Pengusaha Minta Cuti Lebaran Tetap 4 Hari

Kamis, 03 Mei 2018 - 08:01 WIB
Pengusaha Minta Cuti Lebaran Tetap 4 Hari
Pengusaha Minta Cuti Lebaran Tetap 4 Hari
A A A
JAKARTA - Di tengah sorotan dari berbagai pihak, pemerintah dalam waktu dekat akan merevisi aturan cuti bersama Lebaran yang sebelumnya telah ditetapkan dalam surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. Para pengusaha ngotot tak perlu ada tambahan cuti alias cukup 4 hari saja.

Keluhan dan kritikan atas ditetapkannya SKB tiga menteri sebelumnya disampaikan sejumlah kalangan pengusaha. Mereka menilai, SKB baru tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2018 tersebut dipastikan banyak memengaruhi produktivitas usaha mereka. Di kala situasi ekonomi yang belum stabil saat ini.

Cuti bersama Lebaran sebelumnya ditetapkan pada tanggal 13, 14, 18, dan 19 Juni 2018. Lalu pada SKB yang baru, cuti ditambah tiga hari menjadi tanggal 11, 12, 13, 14, 18, 19 dan 20 Juni 2018. Tak hanya berlaku bagi pegawai swasta, SKB ini juga berlaku bagi kalangan TNI, POLRI, dan BUMN. Pemerintah berharap, dengan libur yang lebih panjang maka ancaman kemacetan lalu lintas saat mudik bisa dihindari.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan bahwa kebijakan penambahan cuti bersama Lebaran dari empat hari menjadi tujuh hari tersebut akan mengurangi beberapa hal penting dalam dunia usaha. Pihaknya menginginkan agar cuti bersama Lebaran tetap dilakukan sama seperti tahun lalu. Keberatan adanya penambahan cuti ini sebelumnya juga diugkapkan sejumlah pengusaha di berbagai daerah. "Seperti tahun lalu saja. Cuti Lebaran empat hari itu sudah lebih dari cukup. Kalau ditambah tiga hari lagi, yang ada bebannya jadi nambah," ujarnya.

Sinyal akan adanya revisi juga disampaikan langsung Presiden Joko Widodo kepada sejumlah pimpinan media massa nasional di Istana Bogor, Kamis (26/4). “Kita ini kan Kabinet Kerja, jadi sebaiknya jangan libur terlalu panjang,” kata Presiden.

Namun hingga kemarin pemerintah masih belum final dalam merespons keluhan para pengusaha ini. Pemerintah seperti dikatakan Menteri Koordinator (Menko) bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani masih mengkaji dampak dari penambahan cuti bersama. Hasil revisi ini rencananya akan diputuskan maksimal dua pekan ini atau sebelum bulan Ramadan. Soal bentuk kebijakan baru ini apakah ditetapkan dalam peraturan presiden (perpres) atau SKB, Puan juga belum memastikan.

Dengan belum ada revisi atas SKB, Puan menandaskan, aturan yang berlaku adalah SKB sebagaimana diteken oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri, dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, 18 April lalu. “Tidak ada (keputusan). Jadi kita tetap pada SKB tersebut. Namun kita akan cermati hal-hal yang menjadi masukan dari semua kementerian dan pihak lain,” papar Puan di Kompleks Istana Negara, Jakarta, kemarin.

Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan presiden bersama sejumlah menteri terkait telah membahas berbagai hal yang perlu dicermati dengan adanya kebijakan cuti bersama. Mulai dari masalah perbankan, pelabuhan, bandara, bursa efek dan hal-hal lain yang berkaitan dengan ekonomi. “Jangan sampai produktivitas berkaitan dengan ekonomi tidak kita cermati. Namun juga jangan sampai mengurangi waktu bersilaturahmi umat muslim,” jelas Puan.

