Berdayakan Pengrajin Lokal, Bisnis Sepatu Mamaky Bantu UMKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perjalanan Andi Rezky Restu Rakasi, yang akrab disapa Mamaky Eky dalam membangun bisnis sepatu bisa menjadi inspirasi. Lahir pada 30 Juni 1989 di Makassar, Mamaky Eky memiliki latar belakang pendidikan yang kuat, ia lulus dengan gelar S2 Magister Kenotariatan dari Universitas Indonesia.
Alih-alih menjadi notaris, ia berani beralih ke dunia bisnis . Awalnya setelah menyelesaikan studi S1, banyak orang mungkin akan mencari pekerjaan, tetapi Mamaky Eky dan suaminya, Dwi Awal Putra, memilih untuk mengambil risiko dengan berbisnis.
Pada tahun 2012, mereka memulai bisnis online di Makassar dengan sistem dropshipping, fokus pada penjualan kosmetik, tanpa harus menyimpan produk secara fisik. Mereka hanya mengandalkan foto produk dan media sosial untuk mempromosikannya.
Tidak berhenti di sana, pasangan suami istri ini berani merantau ke Jakarta dengan modal dari hasil penjualan online. Lalu pada tahun 2014, Mamaky Eky dan suaminya memutuskan untuk memasuki bisnis sepatu . Bermodalkan hanya Rp5 juta, mereka membangun studio yang sangat kecil di rumah susun.
"Awal memulai bisnis, jauh dari keluarga. Saat mau restock produk kami harus bolak balik naik bus, krl, mengangkut barang dari lantai 1 ke lantai 9 karena waktu itu kami tinggal di lantai 9," kata Mamaky Eky.
Namun, keberanian dan tekad membawa keduanya bisa lebih jauh lagi. Menyimpan stok sepatu sebanyak 200 pasang penuh di tempat tinggal mereka dan bahkan harus berjalan kaki sejauh 1 kilometer setiap hari untuk mengantarkan paket pesanan karena mereka belum memiliki kendaraan. Tidak lama kemudian, mereka akhirnya bisa membeli motor untuk mengantarkan paketan ke ekspedisi.
Beberapa bulan berlalu, bisnisnya mulai melejit hingga akhirnya memutuskan untuk pindah ke Bogor dan mempekerjakan 13 orang karyawan. Awalnya, "SEPATUMAMAKY" berjualan secara eceran, tetapi mereka beralih ke produksi skala besar dengan membuka jasa maklon (produksi atas nama pemesan).
"Sejak wabah covid19, banyak sekali pengrajin yang terpaksa kehilangan pekerjaan, karena permintaan produksi menurun. Mengandalkan eceran memang akan lebih menguntungkan bagi kami, tapi di sisi pengrajin, tidak demikian," keluh Mamaky Eky.
Selama pandemi, Mamaky Eky dan suaminya memutuskan untuk membuka grosir dan jasa maklon. Mereka berhasil melibatkan puluhan pengrajin lokal di Bogor, menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat sekitar.
"Sedih rasanya jika mendengar para pengrajin yang sudah berusia lanjut bercerita, jika anak-anak mereka sudah jarang yang antusias untuk melanjutkan profesi orang tuanya sebagai pengrajin sepatu. Anak-anak muda lebih memilih mencari pekerjaan sebagai karyawan minimarket atau pekerjaan lain di luar kota, karena pekerjaan ini dianggap tidak menjanjikan. Padahal dari tangan-tangan mereka bisa lahir karya-karya yang mengagumkan," lanjut Mamaky Eky.
Selain itu, mereka ingin membantu UMKM yang ingin memulai usaha sandal atau sepatu dengan merek mereka sendiri.
"Mereka bisa maklon dengan kuantiti yang sangat minim plus difasilitasi cargo termurah sampai pelosok Indonesia, sehingga dari segi modal usaha akan semakin kompetitif. Mengingat kendala para pebisnis yang berdomisili di luar pulau jawa adalah menemukan supplier yang mau memfasilitasi cargo darat, laut maupun udara. Terkadang mereka urung hanya karena ongkos kirim yang tidak sepadan dengan harga produk," tutur Mamaky Eky antusias.
Hingga saat ini, Mamaky Eky dan suaminya telah memproduksi sepatu untuk ratusan merek, baik toko online maupun toko fisik, dari Aceh hingga Papua, bahkan beberapa kali mereka memproduksi untuk merek asal Malaysia, Timor Leste, dan Brunei Darussalam.
Misinya jelas, keduanya ingin terus memberdayakan pengrajin lokal, membuka bengkel produksi skala industri, dan terus memperluas pasar mereka. Kesuksesan Mamaky Eky menjadi bukti nyata bahwa dengan tekad, kerja keras, dan keberanian, siapa pun dapat mencapai sukses dalam dunia bisnis.
