Tahun Politik, Begini Prospek Ekonomi RI di Triwulan-III 2023
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun politik dan kondisi moneter global akan menjadi dua tema utama yang akan mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia . Periode Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang akan memiliki dampak pada pertumbuhan dan berbagai indikator makroekonomi lainnya di tahun depan.
Di satu sisi, Indonesia akan melaksanakan pemilu serentak untuk pertama kalinya dari level nasional hingga kabupaten/kota sehingga mendorong terjadinya injeksi likuiditas dalam jumlah besar ke perekonomian akibat adanya pengeluaran kampanye dan belanja publik.
Besarnya dampak pengganda di perekonomian akan memicu konsumsi domestik selama tahun 2024 mengingat pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/Kota diperkirakan akan terjadi menjelang akhir tahun
Mempertimbangkan situasi saat ini dan mendatang, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky menyebut bahwa PDB Indonesia diperkirakan tumbuh 5,05%-5,09% di triwulan III-2023, mencapai 5,0%-5,1% di 2023. dan stabil di angka 5,0%-5,1% di 2024.
"Ini melanjutkan akselerasi pertumbuhan sejak triwulan akhir 2022, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17% (yoy) di triwulan II-2023," ungkap Riefky dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin (6/11/2023).
Riefky mengatakan, meskipun pertumbuhan industri manufaktur, yang merupakan penopang utama perekonomian Indonesia, meningkat menjadi 4,88% (yoy), tingkat pertumbuhannya masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi.
"Seluruh komponen pengeluaran, kecuali ekspor dan impor, mengalami pertumbuhan positif, termasuk belanja pemerintah yang mengindikasikan lonjakan pertumbuhan hingga 10,62% (yoy) pada triwulan II-2023," tambah Riefky.
Dia menyebut, pemilu serentak dan kondisi moneter global akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perekonomian domestik di 2024.
"Kebijakan moneter global akan mempengaruhi tingkat depresiasi dan permintaan global yang akan berdampak terhadap perekonomian domestik melalui perdagangan eksternal, biaya kredit, dan pertumbuhan investasi," sambungnya.
Riefky melanjutkan, dampak positif dari periode pemilu muncul akibat suntikan likuiditas secara masif untuk kebutuhan kampanye, pengeluaran publik yang dipengaruhi motif politik, serta peningkatan konsumsi swasta.
"Sementara itu, risiko dari periode pemilu tersebut akan muncul dari faktor pertumbuhan investasi seiring investor cenderung menjaga sentimen ’wait-and-see’ hingga hasil pemilu selesai," pungkas Riefky.
Di satu sisi, Indonesia akan melaksanakan pemilu serentak untuk pertama kalinya dari level nasional hingga kabupaten/kota sehingga mendorong terjadinya injeksi likuiditas dalam jumlah besar ke perekonomian akibat adanya pengeluaran kampanye dan belanja publik.
Besarnya dampak pengganda di perekonomian akan memicu konsumsi domestik selama tahun 2024 mengingat pemilu di tingkat provinsi dan kabupaten/Kota diperkirakan akan terjadi menjelang akhir tahun
Mempertimbangkan situasi saat ini dan mendatang, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky menyebut bahwa PDB Indonesia diperkirakan tumbuh 5,05%-5,09% di triwulan III-2023, mencapai 5,0%-5,1% di 2023. dan stabil di angka 5,0%-5,1% di 2024.
"Ini melanjutkan akselerasi pertumbuhan sejak triwulan akhir 2022, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,17% (yoy) di triwulan II-2023," ungkap Riefky dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin (6/11/2023).
Riefky mengatakan, meskipun pertumbuhan industri manufaktur, yang merupakan penopang utama perekonomian Indonesia, meningkat menjadi 4,88% (yoy), tingkat pertumbuhannya masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi.
"Seluruh komponen pengeluaran, kecuali ekspor dan impor, mengalami pertumbuhan positif, termasuk belanja pemerintah yang mengindikasikan lonjakan pertumbuhan hingga 10,62% (yoy) pada triwulan II-2023," tambah Riefky.
Dia menyebut, pemilu serentak dan kondisi moneter global akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perekonomian domestik di 2024.
"Kebijakan moneter global akan mempengaruhi tingkat depresiasi dan permintaan global yang akan berdampak terhadap perekonomian domestik melalui perdagangan eksternal, biaya kredit, dan pertumbuhan investasi," sambungnya.
Riefky melanjutkan, dampak positif dari periode pemilu muncul akibat suntikan likuiditas secara masif untuk kebutuhan kampanye, pengeluaran publik yang dipengaruhi motif politik, serta peningkatan konsumsi swasta.
"Sementara itu, risiko dari periode pemilu tersebut akan muncul dari faktor pertumbuhan investasi seiring investor cenderung menjaga sentimen ’wait-and-see’ hingga hasil pemilu selesai," pungkas Riefky.
(nng)