Qatar Keluar dari OPEC, Fokus Produksi Gas
A
A
A
DOHA - Qatar menyatakan keluar dari OPEC mulai Januari mendatang untuk fokus pada industri gas. Qatar merupakan salah satu produsen minyak terkecil di OPEC namun menjadi eksportir gas alam cair (LNG) terbesar dunia.
Saat ini Qatar mengalami konflik diplomatik dengan Arab Saudi dan beberapa negara Arab lainnya. Doha menjelaskan keputusannya tidak dilandasi politik.
“Kami tidak mengatakan kami keluar dari bisnis minyak tapi ini dikontrol oleh satu organisasi yang dikelola satu negara,” papar Menteri Energi Qatar Saad al-Kaabi, dilansir kantor berita Reuters.
Al-Kaabi menjelaskan, keputusan Qatar telah dikomunikasikan pada OPEC dan Qatar akan menghadiri pertemuan OPEC pada Kamis (6/12) dan Jumat (7/12). Qatar juga menyatakan akan mematuhi komitmennya pada OPEC.
Dia menyatakan, Doha akan fokus pada potensi gasnya. “Tidak praktis bagi Qatar untuk menempatkan upaya dan sumber daya serta waktu dalam organisasi yang kami merupakan pemain sangat kecil dan saya tidak memiliki pendapat untuk apa yang terjadi,” ungkap dia.
Para delegasi OPEC yang terdiri dari 15 negara anggota akan menepis dampak mundurnya Qatar dari kelompok itu. Meski demikian, mundurnya salah satu anggota lama merusak upaya OPEC menunjukkan persatuan sebelum pertemuan yang diperkirakan bertujuan memangkas suplai minyak untuk mengatasi penurunan harga minyak mentah yang sudah mencapai hampir 30% sejak Oktober lalu.
“Mereka bukan produsen besar tapi memiliki peran besar dalam sejarah OPEC,” papar seorang sumber di OPEC.
Mundurnya Qatar menunjukkan menguatnya dominasi pembuatan kebijakan di pasar minyak antara Arab Saudi, Rusia dan Amerika Serikat (AS), tiga produsen minyak terbesar dunia yang secara total mencakup sepertiga output global.
Riyadh dan Moskow terus menerapkan pengurangan output minyak mentah. Harga acuan Brent diperdagangkan sekitar USD62 per barel, turun dari lebih USD86 per barel pada Oktober.
“Ini dapat menunjukkan titik balik sejarah organisasi itu terhadap Rusia, Arab Saudi dan AS,” ungkap mantan Menteri Energi Aljazair dan Chairman OPEC Chakib Khelil mengomentari langkah Qatar tersebut.
Khelil menjelaskan, mundurnya Doha akan memiliki dampak psikologis karena perselisihan dengan Riyadh dan dapat menjadi contoh untuk diikuti anggota lain di tengah berbagai keputusan sepihak oleh Saudi dalam beberapa waktu terakhir.
Al-Kaabi menyatakan, Qatar telah menajdi anggota OPEC selama 57 tahun dengan output minyak hanya 600.000 barel per hari (bpd), dibandingkan dengan Saudi dengan output 11 juta bpd. Namun Doha menjadi pemain berpengaruh dalam pasar LNG global dengan produksi tahunan 77 juta ton per tahun, berdasarkan besarnya cadangan energi di Teluk. (Syarifudin)
Saat ini Qatar mengalami konflik diplomatik dengan Arab Saudi dan beberapa negara Arab lainnya. Doha menjelaskan keputusannya tidak dilandasi politik.
“Kami tidak mengatakan kami keluar dari bisnis minyak tapi ini dikontrol oleh satu organisasi yang dikelola satu negara,” papar Menteri Energi Qatar Saad al-Kaabi, dilansir kantor berita Reuters.
Al-Kaabi menjelaskan, keputusan Qatar telah dikomunikasikan pada OPEC dan Qatar akan menghadiri pertemuan OPEC pada Kamis (6/12) dan Jumat (7/12). Qatar juga menyatakan akan mematuhi komitmennya pada OPEC.
Dia menyatakan, Doha akan fokus pada potensi gasnya. “Tidak praktis bagi Qatar untuk menempatkan upaya dan sumber daya serta waktu dalam organisasi yang kami merupakan pemain sangat kecil dan saya tidak memiliki pendapat untuk apa yang terjadi,” ungkap dia.
Para delegasi OPEC yang terdiri dari 15 negara anggota akan menepis dampak mundurnya Qatar dari kelompok itu. Meski demikian, mundurnya salah satu anggota lama merusak upaya OPEC menunjukkan persatuan sebelum pertemuan yang diperkirakan bertujuan memangkas suplai minyak untuk mengatasi penurunan harga minyak mentah yang sudah mencapai hampir 30% sejak Oktober lalu.
“Mereka bukan produsen besar tapi memiliki peran besar dalam sejarah OPEC,” papar seorang sumber di OPEC.
Mundurnya Qatar menunjukkan menguatnya dominasi pembuatan kebijakan di pasar minyak antara Arab Saudi, Rusia dan Amerika Serikat (AS), tiga produsen minyak terbesar dunia yang secara total mencakup sepertiga output global.
Riyadh dan Moskow terus menerapkan pengurangan output minyak mentah. Harga acuan Brent diperdagangkan sekitar USD62 per barel, turun dari lebih USD86 per barel pada Oktober.
“Ini dapat menunjukkan titik balik sejarah organisasi itu terhadap Rusia, Arab Saudi dan AS,” ungkap mantan Menteri Energi Aljazair dan Chairman OPEC Chakib Khelil mengomentari langkah Qatar tersebut.
Khelil menjelaskan, mundurnya Doha akan memiliki dampak psikologis karena perselisihan dengan Riyadh dan dapat menjadi contoh untuk diikuti anggota lain di tengah berbagai keputusan sepihak oleh Saudi dalam beberapa waktu terakhir.
Al-Kaabi menyatakan, Qatar telah menajdi anggota OPEC selama 57 tahun dengan output minyak hanya 600.000 barel per hari (bpd), dibandingkan dengan Saudi dengan output 11 juta bpd. Namun Doha menjadi pemain berpengaruh dalam pasar LNG global dengan produksi tahunan 77 juta ton per tahun, berdasarkan besarnya cadangan energi di Teluk. (Syarifudin)
(nfl)