Utang Perang Israel Bakal Meledak, Begini Kondisinya Saat Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Biaya militer yang besar imbas perang melawan Hamas telah memaksa pemerintah Israel beralih ke utang untuk pembiayaan. Dimana Israel tercatat telah mengumpulkan 18,7 miliar shekel atau lebih dari USD5 miliar yang setara Rp77,1 triliun (Kurs Rp15.425/USD) dari obligasi lokal sejak dimulainya konflik dengan kelompok militan Palestina, Hamas .
Mengutip Kementerian Keuangan seperti dilansir Bloomberg, konflik tersebut telah merugikan ekonomi Israel sekitar USD270 juta atau Rp4,1 triliun setiap hari. Pusat penasihat keuangan yang berbasis di Tel Aviv, Leader Capital Markets memperkirakan, bahwa, harga yang harus dibayarkan fiskal secara keseluruhan untuk 2023-2024 akan menjadi USD48 miliar.
Israel kemungkinan akan "berada di hook untuk dua pertiga dari total biaya," kata Leader, dimana Ia juga menambahkan, bahwa AS akan membayar sisanya.
Laporan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah Israel telah menerbitkan utang internasional dalam yen, euro, dan dolar AS melalui penempatan pribadi lewat bank-bank Wall Street seperti Goldman Sachs.
"Kami bergerak maju dengan skenario dasar yang merujuk beberapa bulan pertempuran dan telah bekerja di buffer tambahan," ungkap Kepala Akuntan Kementerian Keuangan Israel Yali Rothenberg.
"Kami mampu membiayai Negara Israel, bahkan dalam skenario yang lebih ekstrem daripada pertempuran saat ini," terangnya.
Pemerintah Israel secara signifikan, terus meningkatkan pengeluaran untuk mendanai militer dan isu-isu terkait konflik lainnya. Kondisi tersebut menyebabkan rekor defisit anggaran, yang bulan lalu menggelembung menjadi USD6 miliar, meningkat lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan satu tahun lalu.
Kekurangan anggaran saat ini mencapai 2,6% dari PDB, dan Rothenberg mengatakan, masuk akal untuk memperkirakan defisit menjadi sekitar 9% dari output ekonomi tahunan negara itu selama dua tahun ke depan.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich telah mengajukan, perubahan anggaran untuk sisa tahun 2023 dengan peningkatan pengeluaran sebesar USD9,3 miliar yang sebagian besar akan dibiayai oleh utang.
"Israel juga harus menebus sekitar 15 miliar shekel (USD4 miliar) dari pendapatan yang hilang pada tahun 2023 dan kemudian tahun depan mengisi kembali dana kompensasi pajak pemerintah yang dikosongkan dari 18 miliar shekel (USD4,9 miliar) untuk membayar biaya setelah perang pecah," tulis Bloomberg.
Penerbitan utang domestik Israel dilaporkan menyumbang lebih dari 80% dari total, karena menghadapi pasar yang "kurang ramah" di luar negeri. Biaya untuk mengasuransikan obligasi negara Israel terhadap default telah meningkat sekitar dua kali lipat sejak serangan Hamas 7 Oktober.
Pemerintah juga dilaporkan menggunakan entitas yang terdaftar di AS yang berafiliasi dengan Kementerian Keuangan untuk menjual obligasi yang mencapai rekor bulanan lebih dari USD1 miliar. Selain itu, mereka juga meminjam ke luar negeri melalui kesepakatan yang dinegosiasikan secara pribadi, dengan mengumpulkan total USD5,4 miliar sejak awal konflik.
"Kemampuan pembiayaan Negara Israel memungkinkan pemerintah untuk sepenuhnya dan optimal membiayai semua kebutuhannya," kata divisi akuntan umum kementerian itu.
Konflik Israel-Gaza yang kembali memanas sejak 7 Oktober, secara bersamaan telah meningkatkan pengeluaran Israel secara tajam untuk mendanai militer. Selain itu untuk memberikan bantuan kompensasi bisnis di dekat perbatasan dan keluarga korban dan sandera. Pada saat yang sama, pendapatan pajak telah melambat.
