Melewati AS, Bos Rosneft Pede Perdagangan Rusia dan China Tembus Rp3.176 Triliun
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia berada di jalur untuk menjadi mitra dagang luar negeri terbesar China , setelah Amerika Serikat (AS). Hal itu diungkapkan oleh CEO Rosneft , Igor Sechin saat forum bisnis energi Rusia-Cina di Beijing minggu ini.
China telah menjadi mitra dagang terbesar Rusia selama lebih dari satu dekade, sementara tahun ini Moskow menempati urutan keempat dalam daftar Beijing. Akan tetapi lonjakan perdagangan bilateral tahun ini menandakan perubahan peringkat.
"Jika dinamika perdagangan bilateral seperti itu berlanjut, Rusia dapat menjadi mitra dagang terbesar kedua China setelah AS di tahun-tahun mendatang," ucap Sechin.
Ia juga mencatat bahwa ini akan menempatkan Rusia di depan Jepang dan Korea Selatan. Diungkapkan juga olehnya kedua negara telah melihat penurunan tajam dalam perdagangan bilateral dengan Beijing.
Sechin mengamati bahwa nilai perdagangan antara Rusia dan China telah melonjak hampir 30% dalam sembilan bulan pertama tahun 2023, menjadi sekitar USD176 miliar atau setara Rp2.795 triliun (Kurs Rp15.881 per USD).
"Ada banyak alasan untuk percaya bahwa perdagangan antara negara kita akan melebihi target USD200 miliar (Rp3.176 triliun) tahun ini," katanya.
Sementara itu total nilai perdagangan selama lima tahun terakhir telah tumbuh menjadi USD660 miliar, dengan energi membentuk lebih dari 75% ekspor Rusia ke China, sambung Sechin menambahkan.
Kepala Rosneft mencatat bahwa China dan Rusia saat ini sedang melakukan "reorganisasi struktural ekonomi di bawah tekanan eksternal yang meningkat," mengacu pada sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat, yang sebagian besar menargetkan Rusia, tetapi juga sebagian perusahaan China, terutama di bidang teknologi.
"Saya yakin bahwa model ekonomi China saat ini akan lebih tahan terhadap guncangan eksternal dan akan memungkinkan China untuk pindah ke tahap perkembangan baru dalam jangka panjang," kata Sechin.
Dia juga menyatakan, bahwa Rusia pada bagiannya, telah berhasil menangani tantangan yang ditimbulkan oleh sanksi Barat yang ditempatkan pada Moskow sehubungan dengan konflik di Ukraina.
"Dinamika cepat perkembangan hubungan perdagangan yang saling menguntungkan antara Rusia dan China menyebabkan kekhawatiran dan kritik di antara para pesaing kami. Ini menunjukkan bahwa kami telah memilih tindakan yang tepat. Kami menggambarkan hubungan Rusia-China sebagai 'kemitraan berorientasi masa depan'," tambahnya.
China telah menjadi mitra dagang terbesar Rusia selama lebih dari satu dekade, sementara tahun ini Moskow menempati urutan keempat dalam daftar Beijing. Akan tetapi lonjakan perdagangan bilateral tahun ini menandakan perubahan peringkat.
"Jika dinamika perdagangan bilateral seperti itu berlanjut, Rusia dapat menjadi mitra dagang terbesar kedua China setelah AS di tahun-tahun mendatang," ucap Sechin.
Ia juga mencatat bahwa ini akan menempatkan Rusia di depan Jepang dan Korea Selatan. Diungkapkan juga olehnya kedua negara telah melihat penurunan tajam dalam perdagangan bilateral dengan Beijing.
Sechin mengamati bahwa nilai perdagangan antara Rusia dan China telah melonjak hampir 30% dalam sembilan bulan pertama tahun 2023, menjadi sekitar USD176 miliar atau setara Rp2.795 triliun (Kurs Rp15.881 per USD).
"Ada banyak alasan untuk percaya bahwa perdagangan antara negara kita akan melebihi target USD200 miliar (Rp3.176 triliun) tahun ini," katanya.
Sementara itu total nilai perdagangan selama lima tahun terakhir telah tumbuh menjadi USD660 miliar, dengan energi membentuk lebih dari 75% ekspor Rusia ke China, sambung Sechin menambahkan.
Kepala Rosneft mencatat bahwa China dan Rusia saat ini sedang melakukan "reorganisasi struktural ekonomi di bawah tekanan eksternal yang meningkat," mengacu pada sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat, yang sebagian besar menargetkan Rusia, tetapi juga sebagian perusahaan China, terutama di bidang teknologi.
"Saya yakin bahwa model ekonomi China saat ini akan lebih tahan terhadap guncangan eksternal dan akan memungkinkan China untuk pindah ke tahap perkembangan baru dalam jangka panjang," kata Sechin.
Dia juga menyatakan, bahwa Rusia pada bagiannya, telah berhasil menangani tantangan yang ditimbulkan oleh sanksi Barat yang ditempatkan pada Moskow sehubungan dengan konflik di Ukraina.
"Dinamika cepat perkembangan hubungan perdagangan yang saling menguntungkan antara Rusia dan China menyebabkan kekhawatiran dan kritik di antara para pesaing kami. Ini menunjukkan bahwa kami telah memilih tindakan yang tepat. Kami menggambarkan hubungan Rusia-China sebagai 'kemitraan berorientasi masa depan'," tambahnya.
(akr)