Pegawai BUMN Seminggu Libur 3 Hari, Pengamat: Tidak Produktif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memandang opsi libur tambahan bagi karyawan BUMN tidak tepat. Pasalnya, akan mengurangi produktivitas dan kinerja perseroan berbasis industri.
Adapun, opsi libur tambahan tengah digodok Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Di mana, pemegang saham berencana memberikan libur tambahan kepada karyawan BUMN di hari Jumat, selain libur akhir pekan di Sabtu dan Minggu.
Libur tambahan hanya dapat diambil jika karyawan BUMN bekerja lebih dari 40 jam dalam dalam seminggu. Kendati begitu, libur di hari Jumat tidak berlaku setiap pekan, namun dalam sebulannya insan BUMN bisa mengajukan dua kali libur tambahan.
Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan kebijakan itu hanya akan mengurangi produktivitas saja, lantaran waktu yang dibutuhkan untuk menggenjot kinerja perusahaan harus dipangkas dengan berkurangnya tenaga kerja, lantaran libur di hari Jumat.
Menurutnya, skema paling ideal untuk mengapresiasi karyawan yang bekerja secara overtime atau lembur dengan memberikan kompensasi. Skema ini sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan.
"Menurut saya begini, khawatirnya akan mengurangi produktivitas gitu, karena kan kalau ada pengurangan waktu dalam satu hari dalam seminggu, jadi tiga hari ya khawatirnya mengurangi produktivitas. Masuk kantor empat hari, liburnya tiga hari, sayang itu dijadikan hari libur ya," ujar Tauhid saat dimintai pendapatnya, Jumat (8/3/2024).
"Kalau pun dia overtime di hari biasa, misalnya waktunya pagi dan sebagainya, ya berikan insentif, apakah lembur dan sebagainya sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan begitu, jadi terkompensasi begitu. Jadi jangan di liburnya, khawatirnya harusnya mengerjakan sesuatu di hari Jumat, malah tidak bisa begitu," paparnya.
Tauhid mencatat, sebuah industri memerlukan waktu dan tenaga kerja untuk menggenjot bisnisnya. Dia menyebut, bila waktu yang dibutuhkan sebuah industri harus dikurangi dengan libur tambahan karyawan, maka berdampak pada kapasitas atau utilitas industri tersebut.
Kondisi ini juga berlaku bagi perusahaan pelat merah, apapun bentuk industrinya. BUMN berbasis industri butuh kerja, bila tingkat manajemen dan karyawan harus mengambil libur tambahan, maka akan mengurangi kemampuan perusahaan itu sendiri.
"Pemerintah aja lima hari kerja, masa ini (BUMN) dikurangi, sayang. Bukan tidak setuju, tapi sayang waktu yang ada, toh kalau kita lihat meeting-meeting dan sebagainnya ya itu di Jumat malam masih rame, sayang kalau dijadikan libur. Kalau ada hari kerja keputusan-keputusan malah bisa dihasilkan di akhir minggu," jelas dia.
Adapun, alasan Erick Thohir membuka opsi libur tambahan bagi karyawan BUMN adalah menjaga kesehatan mental insan perseroan. Menurutnya, kesehatan mental bagi anak muda penting untuk dijaga, pasalnya 70 persen kaum milenial memiliki hubungan erat dengan isu kesehatan mental.
Kesehatan mental memang menjadi salah satu isu penting bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan pada 2018, setidaknya satu dari 16 orang berusia 15 ke atas terdiagnosa mengalami depresi.
Adapun, opsi libur tambahan tengah digodok Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Di mana, pemegang saham berencana memberikan libur tambahan kepada karyawan BUMN di hari Jumat, selain libur akhir pekan di Sabtu dan Minggu.
Libur tambahan hanya dapat diambil jika karyawan BUMN bekerja lebih dari 40 jam dalam dalam seminggu. Kendati begitu, libur di hari Jumat tidak berlaku setiap pekan, namun dalam sebulannya insan BUMN bisa mengajukan dua kali libur tambahan.
Ekonom Senior Indef, Tauhid Ahmad, mengatakan kebijakan itu hanya akan mengurangi produktivitas saja, lantaran waktu yang dibutuhkan untuk menggenjot kinerja perusahaan harus dipangkas dengan berkurangnya tenaga kerja, lantaran libur di hari Jumat.
Menurutnya, skema paling ideal untuk mengapresiasi karyawan yang bekerja secara overtime atau lembur dengan memberikan kompensasi. Skema ini sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan.
"Menurut saya begini, khawatirnya akan mengurangi produktivitas gitu, karena kan kalau ada pengurangan waktu dalam satu hari dalam seminggu, jadi tiga hari ya khawatirnya mengurangi produktivitas. Masuk kantor empat hari, liburnya tiga hari, sayang itu dijadikan hari libur ya," ujar Tauhid saat dimintai pendapatnya, Jumat (8/3/2024).
"Kalau pun dia overtime di hari biasa, misalnya waktunya pagi dan sebagainya, ya berikan insentif, apakah lembur dan sebagainya sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan begitu, jadi terkompensasi begitu. Jadi jangan di liburnya, khawatirnya harusnya mengerjakan sesuatu di hari Jumat, malah tidak bisa begitu," paparnya.
Tauhid mencatat, sebuah industri memerlukan waktu dan tenaga kerja untuk menggenjot bisnisnya. Dia menyebut, bila waktu yang dibutuhkan sebuah industri harus dikurangi dengan libur tambahan karyawan, maka berdampak pada kapasitas atau utilitas industri tersebut.
Kondisi ini juga berlaku bagi perusahaan pelat merah, apapun bentuk industrinya. BUMN berbasis industri butuh kerja, bila tingkat manajemen dan karyawan harus mengambil libur tambahan, maka akan mengurangi kemampuan perusahaan itu sendiri.
"Pemerintah aja lima hari kerja, masa ini (BUMN) dikurangi, sayang. Bukan tidak setuju, tapi sayang waktu yang ada, toh kalau kita lihat meeting-meeting dan sebagainnya ya itu di Jumat malam masih rame, sayang kalau dijadikan libur. Kalau ada hari kerja keputusan-keputusan malah bisa dihasilkan di akhir minggu," jelas dia.
Adapun, alasan Erick Thohir membuka opsi libur tambahan bagi karyawan BUMN adalah menjaga kesehatan mental insan perseroan. Menurutnya, kesehatan mental bagi anak muda penting untuk dijaga, pasalnya 70 persen kaum milenial memiliki hubungan erat dengan isu kesehatan mental.
Kesehatan mental memang menjadi salah satu isu penting bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan pada 2018, setidaknya satu dari 16 orang berusia 15 ke atas terdiagnosa mengalami depresi.
(nng)