Kemenko Perekonomian Gelar Rakor Bahas Imbas Konflik Timur Tengah

Selasa, 16 April 2024 - 12:34 WIB
loading...
Kemenko Perekonomian Gelar Rakor Bahas Imbas Konflik Timur Tengah
Kemenko Perekonomian melakukan penilaian terkait imbas eskalasi konflik di Timur Tengah terhadap perekonomian Indonesia. FOTO/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Merespons perkembangan konflik di Timur Tengah pascaserangan balasan Iran ke Israel, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengadakan rapat koordinasi dengan melibatkan seluruh unsur Kedeputian bersama dengan Kementerian Luar Negeri dan sejumlah Duta Besar pada Senin (15/4).

Dalam rapat tersebut dicermati perkembangan dan kondisi terkini di Kawasan Timur Tengah, dengan menghadirkan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika (Dirjen Aspasaf), Duta Besar (Dubes) RI Amman, Dubes RI Teheran, dan Perwakilan KBRI di Beirut. Pandangan dari para dubes dan perwakilan Indonesia di kawasan Timur Tengah itu selanjutnya menjadi background langkah-langkah yang akan diambil pemerintah selanjutnya.



"Pelaksanaan Rapat Koordinasi ini merupakan assesment untuk upaya deeskalasi dampak konflik di kawasan Timur Tengah terhadap perekonomian Indonesia," ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya, Selasa (16/4/2024).

Peningkatan konflik geopolitik Iran dan Israel pada akhir pekan kemarin memberi dampak terhadap kondisi perekonomian global. Harga minyak mentah global masih berfluktuasi. Pada perdagangan Senin (15/4) harga minyak mentah jenis Brent melemah 0,18% (dtd) ke level USD90,29 per barel, jauh lebih tinggi jika dibandingkan posisi 1 Januari 2024 sebesar USD77,4 per barel dan minyak mentah jenis WTI turun 0,28% ke level USD85,42 per barel, lebih tinggi dibandingkan posisi 1 Januari 2024 sebesar USD71,65 per barel.

Eskalasi konflik geopolitik tersebut juga membuat indeks dolar AS meningkat, yang menyebabkan melemahnya indikator finansial sejumlah negara, terutama emerging market. Mayoritas nilai tukar di Kawasan Asia Pasifik pada Senin (15/4) bergerak melemah terhadap dolar AS, seperti baht Thailand dan won Korea yang terdepresiasi sebesar 0,24% (dtd), dan ringgit Malaysia sebesar 0,24% (dtd).

Untuk Indonesia, berdasarkan data pasar spot luar negeri (Trading Economics), nilai tukar rupiah berada di level Rp16.060 atau mengalami apresiasi 0,31% (dtd), lebih baik dibandingkan negara- negara lain seperti Korea, Filipina, dan Jepang.

Mayoritas bursa di Asia Pasifik juga bergerak di zona merah. Pada penutupan pasar (15/4) indeks FKLCI Malaysia melemah 0,55% (dtd), diikuti Kospi sebesar 0,42% (dtd). Sementara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan pasar setelah libur Lebaran jatuh 2,14% ke 7.130,62.



Airlangga mengatakan, guna meredam dampak kenaikan harga minyak global akibat konflik geopolitik Iran dan Israel, Pemerintah juga mencermati kondisi APBN agar dapat menjalankan perannya secara optimal sebagai shock absorber. "Koordinasi lebih lanjut akan dilakukan bersama otoritas moneter dan fiskal untuk menghasilkan bauran kebijakan dalam menjaga pertumbuhan dan stabilitas ekonomi," tandasnya.

Terkait perkembangan di Kawasan Timur Tengah, Dubes RI di Amman (Jordania) menyampaikan harapannya agar tidak terjadi eskalasi karena akan berdampak pada ekonomi negara-negara di kawasan dan termasuk berdampak ke Indonesia. "Berbagai pihak saat ini berupaya untuk meredam eskalasi konflik. Secara umum, ketegangan
di kawasan meningkat, namun sejauh ini masih dapat dikelola," ungkap Dubes Ade Padmo Sarwono.

Dubes RI Teheran (Iran) Ronny P Yuliantoro menambahkan, Indonesia perlu mengantisipasi dampak ketegangan di kawasan dan disrupsi logistik serta rantai pasok, karena pentingnya posisi dan jalur Selat Hormuz yang mengakomodasi puluhan ribu kapal per tahun.

Dirjen Aspasaf Abdul Kadir Jailani pun turut menekankan perlunya antisipasi kemungkinan eskalasi dari situasi yang ada di Kawasan pada saat ini. "Semua pihak saat ini tidak menginginkan eskalasi. Namun, perlu diantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan dampaknya terhadap ekonomi mengingat nilai penting Selat Hormuz dan Laut Merah, serta pengaruh terhadap harga minyak dan biaya logistik," ujarnya.
(fjo)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1639 seconds (0.1#10.140)