Terdampak Pandemi dan PHK Inkindo Berharap Dukungan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri konstruksi mulai merasakan dampak pukulan Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional. Meskipun pada kuartal I 2020 sektor konstruksi bertumbuh 2,90%, namun pada kuartal II 2020 industri ini mengalami penurunan cukup dalam.
Ketua Umum Ikatan Konsultan Nasional Indonesia (Inkindo) Peter Frans menyebutkan, anggota Inkindo yang merupakan asosiasi konsultan jasa perencana dan pengawasan kontruksi banyak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). (Baca juga: Vonis Konsultan Pajak Perusahaan Trading Tambang Dipangkas )
Hal ini terjadi karena kegiatan konstruksi infrastruktur di daerah terdampak pandemi Covid-19. "Sebanyak 80% dari anggota kami mengalami kesulitan. Ribuak karyawan sudah terkena PHK," tegas Peter dalam Webinar di Jakarta Rabu (5/8/2020).
Saat ini anggota Inkindo mencapai 6.400 perusahaan di seluruh Indonesia yang mempekerjakan total 64 ribu orang. Sebanyak 22.400 orang atau 35% pegawai tetap perusahaan-perusahaan anggota Inkindo sudah di PHK. Sedangkan jumlah pegawai tidak tetap yang di PHK mencapai 29 ribu orang atau sekitar 45% dari total tenaga kerja.
Khusus di sektor jasa konstruksi, lanjut Peter, secara nasional jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 65% dari total tenaga kerja di sektor itu.
Stimulus yang diberikan oleh pemerintah, lanjut Peter, masih belum menyentuh industri jasa konstruksi. "Saat ini, hanya 10% perusahaan yang bisa survive," ungkapnya.
Tanpa ada regulasi dalam hal permodalan, dipastikan pada akhir 2020 industri jasa konstruksi akan kolaps. "Perlu ada terobosan untuk membangkitkan ekonomi yang bisa menampung tenaga kerja," paparnya. (Baca juga: Pembangunan Masjid 99 Kubah di Makassar Bakal Dilanjutkan )
Stimulus yang diberikan pemerintah belum menyentuh ke korporasi. Inkindo sudah menyampaikan surat keringanan pajak, pengajuan penghapusan bunga pinjaman modal dan relaksasi pajak penghasilan.
"Karena pinjaman sebagian besar berasal dari bank milik pemerintah. Sementara penghapusan pajak penghasilan karena anggota kami tidak ada pekerjaan," paparnya.
Peter berharap pemerintah menggenjot proyek-proyek padat karya skala kecil dan menengah. Karena menurut Inkindo, industri jasa konstruksi terbukti menjadi motor penggerak ekonomi nasional di kuartal I 2020.
Idealnya, kata dia, relaksasi yang diberikan bukan hanya penundaan pembayaran pinjaman, tetapi juga keringanan bunga atau bebas bunga dalam masa pandemi.
"Kami melihat relaksasi khususnya ke jasa konstruksi belum terlalu membantu, karena jika pandemi usai justru akan memberatkan," katanya. (Baca juga: Suku Bunga KPR Diharapkan Turun untuk Gairahkan Industri Properti )
Salah satu contohnya, suku bunga pinjaman permodalan pada masa pandemi ditetapkan sebesar 6%, tetapi saat masa pandemi berakhir, maka suku bunga kembali menjadi 12% per tahun. Padahal, hingga dua tahun ke depan, industri ini dipastikan masih tertatih.
Ketua Badan Riset dan Pengembangan Inkindo Ketut Gupta menambahkan, hingga Juni 2020, 27% dari 6.400 perusahaan anggota Inkindo sudah berhenti beroperasi. Hingga akhir tahun ini, jumlahnya diperkirakan bertambah menjadi 50% atau mencapai 3.200 perusahaan. "Dampak paling besar dari pandemi ini memukul perusahaan skala kecil dan menengah," ungkapnya.
Ketua Umum Ikatan Konsultan Nasional Indonesia (Inkindo) Peter Frans menyebutkan, anggota Inkindo yang merupakan asosiasi konsultan jasa perencana dan pengawasan kontruksi banyak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). (Baca juga: Vonis Konsultan Pajak Perusahaan Trading Tambang Dipangkas )
Hal ini terjadi karena kegiatan konstruksi infrastruktur di daerah terdampak pandemi Covid-19. "Sebanyak 80% dari anggota kami mengalami kesulitan. Ribuak karyawan sudah terkena PHK," tegas Peter dalam Webinar di Jakarta Rabu (5/8/2020).
Saat ini anggota Inkindo mencapai 6.400 perusahaan di seluruh Indonesia yang mempekerjakan total 64 ribu orang. Sebanyak 22.400 orang atau 35% pegawai tetap perusahaan-perusahaan anggota Inkindo sudah di PHK. Sedangkan jumlah pegawai tidak tetap yang di PHK mencapai 29 ribu orang atau sekitar 45% dari total tenaga kerja.
Khusus di sektor jasa konstruksi, lanjut Peter, secara nasional jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 65% dari total tenaga kerja di sektor itu.
Stimulus yang diberikan oleh pemerintah, lanjut Peter, masih belum menyentuh industri jasa konstruksi. "Saat ini, hanya 10% perusahaan yang bisa survive," ungkapnya.
Tanpa ada regulasi dalam hal permodalan, dipastikan pada akhir 2020 industri jasa konstruksi akan kolaps. "Perlu ada terobosan untuk membangkitkan ekonomi yang bisa menampung tenaga kerja," paparnya. (Baca juga: Pembangunan Masjid 99 Kubah di Makassar Bakal Dilanjutkan )
Stimulus yang diberikan pemerintah belum menyentuh ke korporasi. Inkindo sudah menyampaikan surat keringanan pajak, pengajuan penghapusan bunga pinjaman modal dan relaksasi pajak penghasilan.
"Karena pinjaman sebagian besar berasal dari bank milik pemerintah. Sementara penghapusan pajak penghasilan karena anggota kami tidak ada pekerjaan," paparnya.
Peter berharap pemerintah menggenjot proyek-proyek padat karya skala kecil dan menengah. Karena menurut Inkindo, industri jasa konstruksi terbukti menjadi motor penggerak ekonomi nasional di kuartal I 2020.
Idealnya, kata dia, relaksasi yang diberikan bukan hanya penundaan pembayaran pinjaman, tetapi juga keringanan bunga atau bebas bunga dalam masa pandemi.
"Kami melihat relaksasi khususnya ke jasa konstruksi belum terlalu membantu, karena jika pandemi usai justru akan memberatkan," katanya. (Baca juga: Suku Bunga KPR Diharapkan Turun untuk Gairahkan Industri Properti )
Salah satu contohnya, suku bunga pinjaman permodalan pada masa pandemi ditetapkan sebesar 6%, tetapi saat masa pandemi berakhir, maka suku bunga kembali menjadi 12% per tahun. Padahal, hingga dua tahun ke depan, industri ini dipastikan masih tertatih.
Ketua Badan Riset dan Pengembangan Inkindo Ketut Gupta menambahkan, hingga Juni 2020, 27% dari 6.400 perusahaan anggota Inkindo sudah berhenti beroperasi. Hingga akhir tahun ini, jumlahnya diperkirakan bertambah menjadi 50% atau mencapai 3.200 perusahaan. "Dampak paling besar dari pandemi ini memukul perusahaan skala kecil dan menengah," ungkapnya.
(ind)