IHSG Ambruk Bukan Kena Efek Perang Iran-Israel, Analis Ungkap Faktornya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) berakhir jatuh 1,68% di 7.164,80. Sempat tertekan lebih dari 3%, indeks mampu bangkit hampir setengah dari harga koreksinya pada Selasa (16/4)
Secara psikologis terdapat anggapan di kalangan pasar bahwa terjadi ‘panic-selling’ menyusul ketegangan geopolitik di timur tengah, terlebih antara Iran dan Israel. Namun itu dibantah oleh analis market.
Head of Research Retail MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menilai tensi yang memanas antara Iran dan Israel justru mendongkrak harga komoditas baik minyak mentah, maupun aset safe-haven.Sentimen klasik terkait geopolitik dinilai justru memberi angin segar bagi komoditas tambang.
“Nah ini ada outflow (arus dana keluar) dari market ke komoditas, terutama dari emas untuk safe haven ya,” kata Didit sapaan akrabnya saat ditemui di Gedung BEI, Selasa (16/4/2024).
Secara makro, menurunnya ekspektasi terhadap penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve juga dinilai membebani pasar.
Tak ketinggalan, tingkat imbal hasil (yield) surat utang (treasury) AS juga meningkat, sehingga memangkas selera risiko investor terhadap aset berbentuk saham. Alhasil, inilah salah satu faktor yang membuat dana asing angkat kaki dari pasar modal RI.
Dari total transaksi bursa hari ini senilai Rp23,01 triliun, transaksi investor asing berkontribusi sebesar 56,71%. Sementara investor domestik mencapai 43,29%, di mana aksi beli mereka lebih dominan dari aktivitas jual, menurut data RTI diakses pukul 18:49 WIB.
Kebutuhan Likuiditas
Libur panjang bursa selama sepekan juga dinilai membangun kebutuhan investor terhadap likuiditas, sehingga menghadirkan aksi profit taking terhadap aset berisiko seperti saham. Ini pun sebagian besar dikontribusikan oleh investor asing.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada closing-session Selasa (16/4) mencatat nilai transaksi asing (foreign-sell) menembus Rp14,3 triliun, dengan net-foreign sell sebesar Rp2,48 triliun.
Beberapa efek yang dibuang tak jauh-jauh dari konsituen LQ45 antara lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), hingga PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
“Betul, dapat dikatakan kebutuhan likuiditas bisa jadi, dapat dikatakan untuk mengamankan aset mereka sendiri pun juga bisa,” terang Didit.
Karena kalau kita lihat kan kita juga belum tahu nih, ini Israel kan konfliknya juga sudah cukup lama ya. Dan kita juga tidak mengerti ini selesainya kapan. Bahkan Rusia, Ukraina pun juga kembali memanaskan.
Tak Menutup Mata
Kendati ketegangan timur tengah memanas, investor dinilai masih memberi perhatian terhadap dampak yang akan timbul terhadap market.
Komoditas adalah satu hal yang disorot Didit, yang dikhawatirkan akan membuat harga jual rata-ratanya menjadi lebih mahal. Namun ini tak serta-merta dikhawatirkan akan memberatkan indeks.
“Kalau kita lihat memang masih ada beberapa komoditas yang dilarang dibeli dari Rusia sendiri seperti aluminium, nikel dan sebagainya, terutama oleh Amerika Serikat dan sekutunya,” papar Didit.
Ke Mana Selanjutnya?
Berkat koreksi dalam ini, fase downtrend indeks terlihat jelas per hari ini, yang sejatinya tekanan jualnya telah dimulai sejak sebelum liburan. Ini dipandang akan segera menyentuh area oversold.
“Apalagi kalau penekan utamanya adalah aksi jual asing, kesimpulan saya karena net-sell asing sudah terjadi sejak seblum liburan jadi fase jenuh jual itu bisa cepat tercapai,” terang Technical Analyst WH Project, William Hartanto.
Sementara itu Didit menilai IHSG masih dapat bertahan di level psikologis 7.000, dengan peluang terburuk hanya di 6.900.
