Kembangkan Properti Hijau, Kontribusi Swasta Antisipasi Perubahan Iklim
loading...
A
A
A
Alvin menjelaskan, konsep properti hijau juga harus menjangkau seluruh kalangan terkait. Misalnya, masyarakat baik yang bermukim di proyek properti yang dikembangkan oleh developer, maupun masyarakat di sekitarnya.
“Alam Sutera selalu mengajak warga untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga keasrian lingkungan. Contoh sederhananya, kami mengajak warga dan masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan Alam Sutera,” tegasnya.
Lebih lanjut Iwan mengatakan, saat ini ada tiga model pengembang terkait penerapan konsep properti hijau di Indonesia. Pertama, konsep properti hijau masih sebatas gimmick marketing untuk menjaring calon konsumen. Kedua, properti hijau sudah menjadi acuan bagi perusahaan pengembang.
Untuk pengembang kategori kedua ini, tenaga marketing sudah berperan aktif dalam mengamplifikasi kebijakan pemilik perusahaan menyangkut aspek properti hijau. Adapun kategori ketiga adalah pengembang kategori kedua, namun yang sudah mengantongi sertifikasi properti hijau dari lembaga resmi.
“Saat ini proyek properti dari Alam Sutera masih dalam kategori kedua. Kami tentunya berharap pengembang nasional seperti Alam Sutera bisa menaikkan levelnya hingga ke kategori ketiga,” terangnya.
Merespons tuntutan greenship tersebut, Alvin menegaskan, pihaknya memang sudah mengarah ke proses sertifikasi properti hijau. Dia mengakui bahwa untuk memperoleh sertifikasi properti hijau memang tidak semudah membalik telapak tangan.
“Ada beragam ketentuan yang wajib dipenuhi oleh pengembang. Salah satu yang masih sulit untuk dipenuhi adalah penggunaan material bangunan yang sepenuhnya harus bersertifikasi hijau. Padahal, belum ada produsen bahan bangunan lokal yang bisa memenuhi ketentuan itu,” lanjutnya.
“Alam Sutera selalu mengajak warga untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga keasrian lingkungan. Contoh sederhananya, kami mengajak warga dan masyarakat sekitar untuk tidak membuang sampah sembarangan di kawasan Alam Sutera,” tegasnya.
Lebih lanjut Iwan mengatakan, saat ini ada tiga model pengembang terkait penerapan konsep properti hijau di Indonesia. Pertama, konsep properti hijau masih sebatas gimmick marketing untuk menjaring calon konsumen. Kedua, properti hijau sudah menjadi acuan bagi perusahaan pengembang.
Untuk pengembang kategori kedua ini, tenaga marketing sudah berperan aktif dalam mengamplifikasi kebijakan pemilik perusahaan menyangkut aspek properti hijau. Adapun kategori ketiga adalah pengembang kategori kedua, namun yang sudah mengantongi sertifikasi properti hijau dari lembaga resmi.
“Saat ini proyek properti dari Alam Sutera masih dalam kategori kedua. Kami tentunya berharap pengembang nasional seperti Alam Sutera bisa menaikkan levelnya hingga ke kategori ketiga,” terangnya.
Merespons tuntutan greenship tersebut, Alvin menegaskan, pihaknya memang sudah mengarah ke proses sertifikasi properti hijau. Dia mengakui bahwa untuk memperoleh sertifikasi properti hijau memang tidak semudah membalik telapak tangan.
“Ada beragam ketentuan yang wajib dipenuhi oleh pengembang. Salah satu yang masih sulit untuk dipenuhi adalah penggunaan material bangunan yang sepenuhnya harus bersertifikasi hijau. Padahal, belum ada produsen bahan bangunan lokal yang bisa memenuhi ketentuan itu,” lanjutnya.
(poe)