Penelitian Soal Produk Rendah Risiko Perlu Digencarkan

Kamis, 06 Agustus 2020 - 09:36 WIB
loading...
Penelitian Soal Produk...
Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Dalam satu dekade terakhir, patut disayangkan Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang mengalami peningkatan prevalensi merokok dengan rata-rata 0,3% per tahun dari 2005 sampai 2018. Sedangkan negara-negara Asia lainnya tidak mengalami peningkatan atau bahkan berhasil menurunkan prevalensi merokok.

Menurut data prevalensi merokok World Health Organization (WHO), angka prevalensi perokok pria dewasa Indonesia tertinggi di dunia sebesar 76,2%. Sementara itu data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi merokok di Indonesia 28,9% orang berusia lebih dari 10 tahun atau hampir setara dengan 70 juta perokok.

Sejumlah ahli mendorong agar penelitian terkait Produk Nikotin Alternatif (Alternative Nicotine Delivery System/ANDS), seperti rokok elektrik atau vape, terus digencarkan. Pasalnya, penelitian dibutuhkan guna memberikan masukan untuk kebijakan dan edukasi bagi masyarakat utamanya perokok dewasa agar dapat menemukan alternatif dari rokok konvensional. (Baca: Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana?)

Pakar kesehatan masyarakat seperti David Sweanor, Prof. Tikki Pangestu, dan Prof. Ali Ghufron membahas tentang “Apa yang Dikatakan Peneliti tentang Alternatif Merokok?” Dalam acara tersebut para pakar berbicara tentang bagaimana bukti ilmiah dan penelitian harus menjadi dasar dalam mengatur produk nikotin alternatif.

“Kita dapat membuat perubahan yang nyata untuk banyak orang dengan cara memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan yang ada,” ujar David Sweanor, Ketua Dewan Penasihat, Pusat Hukum Kesehatan, Kebijakan dan Etika, Universitas Ottawa, Kanada. (Baca juga: Dua Buronan Kakap Asal Indonesia Ditangkap di Amerika Serikat)

Sweanor mencontohkan di negara-negara seperti Islandia, Norwegia, Swedia dan Jepang, konsumen dapat beralih ke alternatif selain rokok konvensional ketika pilihan tersebut tersedia. Sweanor menambahkan, penelitian yang mendasari setiap informasi tentang ANDS amat penting dilakukan untuk memberikan informasi faktual kepada masyarakat bahwa produk-produk alternatif berpotensi mengurangi risiko yang disebabkan merokok.

“Kita punya kesempatan melalui sejumlah terobosan. Kita punya teknologi, regulasi serta ilmu pengetahuan yang akan membawa perubahan besar ke arah yang lebih baik,” katanya.

Prof Tikki Pangestu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama WHO yang juga Profesor di Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin, Universitas Nasional Singapura (NUS) mengatakan, risiko dan bahaya ENDS lebih rendah 90%-95% daripada rokok konvensional yang dibakar. (Lihat videonya: Suasana Terkini Pascaledakan Maut di Beirut Ibu Kota Lebanon)

“Vaping itu tembakaunya nggak dibakar. Pembakaran itu yang menyebabkan pelepasan zat-zat beracun yang ada di asap rokok. Vaping itu uap, bukan asap,” ucap Tikki.

Tikki mengaku kurang sependapat bila dikatakan pemakaian vape mengakibatkan kondisi kesehatan memburuk. (Sudarsono)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1590 seconds (0.1#10.140)