Rencana Holding Perkebunan Diingatkan Jangan Tabrak Aturan Monopoli

Rabu, 01 November 2023 - 12:59 WIB
loading...
Rencana Holding Perkebunan Diingatkan Jangan Tabrak Aturan Monopoli
Rencana merger beberapa anak perusahaan di bawah PT Perkebunan Nusantara (Holding Perkebunan) menjadi tiga entitas bisnis utama diingatkan bisa berpotensi melanggar aturan perundangan. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Ketua DPD RI AA LaNyalla Machmud Mattalitti mengingatkan, rencana merger beberapa anak perusahaan di bawah PT Perkebunan Nusantara ( Holding Perkebunan ) menjadi tiga entitas bisnis utama berpotensi melanggar aturan perundangan.

Aksi tersebut dinilai bisa menabrak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021 dan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

“Saya ingatkan agar rencana itu tidak dipaksakan, karena pelanggaran aturan itu berakibat sanksi, sampai pada tingkat pencabutan izin usaha,” terang LaNyalla.



Sebelumnya Kementerian BUMN diberitakan lewat Holding Perkebunan berencana melakukan aksi korporasi berupa proses merger BUMN yang menjalankan usaha perkebunan. Aksi korporasi tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yaitu pembentukan Sub Holding Pabrik Gula bernama PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN) yang sudah berjalan selama dua tahun, Sub Holding Kelapa Sawit (Palm Co) dan Sub Holding Aneka Tanaman & Pengelolaan Aset (Supporting Co).

Namun pembentukan Palm Co dan Supporting Co yang mengelola onfarm (kebun HGU) berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 26/2021 tentang Penyelenggaraan Usaha Bidang Pertanian, khususnya pada Pasal 2 dan 3 yang mengatur tentang batas luas maksimum penggunaan lahan untuk usaha perkebunan.



Palm Co yang nantinya menggabungkan PTPN pengelola kebun kelapa sawit yaitu PTPN III, IV, V, VI dan XIII akan memiliki luas lahan sebesar 562.440 Ha pasca merger, berdasar data Annual Report Perusahaan PTPN holding tahun 2022.

Sementara di PP 26/2021 Pasal 3 Ayat (1) huruf a, menyatakan batasan luas perkebunan sawit maksimal seluas 100 ha. Sedangkan Palm Co memiliki luas 5 kali lipat lebih dari aturan tersebut.

Senada dengan Palm Co, Supporting CO yang merupakan gabungan dan PTPN I, II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIV yang mengelola komoditas tebu, kopi, teh, karet, kakao dan tembakau akan memiliki luas lahan secara keseluruhan 339.574 Ha pasca merger. Sementara batasan aturannya maksimal 193.000 Ha.

“Komoditas karet misalnya, maksimal luas lahan sebuah perusahaan perkebunan hanya diperbolehkan 23 ribu Hektare, tapi dengan merger, Supporting Co akan memiliki 127.856 hektare. Kan jelas menabrak aturan,” ungkap LaNyalla.

Dengan jumlah lahan yang melampaui batas maksimal dari PP 26/2021 tersebut, lanjut LaNyalla, maka usaha perkebunan milik BUMN akan sarat dengan praktek kartelisasi. Selain itu akan berdampak buruk pada persaingan usaha yang sehat karena usaha perkebunan hanya akan dimonopoli oleh satu pihak.

“Saran saya jelas, jangan menabrak aturan dan perundangan. Pemerintah melalui BUMN harus memberi contoh yang baik, karena itu bagian dari good governance dan clean government. Justru sebaliknya, lebih baik kinerja PTPN yang kurang performa, diperbaiki,” tandasnya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1193 seconds (0.1#10.140)