Pantas AS Geram, Teror Laut Merah Bisa Bikin Semua Harga Jadi Mahal

Selasa, 26 Desember 2023 - 08:39 WIB
loading...
Pantas AS Geram, Teror Laut Merah Bisa Bikin Semua Harga Jadi Mahal
Gangguan kapal kargo di Laut Merah karena serangan militan Houthi dari Yaman, menyebabkan pengirim global mengalihkan kapal yang berpotensi memicu kenaikan harga barang. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Gangguan kapal kargo di Laut Merah karena serangan militan Houthi dari Yaman, menyebabkan perusahaan pengiriman global mengalihkan kapal yang berpotensi memicu kenaikan harga barang. Pada akhirnya gangguan besar perdagangan global dapat mengancam tren inflasi yang belakangan sudah kembali ke level normal.



Serangan terhadap kapal-kapal di sepanjang rute utama melalui Terusan Suez telah memaksa perusahaan kargo untuk mengalihkan pengiriman, meningkatkan biaya pengiriman secara tajam dan membuat harga-harga menjadi lebih tinggi untuk segala hal mulai dari minyak, elektronik hingga furnitur.

"Jika ini terus berlanjut, kita akan melihat peningkatan biaya pengiriman yang ditumpuk ke harga barang," ujar Rob Handfield, profesor operasi dan manajemen rantai pasokan di North Carolina State University kepada ABC News.

"Hal ini terjadi ketika kita melihat inflasi terkendali, mudah-mudahan ini tidak akan menjadi kekuatan lain untuk meningkatkannya lagi," tambah Handfield.



Sementara itu pakar lain mengatakan sebaliknya, menurutnya implikasi serangan laut merah terhadap harga-harga tidak terlalu besar. Diklaim bahwa industri perkapalan dapat mengatasi hal itu, dan menekan dampaknya sehingga sedikit efek yang dirasakan oleh konsumen.

Sejak Oktober, milisi Houthi yang berbasis di Yaman telah meluncurkan lebih dari 100 serangan yang menargetkan setidaknya 10 kapal dagang, menurut sebuah pernyataan dari Pentagon.

Menunjukkan pentingnya gangguan tersebut, AS meluncurkan satuan tugas internasional minggu ini yang bertujuan untuk menjaga daerah tersebut dari serangan semacam itu.

Houthi telah menargetkan kapal-kapal komersial yang melakukan perjalanan melalui Laut Merah ketika mereka mendekati Terusan Suez, yang menurut Institut Angkatan Laut AS memfasilitasi sekitar 12% dari lalu lintas pengiriman global.

Perusahaan pelayaran besar seperti MSC, Maersk dan Hapag-Lloyd, serta raksasa minyak Inggris BP, telah menanggapi serangan itu dengan mengalihkan kapal mereka ke rute alternatif.

Kargo yang dialihkan dari Terusan Suez biasanya melakukan perjalanan di sekitar ujung selatan Afrika. Pilihan tersebut memperpanjang waktu perjalanan sekitar 30%, diungkapkan oleh Jason Miller, seorang profesor manajemen rantai pasokan di Michigan State University.

"Waktu perjalanan yang meningkat telah menekan pasokan kapal, karena rute yang lebih panjang berarti lebih sedikit kapal yang tersedia untuk membawa barang pada waktu tertentu," kata Miller.

Kemacetan itu, tambahnya, telah mendorong kenaikan tarif jangka pendek yang dikenal sebagai harga spot, yang dinegosiasikan perusahaan untuk pengangkutan barang-barang mereka. "Kami akan mulai melihat harga spot itu meningkat sangat cepat," kata Miller.

Harganya telah mencapai setinggi USD10.000 untuk kapal kontainer 40 kaki, naik dari sekitar USD2.400 minggu lalu, berdasarkan laporan CNBC pada hari Kamis.

Gangguan ini diyakini memiliki implikasi signifikan bagi harga minyak, karena Terusan Suez adalah rute pengiriman penting untuk minyak mentah yang datang dari Timur Tengah, kata para ahli.

Harga minyak memainkan peran langsung dalam harga bensin dan faktor tidak langsung ke dalam biaya yang terkait dengan pengiriman barang. Harga minyak mentah Brent, yang menjadi metrik industri utama, telah naik sekitar 3% minggu ini.

Krisis di Laut Merah juga dapat meningkatkan harga untuk berbagai produk konsumen yang diimpor dari negara-negara di Asia Tenggara, seperti India dan Vietnam, karena barang-barang itu melakukan perjalanan melalui Terusan Suez.

Produk unggulan yang diimpor ke AS (Amerika Serikat) dari India sepanjang tahun ini termasuk di antaranya panel surya, seprai, furnitur kayu, udang, dan madu, menurut data sensus AS.

"Ini bisa memicu efek domino yang pada akhirnya akan mendorong harga naik," ungkap profesor di UCLA Anderson School of Management, Christopher Tang yang berfokus pada rantai pasokan.

Namun, beberapa ahli mengungkapkan gangguan perdagangan tidak berpengaruh besar pada harga-harga di AS. Musim liburan dengan lalu lintas tinggi hampir berakhir, kata Miller, yang berarti produk-produk itu telah dikirim.

Plus, ia menambahkan, barang-barang impor hanya membentuk 11% dari belanja konsumen AS, mengutip data dari Federal Reserve San Francisco. "Ini bisa memiliki dampak, tapi sangat kecil," kata Miller.

Meski begitu, para ahli mengakui bahwa hasil konflik di Laut Merah masih belum jelas. Perang regional yang lebih luas dapat mengintensifkan efek potensial pada harga, sementara resolusi cepat terhadap serangan Houthi dapat mengurangi risiko inflasi.

"Masih terlalu dini untuk membuat prediksi tentang bagaimana ini terjadi. Ada begitu banyak ketidakpastian," kata Miller.

Sementara itu beberapa produsen sudah merasakan dampaknya dari teror Laut Merah. Salah satunya raksasa furnitur Swedia IKEA mengumumkan minggu ini bahwa mereka sedang menjajaki opsi untuk mengamankan ketersediaan produknya, terutama yang dikirim melalui Laut Merah dan Terusan Suez dari pabrik-pabrik Asia ke pasar Barat.

Awal pekan ini, group pelayaran asal Denmark, Maersk mengatakan, telah mengalihkan kapal-kapal mereka di sekitar Afrika melalui Tanjung Harapan karena meningkatnya risiko serangan, mengurangi kapasitas efektif perjalanan Asia-Eropa sebesar 25%.

Perusahaan transportasi Jerman, Hapag-Lloyd juga mengikutinya. Namun, pengiriman kapal di sekitar Afrika meningkatkan perjalanan pulang pergi hampir dua setengah minggu, yang pasti menurunkan kapasitas pengiriman dan meningkatkan biaya.

Terusan Suez adalah arteri dan transportasi vital yang menangani sekitar 15% aktivitas pengiriman dunia, termasuk hampir 30% perdagangan peti kemas global. Serangan baru-baru ini, yang terjadi di tengah perang Israel-Hamas, telah memicu darurat perdagangan dan pengiriman baru.

Hal ini mengingatkan pada insiden 2021 di mana salah satu kapal kontainer terbesar memblokir kanal selama enam hari, mengakibatkan kerugian per harinya mencapai USD9,6 miliar untuk perdagangan global.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1686 seconds (0.1#10.140)