Menelisik Potensi Pasar Saham di Tahun Pesta Demokrasi

Kamis, 20 Desember 2018 - 10:31 WIB
Menelisik Potensi Pasar Saham di Tahun Pesta Demokrasi
Menelisik Potensi Pasar Saham di Tahun Pesta Demokrasi
A A A
Tahun depan Indonesia akan kembali menggelar pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres). Sejumlah analis menilai pesta demokrasi tersebut dapat menjadi stimulus pendorong pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang 2019.

Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji mengatakan, perhelatan lima tahunan tersebut bisa menjadi sentimen positif terhadap pasar saham di Tanah Air. Namun yang perlu diperhatikan, pemerintah harus mampu menjaga stabilitas politik dan juga keamanan di dalam negeri.

“Selama pemerintah mampu menjaga stabilitas politik dan keamanan dalam negeri, maka kelancaran proses pembangunan nasional dapat tercipta,” kata Nafan.

Menurutnya, terdapat beberapa sektor saham yang layak diperhatikan di tahun politik ini. Dengan adanya pesta demokrasi tersebut, daya beli konsumen akan meningkat, maka saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), menarik untuk dicermati.

Sementara itu, saham sektor konstruksi, seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON), dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), juga bisa dicermati mengingat realisasi janji pemerintah dalam pembangunan infrastruktur.

Sedangkan sektor telekomunikasi, seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), akan menarik lantaran pemilu legislatif dan eksekutif siap mendorong kenaikan trafik internet karena media sosial akan digunakan secara masif untuk kampanye politik.

Untuk saham sektor perbankan, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Per sero) Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), pun menarik dicermati.

Begitu pula saham sektor pertambangan serta agrikultur layak dilirik seiring tren kenaikan harga komoditas dunia. Saham-saham sektor ini yang menarik dicermati, antara lain PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Delta Dunia Makmur (DOID).

Senior Analyst CSA Research Institute, Reza Priyambada menambahkan, setelah digelarnya pemilu pada 17 April 2019 mendatang, pelaku pasar akan menanggapinya secara positif. Pasalnya, hal itu merupakan masa berakhirnya ketidakpastian politik di dalam negeri.

Reza menilai, IHSG cenderung bergerak meningkat pada periode awal tahun setelah dirilis laporan keuangan akhir tahun sebelumnya dan kuartal pertama. Pada umumnya, target akhir tahun mayoritas analis sudah tercapai di awal tahun dan sesudahnya IHSG justru bergerak terbatas.

Menurutnya, pelaku pasar sudah mulai mengamati kecenderungan ini sehingga pada umumnya IHSG akan lebih aktif di awal tahun depan, khususnya setelah pemilu berakhir.

Namun setelah itu, IHSG akan terkoreksi lagi bila gejolak eksternal tidak kunjung mereda. “Kalau China maupun Amerika tidak berubah sikap, kondisi seperti ini diperkirakan akan berlanjut. Artinya, siklus IHSG hanya kuat pada semester awal, lalu khawatir lagi setelahnya,” katanya.

Dirinya memperkirakan IHSG akan cenderung bergerak konsolidatif di level tidak jauh berbeda dibandingkan dengan posisi penutupan akhir tahun ini.

Menurutnya, hingga akhir tahun ini IHSG diperkirakan tetap bergerak di rentang 5.750-5.950, karena selama ini lebih sering mendekati batas bawah.

Tahun depan, pasar akan dibayangi sentimen global baru yang mungkin ditimbulkan oleh Presiden Trump dan kelanjutan kebijakan normalisasi moneter The Fed. Artinya, rupiah masih akan tetap dalam bayang-bayang volatilitas dan arus modal keluar masih berpotensi berlanjut.

“Tetapi yang menarik tahun depan ini, politik bisa dijadikan ajang spekulasi, terutama terkait masa kampanye para calon presiden dan wakil presiden, khususnya untuk saham-saham individual yang terkait dengan tokoh-tokoh yang terlibat, seperti saham Sandiga Uno atau Erick Tohir,” katanya.

Meski demikian, secara sektoral, Reza masih merekomendasikan saham-saham berkapitalisasi besar dari sektor tambang, perbankan, dan konsumer. Bila kondisi perang dagang mereda, pasar komoditas global akan semakin membaik dan meningkatkan kinerja emiten tambang batu bara dan logam.

“Pasar komoditas yang membaik akan menggairahkan kembali ekonomi dalam negeri dan mendorong sektor keuangan dan konsumsi,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia(BEI) Inarno Djajadi menjelaskan, target perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada 2019, khususnya di tengah kondisi pemilu presiden, dipastikan bahwa target BEI tetap sama seperti tahun ini, yakni 35 emiten.

“Sebetulnya target kita tahun ini 35 perusahaan juga, tapi sekarang sudah mencapai 53 perusahaan dan dalam pipeline juga masih ada. Tahun depan target juga tetap 35 perusahaan. Walaupun ada pilpres, kita tetap optimistis. Tapi harapannya agar bisa di atas itu juga,” ujarnya.

BEI melalui program IDX Inkubator tengah menyasar perusahaan rintisan bervaluasi kecil hingga menengah atau startup agar bisa ikut melantai di bursa. Inarno menjelaskan, para pelaku usaha menengah dan kecil itu saat ini tengah dimasukkan ke IDX Inkubator.

Hal ini dilakukan sebelum para UKM bisa memenuhi sejumlah persyaratan yang sudah dipermudah BEI untuk melakukan penawaran umum perdana saham.

“Kita sedang menggarap untuk usaha kecil menengah karena persyaratannya jauh lebih ringan dari papan utama,” kata Inarno.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4769 seconds (0.1#10.140)