"Prinsip kami setelah bertahun-tahun menekuni dunia bisnis adalah bagaimana sebuah bisnis tidak hanya menguntungkan atau profitable tapi bisa bermanfaat bagi banyak orang," tutup Mamaky Eky.
Alih-alih menjadi notaris, ia berani beralih ke dunia bisnis . Awalnya setelah menyelesaikan studi S1, banyak orang mungkin akan mencari pekerjaan, tetapi Mamaky Eky dan suaminya, Dwi Awal Putra, memilih untuk mengambil risiko dengan berbisnis.
Pada tahun 2012, mereka memulai bisnis online di Makassar dengan sistem dropshipping, fokus pada penjualan kosmetik, tanpa harus menyimpan produk secara fisik. Mereka hanya mengandalkan foto produk dan media sosial untuk mempromosikannya.
Tidak berhenti di sana, pasangan suami istri ini berani merantau ke Jakarta dengan modal dari hasil penjualan online. Lalu pada tahun 2014, Mamaky Eky dan suaminya memutuskan untuk memasuki bisnis sepatu . Bermodalkan hanya Rp5 juta, mereka membangun studio yang sangat kecil di rumah susun.
"Awal memulai bisnis, jauh dari keluarga. Saat mau restock produk kami harus bolak balik naik bus, krl, mengangkut barang dari lantai 1 ke lantai 9 karena waktu itu kami tinggal di lantai 9," kata Mamaky Eky.
Namun, keberanian dan tekad membawa keduanya bisa lebih jauh lagi. Menyimpan stok sepatu sebanyak 200 pasang penuh di tempat tinggal mereka dan bahkan harus berjalan kaki sejauh 1 kilometer setiap hari untuk mengantarkan paket pesanan karena mereka belum memiliki kendaraan. Tidak lama kemudian, mereka akhirnya bisa membeli motor untuk mengantarkan paketan ke ekspedisi.
Beberapa bulan berlalu, bisnisnya mulai melejit hingga akhirnya memutuskan untuk pindah ke Bogor dan mempekerjakan 13 orang karyawan. Awalnya, "SEPATUMAMAKY" berjualan secara eceran, tetapi mereka beralih ke produksi skala besar dengan membuka jasa maklon (produksi atas nama pemesan).
"Sejak wabah covid19, banyak sekali pengrajin yang terpaksa kehilangan pekerjaan, karena permintaan produksi menurun. Mengandalkan eceran memang akan lebih menguntungkan bagi kami, tapi di sisi pengrajin, tidak demikian," keluh Mamaky Eky.
Selama pandemi, Mamaky Eky dan suaminya memutuskan untuk membuka grosir dan jasa maklon. Mereka berhasil melibatkan puluhan pengrajin lokal di Bogor, menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat sekitar.
"Sedih rasanya jika mendengar para pengrajin yang sudah berusia lanjut bercerita, jika anak-anak mereka sudah jarang yang antusias untuk melanjutkan profesi orang tuanya sebagai pengrajin sepatu. Anak-anak muda lebih memilih mencari pekerjaan sebagai karyawan minimarket atau pekerjaan lain di luar kota, karena pekerjaan ini dianggap tidak menjanjikan. Padahal dari tangan-tangan mereka bisa lahir karya-karya yang mengagumkan," lanjut Mamaky Eky.
Selain itu, mereka ingin membantu UMKM yang ingin memulai usaha sandal atau sepatu dengan merek mereka sendiri.
"Mereka bisa maklon dengan kuantiti yang sangat minim plus difasilitasi cargo termurah sampai pelosok Indonesia, sehingga dari segi modal usaha akan semakin kompetitif. Mengingat kendala para pebisnis yang berdomisili di luar pulau jawa adalah menemukan supplier yang mau memfasilitasi cargo darat, laut maupun udara. Terkadang mereka urung hanya karena ongkos kirim yang tidak sepadan dengan harga produk," tutur Mamaky Eky antusias.
Hingga saat ini, Mamaky Eky dan suaminya telah memproduksi sepatu untuk ratusan merek, baik toko online maupun toko fisik, dari Aceh hingga Papua, bahkan beberapa kali mereka memproduksi untuk merek asal Malaysia, Timor Leste, dan Brunei Darussalam.
Misinya jelas, keduanya ingin terus memberdayakan pengrajin lokal, membuka bengkel produksi skala industri, dan terus memperluas pasar mereka. Kesuksesan Mamaky Eky menjadi bukti nyata bahwa dengan tekad, kerja keras, dan keberanian, siapa pun dapat mencapai sukses dalam dunia bisnis.
"Prinsip kami setelah bertahun-tahun menekuni dunia bisnis adalah bagaimana sebuah bisnis tidak hanya menguntungkan atau profitable tapi bisa bermanfaat bagi banyak orang," tutup Mamaky Eky.
(akr)