Menatap Tahun Baru 2024, Berikut Tips Kelola Keuangan dari BEI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan tips bagi investor untuk mengelola keuangan pada akhir tahun. Menatap akhir 2023, sebagian orang melakukan liburan atau merencanakan kegiatan akhir tahun bersama keluarga atau teman.
Momen ini dapat digunakan untuk menyusun perencanaan keuangan sehingga tercipta manajemen finansial yang baik. Berdasarkan catatan BEI, berikut adalah tips mengelola keuangan di akhir 2023.
Selanjutnya investor perlu menghitung berapa persen dana yang telah disimpan dalam bentuk tabungan dan berapa besar dana yang sudah diinvestasikan.
Sementara itu, 30% sisanya dapat dikeluarkan masing-masing 10% untuk dana sosial, 10% untuk tabungan dana darurat, dan 10% untuk tabungan serta perlindungan dana jangka panjang. Dana sosial cukup dialokasikan sebesar 10% untuk membayar sumbangan/zakat, membantu orang tua, keluarga atau teman, yayasan, dan lain-lain.
Lalu, untuk 10% yang kedua dapat disimpan dalam bentuk tabungan di bank sampai jumlahnya mencukupi sekitar 6-10 kali biaya dan gaya hidup. Sebagai contoh, jika investor memiliki penghasilan per bulan sebesar Rp10 juta dan biaya hidup sebesar Rp7 juta, maka tabungan dana darurat yang harus dimiliki adalah sebesar Rp70 juta.
Oleh karena itu, jika suatu saat terjadi musibah yang tidak diinginkan, maka masih memiliki Tabungan yang dapat digunakan untuk bertahan hidup selama sepuluh bulan hingga mendapatkan pekerjaan baru.
Kemudian, bagi para pebisnis atau pedagang jika kembali terjadi PPKM seperti pada saat masa pandemi, maka mereka sudah memiliki tabungan yang dapat bertahan selama 10 bulan hingga situasi kembali kondusif untuk memulai usaha.
Maka dari itu, tabungan memiliki fungsi yang vital untuk menyimpan dana darurat dan untuk menyimpan dana untuk kebutuhan biaya dan gaya hidup.
Selanjutnya, 10% yang ketiga dapat dialokasikan untuk dana jangka panjang yang kebutuhannya di atas 10 tahun, seperti dana pensiun, biaya kuliah anak, dan biaya kesehatan di masa tua.
Selain itu, dana tersebut dapat dialokasikan untuk membeli produk proteksi atau asuransi. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan ini terdapat lima risiko yang akan selalu mengancam, yaitu sakit, kecelakaan, cacat, meninggal dunia, dan tua.
Hal ini dilakukan agar alokasi dana investasi dapat meningkat seiring dengan kenaikan penghasilan. Dana investasi bisa diambil dari 10% penghasilan apabila kebutuhan dana darurat sudah tercukupi dan juga dapat diambil dari 10% alokasi dana tabungan jangka panjang jika kebutuhan asuransi sudah terpenuhi.
Ketika memilih produk investasi, maka investor disarankan memilih produk dari yang risikonya lebih rendah, seperti obligasi ritel (ORI), surat utang syariah (SUKRI), reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, ataupun aset investasi lainnya, seperti emas.
Kemudian, apabila investor sudah memiliki tambahan dana investasi, maka dapat mulai berinvestasi di aset yang memberikan imbal hasil dan risiko yang lebih tinggi, seperti saham ataupun reksa dana saham.
Lalu, investor juga dapat mempelajari terkait produk-produk derivatif seperti kontrak opsi saham ataupun jenis produk derivatif lainnya sebelum memutuskan untuk membeli produk tersebut.
Hal ini dikarenakan semakin besar potensi keuntungan sebuah produk investasi, maka akan semakin besar pula risiko dari produk investasi tersebut.
Akan tetapi, semakin panjang waktu investasi, maka akan semakin kecil pula risiko kerugiannya karena umumnya siklus investasi yang berisiko tinggi akan naik nilainya dalam jangka panjang. Hal ini didorong semakin menguatnya kinerja keuangan perusahaan-perusahaan yang underlying asset-nya dibeli oleh investor di pasar modal.
