Jokowi Gelontorkan Anggaran Bansos Lebih Rp4.000 Triliun Sejak 2014, Kemiskinan hanya Turun 2%

Senin, 05 Februari 2024 - 21:30 WIB
loading...
Jokowi Gelontorkan Anggaran...
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti anggaran bansos Jokowi sejak 2014 lalu. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengungkapkan anggaran bantuan sosial ( bansos ) yang digelontorkan di era pemerintahan Joko Widodo ( Jokowi ) kian besar namun tidak sebanding dengan penurunan angka kemiskinan.

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menyebutkan anggaran untuk perlindungan sosial (perlinsos) di 2024 mencapai Rp496,8 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan periode pandemi Covid-19 2021 sebesar Rp468,2 triliun dan 2022 sebesar Rp460,6 triliun.

Nilai dana bansos di 2024 itu hampir sama dengan yang dikucurkan saat pandemi 2020 sebesar Rp498 triliun, yang menurut Indef sejatinya tidak ada urgensi untuk menggelontorkan bansos sebesar itu di 2024.

"Saya berkesimpulan bahwa bansos ini bukan solusi untuk jangka panjang, tetapi ini hanya kebijakan populis yang hanya ingin mendapatkan voter (suara pemilih) yang lebih banyak," tegasnya dalam diskusi publik Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bertema "Tanggapan atas Debat Kelima Pilpres" di Hotel Manhattan, Jakarta, Senin (5/2/2024).



Sebab itu, Esther mengatakan bahwa besarnya bansos tidak sejalan dengan penurunan angka kemiskinan. Pasalnya, selama sekitar satu dekade terakhir atau periode 2012-2023, tingkat kemiskinan di Indonesia hanya turun 2,3%.

"Bansos itu yang menerima semakin banyak. Angka kemiskinan selama 12 tahun hanya turun 2%. Nah ini patut dipertanyakan," terangnya.

Maka dari itu, Esther menekankan bansos pada dasarnya merupakan jaring pengaman sosial (social safety net), bukan solusi jangka panjang untuk mengatasi kemiskinan.

Dia pun menilai, pemberian bansos harusnya berbentuk tunai yang diberikan langsung ke penerima tanpa perantara. Skema ini dinilai lebih efektif untuk mendorong daya beli masyarakat ketimbang memberikan dalam bentuk sembako.
Apalagi jika teknis pembagian bansos berupa sembako tersebut menimbulkan kerumunan masyarakat yang justru menjadi tidak efektif.

"Kalau di negara-negara lain, orang dapat bansos seperti social safety net itu lewat transfer tiap bulannya diambil lewat bank, mereka mau belaja beras atau apa, terserah kan duitnya sudah ditransfer ke mereka. Tidak harus dalam 10 kilogram beras dibagikan, tapi besarnya sesuai living cost di wilayah itu," tutur Esther.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1762 seconds (0.1#10.140)