Efek Domino Penarikan Cukai Plastik: Bisa Hilangkan Pendapatan Nasional Rp6,7 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penarikan cukai plastik dipandang hanya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi dan menjadi beban bagi kalangan industri yang tengah bertumbuh saat ini. Pemerintah diminta berhati-hati dalam pengenaan cukai plastik.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian , Ir. Reni Yanita M.SI mengkhawatirkan, penarikan cukai plastik nantinya justru akan mengganggu sisi permintaannya yang pasti akan berkurang. Ketika demand berkurang pasti kebutuhan yang ada akan diisi oleh produk impor yang cenderung lebih murah.
"Ini juga yang harus kita sikapi. Karena demand tetap ada tetapi konsumen pasti cenderung memilih harga yang lebih murah. Harga murah karena tidak ada pengenaan cukai di kemasan plastiknya,” ujarnya, dalam diskusi publik bertajuk “Solusi Pengurangan Sampah Plastik di Indonesia, Cukai Plastik atau Pengelolaan Sampah yang Optimal?”, dikutip Kamis, (23/11/2023).
Dia menegaskan bahwa kemasan plastik itu bukan limbah karena bisa diolah lagi menjadi bahan baku untuk industri lain, termasuk di sini untuk industri berbasis sandang, karpet, kemudian ada juga industri alas kaki.
“Dengan pengenaan cukai ini, industri daur ulang plastik kita akan kekurangan bahan baku karena memang di industri dalam negerinya juga terkoreksi,” ungkapnya.
Dia menegaskan yang namanya penerimaan negara, dalam hal ini cukai seharusnya dioptimalkan penggunaannya untuk kemakmuran dan juga untuk pertumbuhan industri yang saat ini masih menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi.
Anggota Komite Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ir. Rachmat Hidayat, M. Sc, juga menyampaikan, penarikan cukai plastik ini akan memicu terjadinya kenaikan harga yang otomatis akan menyebabkan permintaan turun. Permintaan turun, lanjutnya, pendapatan dan sebagainya juga turun.
“Kami sepakat bahwa cukai itu salah satu pilihan pilihan, tapi untuk saat ini adalah bukan pilihan pertama. Ada pilihan lain yang lebih baik kita ambil yang ongkosnya tidak sebesar itu, misalnya pengelolaan sampah yang lebih baik,” katanya.
Menurut Rachmat, dari riset Indef 2015 dijelaskan bahwa setiap 1,76% penurunan industri makanan-minuman akan berkontribusi terhadap hilangnya pendapatan secara nasional sebesar Rp6,79 triliun dan ini berkorelasi dengan hilangnya lapangan pekerjaan sebanyak 280.000 orang.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian , Ir. Reni Yanita M.SI mengkhawatirkan, penarikan cukai plastik nantinya justru akan mengganggu sisi permintaannya yang pasti akan berkurang. Ketika demand berkurang pasti kebutuhan yang ada akan diisi oleh produk impor yang cenderung lebih murah.
"Ini juga yang harus kita sikapi. Karena demand tetap ada tetapi konsumen pasti cenderung memilih harga yang lebih murah. Harga murah karena tidak ada pengenaan cukai di kemasan plastiknya,” ujarnya, dalam diskusi publik bertajuk “Solusi Pengurangan Sampah Plastik di Indonesia, Cukai Plastik atau Pengelolaan Sampah yang Optimal?”, dikutip Kamis, (23/11/2023).
Dia menegaskan bahwa kemasan plastik itu bukan limbah karena bisa diolah lagi menjadi bahan baku untuk industri lain, termasuk di sini untuk industri berbasis sandang, karpet, kemudian ada juga industri alas kaki.
“Dengan pengenaan cukai ini, industri daur ulang plastik kita akan kekurangan bahan baku karena memang di industri dalam negerinya juga terkoreksi,” ungkapnya.
Dia menegaskan yang namanya penerimaan negara, dalam hal ini cukai seharusnya dioptimalkan penggunaannya untuk kemakmuran dan juga untuk pertumbuhan industri yang saat ini masih menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi.
Anggota Komite Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ir. Rachmat Hidayat, M. Sc, juga menyampaikan, penarikan cukai plastik ini akan memicu terjadinya kenaikan harga yang otomatis akan menyebabkan permintaan turun. Permintaan turun, lanjutnya, pendapatan dan sebagainya juga turun.
“Kami sepakat bahwa cukai itu salah satu pilihan pilihan, tapi untuk saat ini adalah bukan pilihan pertama. Ada pilihan lain yang lebih baik kita ambil yang ongkosnya tidak sebesar itu, misalnya pengelolaan sampah yang lebih baik,” katanya.
Menurut Rachmat, dari riset Indef 2015 dijelaskan bahwa setiap 1,76% penurunan industri makanan-minuman akan berkontribusi terhadap hilangnya pendapatan secara nasional sebesar Rp6,79 triliun dan ini berkorelasi dengan hilangnya lapangan pekerjaan sebanyak 280.000 orang.