Dalam waktu dekat, pemerintah akan bertemu dengan beberapa pihak untuk membahas tambahan cuti bersama lebaran. Pihak yang akan diundang yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia dan perwakilan pengusaha. Dengan pembicaraan bareng ini, maka kebijakan terkait cuti Lebaran tidak akan mempunyai efek negatif.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi masih berharap bahwa kebijakan cuti bersama Lebaran tidak berubah. Namun jika harus direvisi, Budi memastikan akan mencari alternatif untuk mengatasi kemacetan. “Kalau atasi kemacetan saya maunya libur. (Kalau diubah) jadi butuh effort, berbagai rekayasa, contra flow, dan jalur alternatif,” ungkapnya.

Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal (FSPMI) Jatim Jazuli menyesalkan kebijakan penambahan cuti bersama Lebaran ini. Sebab, penambahan hari di cuti bersama itu mengambil hak cuti tahunan kaum buruh. Pihaknya berharap agar pemerintah bisa mengkoreksi kebijakan tersebut. “Buruh kan banyak yang jauh dari kampung halaman. Perjalanan pulang butuh waktu panjang. Terus terang kami kecewa penambahan cuti bersama ini,” keluhnya.

Ideal Cuti Satu Pekan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Asep Sumaryana mengatakan, jika SKB 3 Menteri dibatalkan dan diganti Peraturan Presiden, tentu akan menimbulkan reaksi negatif lebih besar dari pihak yang dirugikan seperti PNS, karyawan, dan masyarakat umum. Mereka akan menganggap pemerintah berpihak dan kepanjangan tangan pengusaha. Lebih parahnya lagi, pemerintah akan dipandang sebagai pihak yang kalah oleh pengusaha dan bisa didikte. “Ini yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah. Jangan sampai nanti kebijakan yang telah ditetapkan ini dibatalkan gara-gara ada pihak yang merasa keberatan,” kata Asep.

Maka, dia meminta dalam pengkajian ulang nanti, pemerintah harus menghasilkan kebijakan yang benar-benar menguntungkan semua pihak, atau setidaknya meminimalisasi kerugian di banyak pihak. Jika itu dilakukan, langkah pemerintah menjadi benar. “Jika dibatalkan saat ini, justru menjadi salah. Apalagi di tahun politik ini, semua isu bisa diolah menjadi bermuatan politis,” ucapnya.

Dia mengimbau agar sebaiknya kebijakan ini dijalankan dulu secara konsisten oleh pemerintah dan tahun depan baru direvisi. Kalau sekarang direvisi bisa memicu kekacauan karena sebagian besar pegawai dan karyawan telah memesan tiket.

Menurut Asep, idealnya, cuti itu paling lama satu pekan. Sebab prinsip dan tujuan dasar dari cuti itu adalah, me-refreshing-kan para pegawai, sehingga ketika masuk kerja kembali akan memiliki semangat baru. Dengan demikian, berapa lama idealnya cuti diberikan, biasanya satu pekan. Jika cuti satu minggu lebih, orang yang biasanya sibuk dengan aktivitas akan merasa jenuh. Sedangkan jika kurang dari satu minggu, justru tak membuat pegawai yang cuti akan fresh kembali. Sebab, belum juga rasa penat hilang, dia harus masuk kerja lagi.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Riant Nugroho juga mengatakan penambahan cuti bersama cenderung memanjakan masyarakat hanya untuk mendapat dukungan. “Saya yakin kebijakan ini tanpa kajian yang memadai. Tapi hanya dibuat menyenangkan saja,” katanya.

Dia menilai bahwa penyelesaian kemacetan jelang Lebaran dengan penambahan cuti tidaklah relevan. Menurutnya hal ini tergantung pada majemen waktu. Terlebih lagi Lebaran merupakan urusan personal. “Di Malaysia tidak ada libur cuti bersama. Hanya libur saat hari raya,” terangnya.

Riant mengatakan kebijakan ini kontraproduktif dengan arah kebijakan yang ditetapkan presiden terkait daya saing. “Menteri-menteri tidak paham soal daya saing. Presiden ingin bangun daya saing. Daya saing dibangun dengan produktivitas pekerja bukan meliburkan pekerja,” ungkapnya. (Dita Angga/Oktiani Endarwati/Agus Warsudi)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4614 seconds (0.1#10.140)