Ekonom: Somasi pada Produsen Rokok Salah Salah Kaprah

Sabtu, 17 Maret 2018 - 08:47 WIB
Ekonom: Somasi pada Produsen Rokok Salah Salah Kaprah
Ekonom: Somasi pada Produsen Rokok Salah Salah Kaprah
A A A
JAKARTA - Somasi yang dilayangkan Rohayani, seorang pecandu rokok, kepada PT Gudang Garam Tbk dan PT Djarum dinilai salah kaprah. Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, somasi dengan tuntutan ganti rugi mencapai Rp1 triliun lebih itu tidak pada tempatnya.

Enny menyampaikan, seorang perokok tidak pernah dipaksa untuk merokok oleh produsen. Produk rokok itu sendiri termasuk barang yang dikendalikan supaya tidak bebas dikonsumsi.

"Pengendalian dilakukan lewat cukai yang dikenakan kepada produsen rokok. Di samping itu, ada keharusan mencantumkan peringatan bahaya kesehatan dalam setiap kemasan rokok," kata Enny di Jakarta, Jumat (16/3/2018).

Enny memandang, adanya pengendalian konsumsi rokok lewat penarikan cukai menunjukkan tidak ada unsur paksaan untuk menghisap rokok. Selain itu, terhadap perokoknya sendiri juga dilakukan pengaturan, antara lain lewat ketentuan menghisap rokok hanya di ruangan tertentu.

"Biaya pengaturan bagi perokok itu diambilkan dari cukai yang dikenakan kepada produsen rokok," jelasnya.

Karena itu, ekonom yang intens mengikuti isu pertembakauan ini menganggap tindakan Rohayani mensomasi perusahaan rokok tidak tepat. Apalagi dengan alasan rokok yang dia hisap selama puluhan tahun telah membuatnya kecanduan serta mengalami penurunan kesehatan dan kualitas hidup.

Menurut Enny, seorang perokok yang sakit karena terpapar rokok, sementara sudah diperingatkan di luar kemasan tentang bahaya rokok, merupakan kesalahan sendiri.

"Itu risiko dia merokok. Masalah terpapar sakit akibat rokok adalah salah si perokok yang masih mau merokok padahal harga rokok dikenai cukai dan ada peringatan bahaya merokok," cetusnya.

Dia menambahkan, masih banyak masalah lain terkait isu tembakau yang lebih penting diperhatikan. Di antaranya, berkenaan dengan pro kontra berkepanjangan terhadap RUU Pertembakauan yang sudah lama dibahas di DPR.

"Selama ini banyak orang memandang isu tembakau hanya dari satu sisi, misal aspek kesehatan saja. Padahal, ada aspek penerimaan negara dalam bentuk cukai, ada kepentingan industri, ada kepentingan petani tembakau, dan jutaan tenaga kerja yang juga harus diperhatikan," ujarnya.

Enny mengatakan, saat ini ada kecenderungan melihat industri rokok dalam kaca mata hitam putih. Kelompok anti tembakau menganggap tembakau hanya akan merusak kesehatan, bahkan merusak generasi masa depan. Mestinya, lanjut Enny, semua kepentingan itu dilihat dalam kerangka jangka panjang, mengacu pada roadmap industri yang disusun pemerintah melalui Kementerian Perindustrian.

"Sayangnya, hal ini tidak pernah dibahas serius. Akhirnya, ada kelompok tertentu yang menilai tembakau begitu buruk. Mungkin somasi kepada perusahaan rokok merupakan bagian dari itu," pungkasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.1074 seconds (0.1#10.140)