“Sebenarnya worst case-nya ya, kami melihat pergerakan IHSG akan cenderung ke level 6.930. Tapi apabila mampu bertahan di atas 7.100 ini akan bisa menguat kembali ke 7.230,” tutupnya.
Secara psikologis terdapat anggapan di kalangan pasar bahwa terjadi ‘panic-selling’ menyusul ketegangan geopolitik di timur tengah, terlebih antara Iran dan Israel. Namun itu dibantah oleh analis market.
Head of Research Retail MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, menilai tensi yang memanas antara Iran dan Israel justru mendongkrak harga komoditas baik minyak mentah, maupun aset safe-haven.Sentimen klasik terkait geopolitik dinilai justru memberi angin segar bagi komoditas tambang.
“Nah ini ada outflow (arus dana keluar) dari market ke komoditas, terutama dari emas untuk safe haven ya,” kata Didit sapaan akrabnya saat ditemui di Gedung BEI, Selasa (16/4/2024).
Secara makro, menurunnya ekspektasi terhadap penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve juga dinilai membebani pasar.
Tak ketinggalan, tingkat imbal hasil (yield) surat utang (treasury) AS juga meningkat, sehingga memangkas selera risiko investor terhadap aset berbentuk saham. Alhasil, inilah salah satu faktor yang membuat dana asing angkat kaki dari pasar modal RI.
Dari total transaksi bursa hari ini senilai Rp23,01 triliun, transaksi investor asing berkontribusi sebesar 56,71%. Sementara investor domestik mencapai 43,29%, di mana aksi beli mereka lebih dominan dari aktivitas jual, menurut data RTI diakses pukul 18:49 WIB.
Kebutuhan Likuiditas
Libur panjang bursa selama sepekan juga dinilai membangun kebutuhan investor terhadap likuiditas, sehingga menghadirkan aksi profit taking terhadap aset berisiko seperti saham. Ini pun sebagian besar dikontribusikan oleh investor asing.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada closing-session Selasa (16/4) mencatat nilai transaksi asing (foreign-sell) menembus Rp14,3 triliun, dengan net-foreign sell sebesar Rp2,48 triliun.
Beberapa efek yang dibuang tak jauh-jauh dari konsituen LQ45 antara lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), hingga PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
“Betul, dapat dikatakan kebutuhan likuiditas bisa jadi, dapat dikatakan untuk mengamankan aset mereka sendiri pun juga bisa,” terang Didit.
Karena kalau kita lihat kan kita juga belum tahu nih, ini Israel kan konfliknya juga sudah cukup lama ya. Dan kita juga tidak mengerti ini selesainya kapan. Bahkan Rusia, Ukraina pun juga kembali memanaskan.
Tak Menutup Mata
Kendati ketegangan timur tengah memanas, investor dinilai masih memberi perhatian terhadap dampak yang akan timbul terhadap market.
Komoditas adalah satu hal yang disorot Didit, yang dikhawatirkan akan membuat harga jual rata-ratanya menjadi lebih mahal. Namun ini tak serta-merta dikhawatirkan akan memberatkan indeks.
“Kalau kita lihat memang masih ada beberapa komoditas yang dilarang dibeli dari Rusia sendiri seperti aluminium, nikel dan sebagainya, terutama oleh Amerika Serikat dan sekutunya,” papar Didit.
Ke Mana Selanjutnya?
Berkat koreksi dalam ini, fase downtrend indeks terlihat jelas per hari ini, yang sejatinya tekanan jualnya telah dimulai sejak sebelum liburan. Ini dipandang akan segera menyentuh area oversold.
“Apalagi kalau penekan utamanya adalah aksi jual asing, kesimpulan saya karena net-sell asing sudah terjadi sejak seblum liburan jadi fase jenuh jual itu bisa cepat tercapai,” terang Technical Analyst WH Project, William Hartanto.
Sementara itu Didit menilai IHSG masih dapat bertahan di level psikologis 7.000, dengan peluang terburuk hanya di 6.900.
“Sebenarnya worst case-nya ya, kami melihat pergerakan IHSG akan cenderung ke level 6.930. Tapi apabila mampu bertahan di atas 7.100 ini akan bisa menguat kembali ke 7.230,” tutupnya.
(nng)