Akibatnya, Israel mencatat defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel pada bulan Oktober, sebuah lompatan besar dari 4,6 miliar pada bulan September dan mendorong defisit selama 12 bulan sebelumnya menjadi 2,6%.
Kementerian mengatakan, bakal terus membiayai kegiatan pemerintah, termasuk semua kebutuhan yang timbul dari perang dan bantuan ekonomi.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk membuka keran bantuan kepada mereka yang terkena dampak perang, yang diyakini para ekonom akan secara tajam mendorong rasio defisit dan utang terhadap PDB hingga 2024.
Sebanyak 14 ekonom yang disurvei oleh Reuters memproyeksikan Bank of Israel akan mempertahankan suku bunga acuannya (ILINR = ECI) pada 4,75% - level tertinggi sejak akhir 2006 - jelang pengumuman kebijakan pada hari Senin.
Dalam perjalannnya, bank sentral telah menaikkan suku bunga 10 kali berturut-turut dari 0,1% pada April 2022 sebelum berhenti pada Juli dan lagi pada Agustus dan Oktober.
"Ketika perang sedang berlangsung, mereka tidak akan menurunkan suku bunga karena mereka akan takut akan tekanan inflasi yang dapat didorong oleh perang," kata Ori Greenfeld, kepala ekonom di broker Psagot.
"Jadi mereka akan mempertahankannya di 4,75% dan akan memutuskan hanya setelah perang ke mana arah suku bunga," bebernya.
Pertemuan kebijakan berikutnya ditetapkan pada 1 Januari 2024 dan para ekonom percaya bahwa jika inflasi - sekarang di level 3,7% per tahun - menunjukkan tanda-tanda mereda, suku bunga dapat mulai menurun pada saat itu, meskipun banyak yang masih tergantung pada dampak perang.
Sementara pertumbuhan akan melambat karena suasana nasional yang suram dan ratusan ribu orang Israel dipanggil untuk tugas cadangan militer, ada kekurangan pekerja asing yang parah – Palestina dan Thailand – di sektor konstruksi dan pertanian, dan ini dapat membatasi pasokan dan menyebabkan lonjakan harga ketika permintaan kembali, kata para ekonom.
Ketika perang dimulai, shekel yang sudah babak belur telah melemah 6% lagi pada tahun 2023 dan meningkatkan kekhawatiran bank sentral bahwa inflasi bakal melonjak lebih tinggi. Gubernur Amir Yaron menyarankan bahwa bank kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga selama perang untuk menjaga stabilitas pasar, meskipun ada pukulan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dia mengatakan langkah-langkah yang diambil oleh bank sentral seperti pelonggaran moneter, dan bekerja dengan pemberi pinjaman untuk memungkinkan mereka yang terkena dampak konflik untuk menunda atau membekukan pembayaran pinjaman.
Sejauh ini pada bulan November, shekel telah berbalik arah – dibantu oleh penurunan dolar – dan telah naik 8% versus greenback ke tingkat yang lebih baik sebelum perang.
Dengan demikian, ekonom Morgan Stanley Georgi Deyanov memberikan peluang 40% untuk penurunan suku bunga 25-50 basis poin minggu depan. Akan tetapi Ia menyakini bank sentral "akan tetap berhati-hati dalam mempertimbangkan ketidakpastian yang sedang berlangsung tentang jalur konflik di masa depan, meskipun ada prospek gencatan senjata sementara".
Yaron, yang dijadwalkan untuk memberikan konferensi pers pada hari Senin, minggu ini telah menerima masa jabatan lima tahun kedua yang menghilangkan unsur ketidakpastian pasar tahun ini.
