Gali Potensi Kerja Sama Ekonomi RI dengan Rusia dan Iran

Jum'at, 27 April 2018 - 10:59 WIB
Gali Potensi Kerja Sama Ekonomi RI dengan Rusia dan Iran
Gali Potensi Kerja Sama Ekonomi RI dengan Rusia dan Iran
A A A
JAKARTA - Indonesia berencana Tingkatkan Ekonomi dengan Rusia dan Iran. Hal ini dikarenakan Rusia menjadi untapped market yang potensial bagi produk ekspor Indonesia, karena meliputi juga pasar Eurasian Economic Union (EAEU). Selain itu, banyak investor Rusia yang berminat investasi di Indonesia, terutama di sektor infrastuktur dan energi.

“Jangan lupakan juga wisatawan Rusia yang berkunjung ke Indonesia. Pada tahun 2017, jumlah wisatawan asal Rusia mencapai 110 ribu orang, (dengan) Bali sebagai destinasi favorit. Ini akan terus meningkat seiring dengan gencarnya berbagai promosi yang dilakukan oleh Indonesia”, ujar Plt Asisten Deputi Kerjasama Ekonomi Eropa Afrika Timur Tengah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Bobby Siagian dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (27/4/2018).

Sambung dia menerangkan, Rusia merupakan sumber alternatif pengadaan alutsista bagi Indonesia. Serta menjadi alternatif sumber ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, termasuk kerjasama transfer teknologi dan pengadaan alutsista.

"Produk Indonesia yang diekspor ke Rusia selama ini memang masih didominasi oleh minyak kelapa sawit dan mesin. Kalau menelisik lebih jauh, jenis barang yang paling tinggi peningkatannya justru adalah produk teh dan kopi dengan pertumbuhan diatas 110%, serta mesin listrik sebesar 80%,” katanya.

Peluang investasi Rusia di Indonesia yang mengemuka di antaranya pembangunan kilang minyak refinery di Tuban antara Pertamina dengan Rosneft dengan perkiraan nilai investasi Rp200 triliun. Selain itu proyek kereta api Kalimantan Timur untuk mengangkut hasil pertambangan batu bara ke pelabuhan-pelabuhan, juga potensi pembangunan smelter alumunium dan nikel.

Didit lantas mengidentifikasi hambatan yang biasanya muncul dalam proses berbisnis dengan Rusia dalam skema business to business. Pertama adalah keterbatasan penguasaaan bahasa kedua pihak. Selain itu pengenalan budaya, persepsi dan stigma antar pengusaha terkadang kurang pas merefleksikan keadaan yang sesungguhnya.

"Hal lain adalah keterbatasan terhadap akses informasi pasar, serta masih adanya sejumlah aturan yang belum mencerminkan semangat kemudahan berusaha yang berlaku di kedua Negara," tukasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7998 seconds (0.1#10.140)