosh. China menawarkan nilai investasi lebih murah dari Jepang sebesar USD5,5 miliar atau setara Rp81 triliun.

Skema investasinya 40% kepemilikan China dan 60% konsorsium BUMN, sedangkan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2% per tahun.

Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25% akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2% per tahun. China juga menjamin pembangunan proyek ini tidak akan menguras dana APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) Indonesia.

Namun kenyataannya proyek kereta Jakarta-Bandung yang digarap konsorsium perusahaan Indonesia-China mengalami pembengkakan biaya. Proyek yang awalnya ditargetkan rampung pada 2019, namun baru akan diresmikan 2 Oktober 2023.

Biaya pembangunan mega proyek kereta cepat di Indonesia itu mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun menjadi USD8 miliar atau setara Rp114,2 triliun. Angka tersebut membengkak USD1,9 miliar dari rencana awal sebesar USD6 miliar.

Sejumlah faktor penyebab pembengkakan biaya antara lain perobohan dan pembangunan ulang tiang pancang karena kesalahan kontraktor, pemindahan utilitas, penggunaan frekuensi GSM, pembebasan lahan, pencurian besi, hingga hambatan geologi dalam pembangunan terowongan serta ditambah adanya Pandemi Covid-19.

Agar proyek tidak sampai mangkrak, pemerintah Indonesia menambal sebagian kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang terlibat di proyek tersebut.

Untuk diketahui, komposisi pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah 75% berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China.

Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60% dan 40% berasal dari konsorsium China. Total pinjaman Indonesia ke China Development Bank (CDB) mencapai Rp8,3 triliun.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2605 seconds (0.1#10.140)