Program Pesona Subang, Ubah Limbah Daun Nanas Jadi Serat Kain Bernilai Tinggi

Minggu, 05 November 2023 - 00:39 WIB
loading...
Program Pesona Subang,...
Anggota kelompok Pinlefi tengah menenun serat kain olahan dari daun nanas untuk dijadikan kerajinan selendang bernilai tinggi. Foto/Dok.
A A A
SUBANG - Nanas telah lama dikenal sebagai komoditas pertanian andalan dari daerah Subang, Jawa Barat. Rasanya yang terkenal manis, segar, membuat nilai jualnya tinggi sehingga para petani dari daerah ini banyak menjadikan nanas sebagai produk tani andalan mereka.

Namun, seperti produk pertanian lainnya, komoditas ini juga menyisakan limbah pascapanen, terutama daun tanamannya yang selama ini kerap dibakar begitu saja. Setiap 1 hektare (ha) perkebunan nanas menghasilkan limbah daun sebanyak 14 ton. Hal ini lantas menimbulkan masalah lainnya, asap bakaran menjadi polusi udara yang tak jarang pula memicu penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) pada masyarakat yang tinggal di sekitar kebun-kebun yang ada.

Masalah serupa terjadi di Desa Cikadu, salah satu desa penghasil nanas yang terletak di Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang. Menurut catatan Puskesmas Cirangkong, ISPA menjadi penyakit nomor dua di Desa Cikadu pada tahun 2020 dengan 878 kasus.



Kondisi ini berlangsung bertahun-tahun hingga salah seorang pemuda lokal, Alan Sahroni, memiliki ide inovatif untuk memanfaatkan limbah daun nanas sebagai bahan baku serat yang bernilai ekonomi sebagai bahan kain atau tekstil. Latar belakang pendidikannya di Sekolah Teknologi Tekstil Bandung serta menjadi modal awal Alan dalam mewujudkan inovasinya tersebut.

"Awalnya saya hanya coba-coba saja membuat olahan serat dari limbah daun nanas ini karena modalnya pun terbatas," ungkapnya saat dikunjungi di tempat pengolahan serat daun nanas di Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jumat (3/11/2023).

Alan mengaku usaha tersebut tidak serta merta berjalan mulus, berbagai tantangan muncul seperti keterbatasan modal, kualitas produk, hingga kapasitas produksi yang terbatas. Namun, kata dia, semangatnya tetap tinggi karena serat daun nanas produksinya ternyata menarik minat sejumlah pembeli.

Namun, ketertarikan rupanya tak hanya datang dari pembeli. PT Pertamina EP (PEP) Subang Field yang memiliki komitmen untuk tumbuh dan berkontribusi terhadap masyarakat di sekitar area operasi, tertarik untuk bekerja sama. Setelah melakukan pemetaan sosial, pada 2020 PEP Subang Field bersinergi mendukung usaha Alan beserta kelompoknya sebagai bagian dari corporate social responsibility yang mengetengahkan prinsip pemberdayaan masyarakat.

Program Pesona Subang, Ubah Limbah Daun Nanas Jadi Serat Kain Bernilai Tinggi


Dari sinergi tersebut dibentuk program PESONA SUBANG yang merupakan akronim dari Pemanfaatan Serat Olahan Daun Nanas Subang, dengan kelompoknya bernama Pinlefi yang berasal dari singkatan Pineapple Leaf Fiber. Beranggotakan 28 orang, kelompok ini tak hanya memproduksi serat daun nanas, namun juga menghasilkan beragam bentuk kerajinan dari serat nanas dengan konsep eco-fashion bernilai tinggi.

"Sinergi dengan kelompok Pinlefi dalam program PESONA SUBANG ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi dampak kerusakan lingkungan, dan mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan," jelas Senior Manager PEP Subang Field Ndirga Andri Sisworo.

Jangkauan program ini tak terbatas hanya pada serat daun nanas dan olahannya. Sisa proses pun ternyata masih dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan pakan ternak dan bubur kertas, sehingga tak menyisakan limbah, alias zero waste.

Efek pemberdayaan yang timbul juga ternyata cukup luas. Tak hanya kelompok Pinlefi, mulai dari petani hingga warga di sekitar tempat produksi bisa menghasilkan pendapatan tambahan. Petani kini menjual limbah daun nanas ke kelompok tersebut sebagai bahan baku. Sementara para pemuda dan ibu-ibu desa setempat, sebagian diberdayakan untuk mendukung proses produksi.



Untuk diketahui, kelompok ini sukses menjual serat daun nanas tak hanya di pasar domestik, namun juga ekspor dengan harga jual serat berkisar antara Rp150-250 ribu per kg. Kelompok ini bahkan pernah mengekspor serat produksinya ke Singapura. Sementara, produk kerajinan fashion berbasis serat nanas dibanderol ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Tak heran jika tahun lalu kelompok ini mampu meraih omzet hingga Rp154.275.000.

Dengan potensi pasar domestik bahkan ekspor yang luas, produktivitas pun menjadi tantangan. Guna menjawab tantangan produktivitas ini, kelompok Pinlefi dibantu PEP Subang Field kini mencoba melakukan inovasi teknologi. Inovasi yang diangkat di program PESONA Subang mencakup tiga yakni modifikasi mesin serut atau dekortikator besar yang lebih aman.

Kemudian, inovasi berupa dekortikator mini dengan segmentasi untuk penggunaan rumah tangga yang ke depan diharapkan dapat menunjang produksi sekaligus memberdayakan lebih banyak masyarakat. Dan ketiga, mengubah mesin penggerak dekortikator mini mengunakan panel surya yang dinamai decolacel, yang lebih ramah lingkungan.

Mesin decolacel yang dioperasikan menggunakan tenaga surya ini berkontribusi pada penurunan emisi sebesar 302.95 ton CO2eq/tahun dan mampu menghemat listrik sebesar Rp174.000/bulan. Decolacel ini bahkan telah mengantongi sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM per Oktober 2023.

Program Pesona Subang, Ubah Limbah Daun Nanas Jadi Serat Kain Bernilai Tinggi


Tak hanya bantuan sarana dan prasarana, sejak tahun 2020 PEP Subang Field juga memberikan bantuan berupa pendampingan, dan pengembangan sumber daya manusia melalui serangkaian pelatihan yang dibutuhkan. Selain itujuga diadakan kegiatan-kegiatan pengembangan usaha lainnya melalui pengembangan jejaring. PEP Subang Field juga memfasilitasi kelompok Pinlefi untuk mengikuti berbagai pameran guna membuka pasar yang lebih luas.

Dengan kolaborasi ini, Alan mengaku optimistis dengan masa depan usaha serat daun nanas yang digelutinya. Bahkan, dia berharap ke depan bersama PEP Subang Field, mampu mereplikasi program ini ke desa-desa tetangga, bahkan ke kecamatan lainnya sehingga kapasitas produksi serat daun nanas dari Subang ini dapat memenuhi kebutuhan pasar yang masih besar.

"Banyak sekali yang minta produk dari kita sebetulnya, tapi kita masih kewalahanlah istilahnya. Karena itu saya berharap progam ini bisa lebih banyak lagi memberdayakan masyarakat dan menjadikan Subang sentra kain serat nanas," tutupnya.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1121 seconds (0.1#10.140)