Mengutip Kementerian Keuangan seperti dilansir Bloomberg, konflik tersebut telah merugikan ekonomi Israel sekitar USD270 juta atau Rp4,1 triliun setiap hari. Pusat penasihat keuangan yang berbasis di Tel Aviv, Leader Capital Markets memperkirakan, bahwa, harga yang harus dibayarkan fiskal secara keseluruhan untuk 2023-2024 akan menjadi USD48 miliar.
Israel kemungkinan akan "berada di hook untuk dua pertiga dari total biaya," kata Leader, dimana Ia juga menambahkan, bahwa AS akan membayar sisanya.
Laporan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah Israel telah menerbitkan utang internasional dalam yen, euro, dan dolar AS melalui penempatan pribadi lewat bank-bank Wall Street seperti Goldman Sachs.
"Kami bergerak maju dengan skenario dasar yang merujuk beberapa bulan pertempuran dan telah bekerja di buffer tambahan," ungkap Kepala Akuntan Kementerian Keuangan Israel Yali Rothenberg.
"Kami mampu membiayai Negara Israel, bahkan dalam skenario yang lebih ekstrem daripada pertempuran saat ini," terangnya.
Pemerintah Israel secara signifikan, terus meningkatkan pengeluaran untuk mendanai militer dan isu-isu terkait konflik lainnya. Kondisi tersebut menyebabkan rekor defisit anggaran, yang bulan lalu menggelembung menjadi USD6 miliar, meningkat lebih dari tujuh kali lipat dibandingkan satu tahun lalu.
Kekurangan anggaran saat ini mencapai 2,6% dari PDB, dan Rothenberg mengatakan, masuk akal untuk memperkirakan defisit menjadi sekitar 9% dari output ekonomi tahunan negara itu selama dua tahun ke depan.
Menteri Keuangan Bezalel Smotrich telah mengajukan, perubahan anggaran untuk sisa tahun 2023 dengan peningkatan pengeluaran sebesar USD9,3 miliar yang sebagian besar akan dibiayai oleh utang.
"Israel juga harus menebus sekitar 15 miliar shekel (USD4 miliar) dari pendapatan yang hilang pada tahun 2023 dan kemudian tahun depan mengisi kembali dana kompensasi pajak pemerintah yang dikosongkan dari 18 miliar shekel (USD4,9 miliar) untuk membayar biaya setelah perang pecah," tulis Bloomberg.
Penerbitan utang domestik Israel dilaporkan menyumbang lebih dari 80% dari total, karena menghadapi pasar yang "kurang ramah" di luar negeri. Biaya untuk mengasuransikan obligasi negara Israel terhadap default telah meningkat sekitar dua kali lipat sejak serangan Hamas 7 Oktober.
Pemerintah juga dilaporkan menggunakan entitas yang terdaftar di AS yang berafiliasi dengan Kementerian Keuangan untuk menjual obligasi yang mencapai rekor bulanan lebih dari USD1 miliar. Selain itu, mereka juga meminjam ke luar negeri melalui kesepakatan yang dinegosiasikan secara pribadi, dengan mengumpulkan total USD5,4 miliar sejak awal konflik.
Utang Israel
Sebelumnya Kementerian Keuangan menerangkan, Israel telah mengumpulkan utang sekitar 30 miliar shekel atau USD7,8 miliar) sejak dimulainya perang dengan militan Hamas. Tercatat lebih dari setengah yakni 16 miliar shekel adalah utang berdenominasi dolar."Kemampuan pembiayaan Negara Israel memungkinkan pemerintah untuk sepenuhnya dan optimal membiayai semua kebutuhannya," kata divisi akuntan umum kementerian itu.
Konflik Israel-Gaza yang kembali memanas sejak 7 Oktober, secara bersamaan telah meningkatkan pengeluaran Israel secara tajam untuk mendanai militer. Selain itu untuk memberikan bantuan kompensasi bisnis di dekat perbatasan dan keluarga korban dan sandera. Pada saat yang sama, pendapatan pajak telah melambat.
Akibatnya, Israel mencatat defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel pada bulan Oktober, sebuah lompatan besar dari 4,6 miliar pada bulan September dan mendorong defisit selama 12 bulan sebelumnya menjadi 2,6%.
