Pede Ekonomi Indonesia di 2023 Tumbuh Tembus 5%, Berikut Alasan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di tengah ketidakpastian dan pelemahan ekonomi global, perekonomian Indonesia cukup resilien. Pertumbuhan ekonomi sampai dengan kuartal ketiga 2023 tercatat 5,05% (ytd), terutama ditopang oleh permintaan domestik yang masih kuat dan inflasi yang terkendali serta didukung kebijakan fiskal Pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan , Febrio Kacaribu mengatakan, di tengah tantangan global yang masih tinggi, kita bersyukur bahwa Indonesia berhasil menavigasi perekonomian dengan cukup baik. Tidak banyak negara-negara di dunia yang mampu tumbuh di atas 5%, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu tumbuh kuat.
"Hingga akhir tahun 2023, Pemerintah optimis perekonomian Indonesia akan berada di atas 5%. Tentunya ini menjadi capaian yang perlu diapresiasi dan dipertahankan, namun tidak mengurangi kewaspadaan kita untuk tahun 2024 yang masih akan penuh tantangan,” ujar Febrio dalam keterangan resminya, Rabu (3/1/2024).
Aktivitas investasi juga dalam tren menguat, didukung oleh progres penyelesaian proyek-proyek strategis nasional (PSN). Dari sisi produksi, sektor-sektor utama tumbuh positif, terutama manufaktur yang tumbuh 5,2% pada triwulan III, didukung kuatnya permintaan domestik.
Masih kuatnya permintaan domestik juga mendorong kinerja sektor-sektor pendukung pariwisata, seperti transportasi dan akomodasi makan minum yang tumbuh double digit.
Kombinasi pengetatan kebijakan moneter di banyak negara, meningkatnya tensi geopolitik serta fenomena El Nino berdampak negatif pada kinerja ekonomi global. Pertumbuhan global tahun 2023 diperkirakan melambat signifikan ke 3,0% dari sebelumnya 3,5% tahun 2022 (WEO IMF, Oktober 2023).
Perekonomian AS memang masih cukup resilien, namun dihadapkan pada tekanan fiskal yang terus meningkat. Perekonomian Eropa tumbuh sangat lemah, terutama Jerman yang sudah mengalami kontraksi dalam beberapa kuartal terakhir.
Sementara itu, Tiongkok menghadapi tren perlambatan dengan persoalan di sektor properti, utang Pemerintah daerah, serta persoalan struktural terkait ageing dan tingginya pengangguran kelompok muda. Dampak perang dagang dengan AS juga menjadi downside risk yang harus terus dihadapi Tiongkok ke depan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan , Febrio Kacaribu mengatakan, di tengah tantangan global yang masih tinggi, kita bersyukur bahwa Indonesia berhasil menavigasi perekonomian dengan cukup baik. Tidak banyak negara-negara di dunia yang mampu tumbuh di atas 5%, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu tumbuh kuat.
"Hingga akhir tahun 2023, Pemerintah optimis perekonomian Indonesia akan berada di atas 5%. Tentunya ini menjadi capaian yang perlu diapresiasi dan dipertahankan, namun tidak mengurangi kewaspadaan kita untuk tahun 2024 yang masih akan penuh tantangan,” ujar Febrio dalam keterangan resminya, Rabu (3/1/2024).
Aktivitas investasi juga dalam tren menguat, didukung oleh progres penyelesaian proyek-proyek strategis nasional (PSN). Dari sisi produksi, sektor-sektor utama tumbuh positif, terutama manufaktur yang tumbuh 5,2% pada triwulan III, didukung kuatnya permintaan domestik.
Masih kuatnya permintaan domestik juga mendorong kinerja sektor-sektor pendukung pariwisata, seperti transportasi dan akomodasi makan minum yang tumbuh double digit.
Kombinasi pengetatan kebijakan moneter di banyak negara, meningkatnya tensi geopolitik serta fenomena El Nino berdampak negatif pada kinerja ekonomi global. Pertumbuhan global tahun 2023 diperkirakan melambat signifikan ke 3,0% dari sebelumnya 3,5% tahun 2022 (WEO IMF, Oktober 2023).
Perekonomian AS memang masih cukup resilien, namun dihadapkan pada tekanan fiskal yang terus meningkat. Perekonomian Eropa tumbuh sangat lemah, terutama Jerman yang sudah mengalami kontraksi dalam beberapa kuartal terakhir.
Sementara itu, Tiongkok menghadapi tren perlambatan dengan persoalan di sektor properti, utang Pemerintah daerah, serta persoalan struktural terkait ageing dan tingginya pengangguran kelompok muda. Dampak perang dagang dengan AS juga menjadi downside risk yang harus terus dihadapi Tiongkok ke depan.