Jika seorang investor sudah memiliki perlindungan atas risiko-risiko kehidupan dan memiliki tabungan dana darurat, maka tidak perlu terburu-buru untuk menjual produk investasinya di saat harga atau nilai produknya sedang turun. Dana inilah yang nantinya akan menjadi dana masa depan, seperti dana pensiun, biaya kuliah, dan dana jangka panjang lainnya.
“Jadi perlu diingat bahwa dana masa depan harus diproteksi sebesar nilai aset yang kita miliki, dengan alokasi biaya sekitar 10% dari penghasilan. Sehingga 90% dana kita akan aman dari risiko cut loss akibat 'Butuh Uang'," tulis BEI dalam catatannya, Jumat (22/12/2023).
Sebagai contoh, jika investor mau mengumpulkan Rp100 juta dalam 10 tahun dengan menabung 10 juta per tahun untuk biaya kuliah anak, maka bisa saja 10 tahun kemudian biaya kuliah sudah naik menjadi Rp200 juta. Sehingga pada akhirnya tidak mampu untuk membiayai kuliah anak, walaupun sudah menabung selama 10 tahun.
Produk investasi tentunya memberikan potensi bagi hasil di atas bunga tabungan dan di atas rata-rata inflasi. Potensi bagi hasil tersebut dapat menjaga nilai kekayaan yang dimiliki tetap sama atau bahkan lebih tinggi tanpa tergerus inflasi.
Hal tersebut dapat terelisasi asalkan disimpan dalam jangka panjang dan tidak diambil sewaktu-waktu untuk memenuhi kebutuhan darurat. Apabila diambil di luar jangka waktu yang telah direncanakan, maka bisa jadi nilai investasi tersebut sedang tidak baik atau sedang turun.
Momen ini dapat digunakan untuk menyusun perencanaan keuangan sehingga tercipta manajemen finansial yang baik. Berdasarkan catatan BEI, berikut adalah tips mengelola keuangan di akhir 2023.
1. Evaluasi
Pertama adalah mengevaluasi terlebih dahulu bagaimana pengelolaan keuangan selama tahun 2023. Apakah sudah sesuai dengan teori perencanaan keuangan yang ideal, atau justru berbalik arah.Selanjutnya investor perlu menghitung berapa persen dana yang telah disimpan dalam bentuk tabungan dan berapa besar dana yang sudah diinvestasikan.
2. Konsep 70:30
Konsep ideal, menurut BEI, dalam mengelola keuangan adalah dengan mengalokasikan penghasilan yang diperoleh dengan menggunakan rumus 70:30. Rumus tersebut memiliki aturan, yaitu investor hanya dapat menggunakan sebesar 70% dari penghasilan untuk biaya dan gaya hidup.Sementara itu, 30% sisanya dapat dikeluarkan masing-masing 10% untuk dana sosial, 10% untuk tabungan dana darurat, dan 10% untuk tabungan serta perlindungan dana jangka panjang. Dana sosial cukup dialokasikan sebesar 10% untuk membayar sumbangan/zakat, membantu orang tua, keluarga atau teman, yayasan, dan lain-lain.
Lalu, untuk 10% yang kedua dapat disimpan dalam bentuk tabungan di bank sampai jumlahnya mencukupi sekitar 6-10 kali biaya dan gaya hidup. Sebagai contoh, jika investor memiliki penghasilan per bulan sebesar Rp10 juta dan biaya hidup sebesar Rp7 juta, maka tabungan dana darurat yang harus dimiliki adalah sebesar Rp70 juta.
Oleh karena itu, jika suatu saat terjadi musibah yang tidak diinginkan, maka masih memiliki Tabungan yang dapat digunakan untuk bertahan hidup selama sepuluh bulan hingga mendapatkan pekerjaan baru.
Kemudian, bagi para pebisnis atau pedagang jika kembali terjadi PPKM seperti pada saat masa pandemi, maka mereka sudah memiliki tabungan yang dapat bertahan selama 10 bulan hingga situasi kembali kondusif untuk memulai usaha.
Maka dari itu, tabungan memiliki fungsi yang vital untuk menyimpan dana darurat dan untuk menyimpan dana untuk kebutuhan biaya dan gaya hidup.
Selanjutnya, 10% yang ketiga dapat dialokasikan untuk dana jangka panjang yang kebutuhannya di atas 10 tahun, seperti dana pensiun, biaya kuliah anak, dan biaya kesehatan di masa tua.