Kementerian mengatakan, bakal terus membiayai kegiatan pemerintah, termasuk semua kebutuhan yang timbul dari perang dan bantuan ekonomi.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk membuka keran bantuan kepada mereka yang terkena dampak perang, yang diyakini para ekonom akan secara tajam mendorong rasio defisit dan utang terhadap PDB hingga 2024.
Suku Bunga
Bank sentral Israel diperkirakan akan membiarkan suku bunga jangka pendek tidak berubah minggu depan untuk menjadi pertemuan keempat berturut-turut. Hal itu diprediksi akan dilakukan bank sentral demi menjaga stabilitas keuangan dan mencegah kenaikan inflasi akibat perang dengan Hamas, yang telah menimbulkan kekhawatiran pasokan.Sebanyak 14 ekonom yang disurvei oleh Reuters memproyeksikan Bank of Israel akan mempertahankan suku bunga acuannya (ILINR = ECI) pada 4,75% - level tertinggi sejak akhir 2006 - jelang pengumuman kebijakan pada hari Senin.
Dalam perjalannnya, bank sentral telah menaikkan suku bunga 10 kali berturut-turut dari 0,1% pada April 2022 sebelum berhenti pada Juli dan lagi pada Agustus dan Oktober.
"Ketika perang sedang berlangsung, mereka tidak akan menurunkan suku bunga karena mereka akan takut akan tekanan inflasi yang dapat didorong oleh perang," kata Ori Greenfeld, kepala ekonom di broker Psagot.
"Jadi mereka akan mempertahankannya di 4,75% dan akan memutuskan hanya setelah perang ke mana arah suku bunga," bebernya.
Pertemuan kebijakan berikutnya ditetapkan pada 1 Januari 2024 dan para ekonom percaya bahwa jika inflasi - sekarang di level 3,7% per tahun - menunjukkan tanda-tanda mereda, suku bunga dapat mulai menurun pada saat itu, meskipun banyak yang masih tergantung pada dampak perang.
Sementara pertumbuhan akan melambat karena suasana nasional yang suram dan ratusan ribu orang Israel dipanggil untuk tugas cadangan militer, ada kekurangan pekerja asing yang parah – Palestina dan Thailand – di sektor konstruksi dan pertanian, dan ini dapat membatasi pasokan dan menyebabkan lonjakan harga ketika permintaan kembali, kata para ekonom.
Ketika perang dimulai, shekel yang sudah babak belur telah melemah 6% lagi pada tahun 2023 dan meningkatkan kekhawatiran bank sentral bahwa inflasi bakal melonjak lebih tinggi. Gubernur Amir Yaron menyarankan bahwa bank kemungkinan akan menunda penurunan suku bunga selama perang untuk menjaga stabilitas pasar, meskipun ada pukulan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dia mengatakan langkah-langkah yang diambil oleh bank sentral seperti pelonggaran moneter, dan bekerja dengan pemberi pinjaman untuk memungkinkan mereka yang terkena dampak konflik untuk menunda atau membekukan pembayaran pinjaman.
Sejauh ini pada bulan November, shekel telah berbalik arah – dibantu oleh penurunan dolar – dan telah naik 8% versus greenback ke tingkat yang lebih baik sebelum perang.
Dengan demikian, ekonom Morgan Stanley Georgi Deyanov memberikan peluang 40% untuk penurunan suku bunga 25-50 basis poin minggu depan. Akan tetapi Ia menyakini bank sentral "akan tetap berhati-hati dalam mempertimbangkan ketidakpastian yang sedang berlangsung tentang jalur konflik di masa depan, meskipun ada prospek gencatan senjata sementara".
Yaron, yang dijadwalkan untuk memberikan konferensi pers pada hari Senin, minggu ini telah menerima masa jabatan lima tahun kedua yang menghilangkan unsur ketidakpastian pasar tahun ini.
(akr)