Siap-siap! Rupiah Bisa Tembus Lebih dari Rp16.000 per Dolar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pengamat menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih akan terus berlanjut. Bahkan, ada yang memprediksi rupiah menembus Rp16.100 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah sangat mungkin menembus angka Rp16.000 sampai dengan angka Rp16.100," ungkap BEkonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada MPI.
Bhima menuturkan, meskipun Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga 25 basis poin, tapi belum mampu menutup celah antara imbal hasil surat utang AS dengan imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia atau SBN.
"Sehingga gap itu karena masih sempit membuat investor asing mencari instrumen lainnya terutama yang berbasis dolar," ujarnya.
Kemudian Bhima menambahkan, tekanan juga berasal dari defisit migas karena harga minyak naik yang kemudian memaksa Indonesia untuk mengimpor minyak dengan biaya impor yang lebih mahal. Ditambah kebutuhan impor pangan terutama beras sedang tinggi dan membuat biaya impor yang mahal akhirnya membutuhkan valas yang besar.
"Dan ini adalah konsekuensi yang cukup buruk karena rupiahnya bisa melemah dari sisi besarnya kebutuhan impor pangan," ucap Bhima.
Di sisi lain, Bhima menyebut ekonomi China sedang mengalami tekanan, bahkan pertumbuhan ekonomi China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia di 2024 pertumbuhannya hanya kisaran 4,6%, atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Situasi itu membuat kinerja ekspor akan tertekan dan devisa dari ekspor semakin lama akan semakin terbatas.
"Cadangan devisa mulai menurun, sehingga mau nggak mau kalau Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga secara signifikan misalnya 50 basis poin, maka rupiahnya akan terus mengalami pelemahan yang cukup dalam sampai akhir tahun," tuturnya.
Apalagi kata Bhima kalau melihat kebutuhan impor barang-barang. Selain itu valas juga digunakan untuk pembayaran kewajiban pokok dan bunga utang pemerintah dan swasta di akhir tahun ini sehingga akan membuat rupiah semakin tertekan.
"Jadi Rupiah masih akan tertekan gejolak eksternal maupun domestik," pungkas Bhima.
"Nilai tukar rupiah sangat mungkin menembus angka Rp16.000 sampai dengan angka Rp16.100," ungkap BEkonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada MPI.
Bhima menuturkan, meskipun Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga 25 basis poin, tapi belum mampu menutup celah antara imbal hasil surat utang AS dengan imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia atau SBN.
"Sehingga gap itu karena masih sempit membuat investor asing mencari instrumen lainnya terutama yang berbasis dolar," ujarnya.
Kemudian Bhima menambahkan, tekanan juga berasal dari defisit migas karena harga minyak naik yang kemudian memaksa Indonesia untuk mengimpor minyak dengan biaya impor yang lebih mahal. Ditambah kebutuhan impor pangan terutama beras sedang tinggi dan membuat biaya impor yang mahal akhirnya membutuhkan valas yang besar.
"Dan ini adalah konsekuensi yang cukup buruk karena rupiahnya bisa melemah dari sisi besarnya kebutuhan impor pangan," ucap Bhima.
Di sisi lain, Bhima menyebut ekonomi China sedang mengalami tekanan, bahkan pertumbuhan ekonomi China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia di 2024 pertumbuhannya hanya kisaran 4,6%, atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Situasi itu membuat kinerja ekspor akan tertekan dan devisa dari ekspor semakin lama akan semakin terbatas.
"Cadangan devisa mulai menurun, sehingga mau nggak mau kalau Bank Indonesia tidak menaikkan suku bunga secara signifikan misalnya 50 basis poin, maka rupiahnya akan terus mengalami pelemahan yang cukup dalam sampai akhir tahun," tuturnya.
Apalagi kata Bhima kalau melihat kebutuhan impor barang-barang. Selain itu valas juga digunakan untuk pembayaran kewajiban pokok dan bunga utang pemerintah dan swasta di akhir tahun ini sehingga akan membuat rupiah semakin tertekan.
"Jadi Rupiah masih akan tertekan gejolak eksternal maupun domestik," pungkas Bhima.
(uka)