Selain itu, dana tersebut dapat dialokasikan untuk membeli produk proteksi atau asuransi. Hal ini dikarenakan dalam kehidupan ini terdapat lima risiko yang akan selalu mengancam, yaitu sakit, kecelakaan, cacat, meninggal dunia, dan tua.
3. Investasi
Setelah tabungan dana darurat telah dialokasikan sesuai dengan aturan rumus ideal tersebut, maka kelebihan dananya dapat dialokasikan untuk membeli produk-produk investasi.Hal ini dilakukan agar alokasi dana investasi dapat meningkat seiring dengan kenaikan penghasilan. Dana investasi bisa diambil dari 10% penghasilan apabila kebutuhan dana darurat sudah tercukupi dan juga dapat diambil dari 10% alokasi dana tabungan jangka panjang jika kebutuhan asuransi sudah terpenuhi.
Ketika memilih produk investasi, maka investor disarankan memilih produk dari yang risikonya lebih rendah, seperti obligasi ritel (ORI), surat utang syariah (SUKRI), reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, ataupun aset investasi lainnya, seperti emas.
Kemudian, apabila investor sudah memiliki tambahan dana investasi, maka dapat mulai berinvestasi di aset yang memberikan imbal hasil dan risiko yang lebih tinggi, seperti saham ataupun reksa dana saham.
Lalu, investor juga dapat mempelajari terkait produk-produk derivatif seperti kontrak opsi saham ataupun jenis produk derivatif lainnya sebelum memutuskan untuk membeli produk tersebut.
4. Catatan Investasi
Perlu diingat bahwa tabungan berbeda dengan investasi. Di satu sisi, tabungan akan memberikan pendapatan bunga yang pasti dan pokoknya akan terjaga utuh. Di sisi lain, investasi memiliki risiko untuk kehilangan dana pokok atau modal investasi.Hal ini dikarenakan semakin besar potensi keuntungan sebuah produk investasi, maka akan semakin besar pula risiko dari produk investasi tersebut.
Akan tetapi, semakin panjang waktu investasi, maka akan semakin kecil pula risiko kerugiannya karena umumnya siklus investasi yang berisiko tinggi akan naik nilainya dalam jangka panjang. Hal ini didorong semakin menguatnya kinerja keuangan perusahaan-perusahaan yang underlying asset-nya dibeli oleh investor di pasar modal.
Jika seorang investor sudah memiliki perlindungan atas risiko-risiko kehidupan dan memiliki tabungan dana darurat, maka tidak perlu terburu-buru untuk menjual produk investasinya di saat harga atau nilai produknya sedang turun. Dana inilah yang nantinya akan menjadi dana masa depan, seperti dana pensiun, biaya kuliah, dan dana jangka panjang lainnya.
“Jadi perlu diingat bahwa dana masa depan harus diproteksi sebesar nilai aset yang kita miliki, dengan alokasi biaya sekitar 10% dari penghasilan. Sehingga 90% dana kita akan aman dari risiko cut loss akibat 'Butuh Uang'," tulis BEI dalam catatannya, Jumat (22/12/2023).
5. Perbedaan Tabungan dan Investasi
Mengapa semua dana masa depan tersebut tidak disimpan saja di tabungan? Jawabannya adalah karena ada inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi setiap tahun.Sebagai contoh, jika investor mau mengumpulkan Rp100 juta dalam 10 tahun dengan menabung 10 juta per tahun untuk biaya kuliah anak, maka bisa saja 10 tahun kemudian biaya kuliah sudah naik menjadi Rp200 juta. Sehingga pada akhirnya tidak mampu untuk membiayai kuliah anak, walaupun sudah menabung selama 10 tahun.
Produk investasi tentunya memberikan potensi bagi hasil di atas bunga tabungan dan di atas rata-rata inflasi. Potensi bagi hasil tersebut dapat menjaga nilai kekayaan yang dimiliki tetap sama atau bahkan lebih tinggi tanpa tergerus inflasi.
Hal tersebut dapat terelisasi asalkan disimpan dalam jangka panjang dan tidak diambil sewaktu-waktu untuk memenuhi kebutuhan darurat. Apabila diambil di luar jangka waktu yang telah direncanakan, maka bisa jadi nilai investasi tersebut sedang tidak baik atau sedang turun.
(akr)