Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Tolak DPLK DPPK Ikut Kelola Dana JHT JP Milik Pekerja
loading...
A
A
A
DEPOK - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) secara tegas menolak wacana pemerintah yang membuka peluang bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) ikut mengelola dana Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).
Penolakan tersebut muncul pasca terbitnya UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Ketua Majelis Penasihat Organisasi (MPO) KSBSI Rekson Silaban menegaskan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial seharusnya menyatu, dan tidak dikelola terlalu banyak lembaga.
“Asuransi swasta dan lembaga keuangan tidak boleh mengganggu jaminan sosial dasar di BPJS,” ujarnya.
Rekson justru meminta pemerintah untuk lebih fokus untuk mendorong jumlah pekerja yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan di mana saat ini baru 17 persen pekerja yang terdaftar dalam program Jaminan Pensiun.
Hal senada juga diungkapkan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar. Pihaknya berpendapat konsep tersebut tidak tepat. Menurutnya jika iuran JHT dan JP diserahkan ke DPPK/DPLK maka uang buruh akan disandingkan dengan kompensasi PHK.
Selain itu Timboel juga menyoroti banyaknya DPPK/DPLK yang bermasalah sehingga berpotensi dana buruh akan hilang. Menurutnya pengelolaan dana JHT dan JP harus mengacu pada sembilan prinsip SJSN, sementara di sisi lain DPPK/DPLK merupakan asuransi komersial yang tidak berpegangan pada prinsip-prinsip tersebut.
"Ini akan merugikan buruh. Hasil survei mengatakan bahwa pekerja menolak karena Pasal 58 PP No. 35 Tahun 2021, lalu karena banyak DPPK/DPLK yang bermasalah, DPPK atau DPLK merupakan asuransi komersial yang tidak mengikuti Sembilan prinsip SJSN, sedangkan Program JHT dan JP harus mengacu pada Sembilan prinsip SJSN," kata Timboel.
Munculnya beberapa perubahan tersebut mendorong KSBSI menggelar Seminar Memperkuat Peran Serikat Buruh Dalam Mengawal Aturan Turunan Undang-Undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Penguatan Tabungan Pekerja pada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Kegiatan yang diikuti oleh perwakilan 11 federasi afiliasi KSBSI, Komite Pemuda dan Lingkungan KSBSI, Komisi Kesetaraan KSBSI, serta LBH KSBSI tersebut digelar di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/5/2024).
Sekretaris Jenderal DEN KSBSI Dedi Hardianto mengatakan bahwa seminar ini bertujuan untuk membuat kertas posisi serikat buruh KSBSI terhadap UU P2SK.
"Seminar ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta mendapatkan masukan dari peserta seminar terkait apa saja yang akan diatur dalam aturan turunan atau Peraturan Pemerintah. Lalu mengetahui apa saja tantangan yang dihadapi dalam UU P2SK," kata Dedi Hardianto.
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
Penolakan tersebut muncul pasca terbitnya UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Ketua Majelis Penasihat Organisasi (MPO) KSBSI Rekson Silaban menegaskan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial seharusnya menyatu, dan tidak dikelola terlalu banyak lembaga.
“Asuransi swasta dan lembaga keuangan tidak boleh mengganggu jaminan sosial dasar di BPJS,” ujarnya.
Rekson justru meminta pemerintah untuk lebih fokus untuk mendorong jumlah pekerja yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan di mana saat ini baru 17 persen pekerja yang terdaftar dalam program Jaminan Pensiun.
Hal senada juga diungkapkan Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar. Pihaknya berpendapat konsep tersebut tidak tepat. Menurutnya jika iuran JHT dan JP diserahkan ke DPPK/DPLK maka uang buruh akan disandingkan dengan kompensasi PHK.
Selain itu Timboel juga menyoroti banyaknya DPPK/DPLK yang bermasalah sehingga berpotensi dana buruh akan hilang. Menurutnya pengelolaan dana JHT dan JP harus mengacu pada sembilan prinsip SJSN, sementara di sisi lain DPPK/DPLK merupakan asuransi komersial yang tidak berpegangan pada prinsip-prinsip tersebut.
"Ini akan merugikan buruh. Hasil survei mengatakan bahwa pekerja menolak karena Pasal 58 PP No. 35 Tahun 2021, lalu karena banyak DPPK/DPLK yang bermasalah, DPPK atau DPLK merupakan asuransi komersial yang tidak mengikuti Sembilan prinsip SJSN, sedangkan Program JHT dan JP harus mengacu pada Sembilan prinsip SJSN," kata Timboel.
Munculnya beberapa perubahan tersebut mendorong KSBSI menggelar Seminar Memperkuat Peran Serikat Buruh Dalam Mengawal Aturan Turunan Undang-Undang No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Penguatan Tabungan Pekerja pada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Kegiatan yang diikuti oleh perwakilan 11 federasi afiliasi KSBSI, Komite Pemuda dan Lingkungan KSBSI, Komisi Kesetaraan KSBSI, serta LBH KSBSI tersebut digelar di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/5/2024).
Sekretaris Jenderal DEN KSBSI Dedi Hardianto mengatakan bahwa seminar ini bertujuan untuk membuat kertas posisi serikat buruh KSBSI terhadap UU P2SK.
"Seminar ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta mendapatkan masukan dari peserta seminar terkait apa saja yang akan diatur dalam aturan turunan atau Peraturan Pemerintah. Lalu mengetahui apa saja tantangan yang dihadapi dalam UU P2SK," kata Dedi Hardianto.
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
(ars)