KPI Tegaskan Komitmen Jaga Pasokan BBM dan LPG di Masa Transisi
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), subholding refining and petrochemical Pertamina, menegaskan komitmen untuk menjaga ketahanan energi nasional melalui penyediaan bahan bakar minyak (BBM), LPG dan petrokimia di masa transisi energi. Tak hanya itu, sisi keberlanjutan dan keekonomian pun terus dijaga.
"Makanya ada ide hilirisasi kilang. Ini menjadi upaya kami untuk menjaga sustainaiblity," kata Direktur Utama KPI Taufik Aditiyawarman dalam webinar bertajuk "Refining Sustainability, The Path Toward Energy Transition" di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Pada masa transisi energi, kata Taufik, KPI akan memastikan fasilitas yang dibangun memberikan manfaat sampai ke hilir. Ke depan, kata dia, diversifikasi produk memang harus berkolaborasi dengan industri lain yang bisa mengolah produk turunan kilang. "Ini untuk menghasilkan produk yang bermanfaat sampai ke hilir sehingga bernilai tinggi dan memberikan benefit bagi masyarakat," tegasnya.
Taufik menambahkan, KPI juga menyiapkan strategi untuk menurunkan emisi. Dia memastikan pengembangan green refinery pun dilanjutkan seperti di Kilang Cilacap. KPI pun akan menambah program-program lingkungan. Dengan demikian, kata Taufik, peringkat ESG KPI bisa ditingkatkan.
"Karena proyek kilang tidak full equity, tapi juga mencari pembiayaan dari investor. Biasanya pertanyaan investor adalah berapa rating ESG. Concern ESG maupun lingkungan sangat diperhatikan oleh investor maupun lender. Rating ESG kita 24,2," katanya.
Terkait transisi, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral(ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, kajian dengan memperhatikan keekonomian akses di masyarakat dan potensi yang dimiliki, pada akhir 2060 sektor energi belum bisa mencapai net zero emission (NZE). Diperkirakan masih tersisa emisi sebanyak 129 juta ton.
Dadan menambahkan, energi fosil pun masih berperan penting dalam masa transisi. Minyak, khususnya BBM, masih menjadi sumber energi utama di sektor transportasi. Namun, secara bertahap hal itu akan dikurangi melalui konversi dengan program kendaraan listrik.
Founder Digital Energy Asia Salis S Aprilian mengatakan, dilihat dari permintaan energi di Indonesia, pada 2020-2050 porsi minyak bumi berkurang, namun secara kuantitas meningkat. "Muncul apa yang dinamakan energy transition dengan menggunakan renewable energy, tapi tidak serta merta meninggalkan minyak dan batu bara," tuturnya.
Terkait bisnis kilang di masa transisi, Salis mengatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan yakni melalui diversifikasi produk, digitalisasi sistem, desentralisasi kebijakan, dan dekarbonisasi. "Kalau kilang ingin sustain, paling tidak empat langkah ini yang harus dilakukan," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro. Menurut dia, sebagian besar aktivitas masyarakat masih tergantung pada BBM. Di sisi lain, imbuh dia, ketahanan energi Indonesia belum cukup baik.
"Kebutuhan BBM 4 juta barel per hari. Ini sangat besar sekali. Ini perlu diantisipasi semua pihak. Jika tidak ada penambahan kapasitas kilang maka impor akan meningkat," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, peran kilang ke depan masih penting. Impor minyak mentah untuk bahan baku kilang pun menurut dia jauh lebih murah ketimbang mengimpor produk jadi. Untuk keberlanjutan, imbuh dia, ke depan kilang harus bergeser menghasilkan produk-produk yang lebih ramah lingkungan.
"Makanya ada ide hilirisasi kilang. Ini menjadi upaya kami untuk menjaga sustainaiblity," kata Direktur Utama KPI Taufik Aditiyawarman dalam webinar bertajuk "Refining Sustainability, The Path Toward Energy Transition" di Jakarta, Selasa (14/11/2023).
Pada masa transisi energi, kata Taufik, KPI akan memastikan fasilitas yang dibangun memberikan manfaat sampai ke hilir. Ke depan, kata dia, diversifikasi produk memang harus berkolaborasi dengan industri lain yang bisa mengolah produk turunan kilang. "Ini untuk menghasilkan produk yang bermanfaat sampai ke hilir sehingga bernilai tinggi dan memberikan benefit bagi masyarakat," tegasnya.
Baca Juga
Taufik menambahkan, KPI juga menyiapkan strategi untuk menurunkan emisi. Dia memastikan pengembangan green refinery pun dilanjutkan seperti di Kilang Cilacap. KPI pun akan menambah program-program lingkungan. Dengan demikian, kata Taufik, peringkat ESG KPI bisa ditingkatkan.
"Karena proyek kilang tidak full equity, tapi juga mencari pembiayaan dari investor. Biasanya pertanyaan investor adalah berapa rating ESG. Concern ESG maupun lingkungan sangat diperhatikan oleh investor maupun lender. Rating ESG kita 24,2," katanya.
Terkait transisi, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral(ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, kajian dengan memperhatikan keekonomian akses di masyarakat dan potensi yang dimiliki, pada akhir 2060 sektor energi belum bisa mencapai net zero emission (NZE). Diperkirakan masih tersisa emisi sebanyak 129 juta ton.
Dadan menambahkan, energi fosil pun masih berperan penting dalam masa transisi. Minyak, khususnya BBM, masih menjadi sumber energi utama di sektor transportasi. Namun, secara bertahap hal itu akan dikurangi melalui konversi dengan program kendaraan listrik.
Founder Digital Energy Asia Salis S Aprilian mengatakan, dilihat dari permintaan energi di Indonesia, pada 2020-2050 porsi minyak bumi berkurang, namun secara kuantitas meningkat. "Muncul apa yang dinamakan energy transition dengan menggunakan renewable energy, tapi tidak serta merta meninggalkan minyak dan batu bara," tuturnya.
Terkait bisnis kilang di masa transisi, Salis mengatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan yakni melalui diversifikasi produk, digitalisasi sistem, desentralisasi kebijakan, dan dekarbonisasi. "Kalau kilang ingin sustain, paling tidak empat langkah ini yang harus dilakukan," tuturnya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro. Menurut dia, sebagian besar aktivitas masyarakat masih tergantung pada BBM. Di sisi lain, imbuh dia, ketahanan energi Indonesia belum cukup baik.
"Kebutuhan BBM 4 juta barel per hari. Ini sangat besar sekali. Ini perlu diantisipasi semua pihak. Jika tidak ada penambahan kapasitas kilang maka impor akan meningkat," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, peran kilang ke depan masih penting. Impor minyak mentah untuk bahan baku kilang pun menurut dia jauh lebih murah ketimbang mengimpor produk jadi. Untuk keberlanjutan, imbuh dia, ke depan kilang harus bergeser menghasilkan produk-produk yang lebih ramah lingkungan.
(fjo)