Rupiah Ambruk ke Rp16.374/USD, Ekonom: Perlu Penguatan Sisi Pemerintah Selain BI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta melakukan penguatan stabilitas nilai tukar rupiah selain yang sudah dilakukan oleh bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia (BI) . Sebagai informasi rupiah masih ambruk di Rp16.374 per USD berdasarkan data JISDOR BI.
Sementara menurut realtime Bloomberg, posisi kurs rupiah berada di Rp16.365/USD per hari ini, Rabu (19/6/2024). Sepanjang hari ini mata uang rupiah terpantau tertekan 0,29%.
Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI, Ryan Kiryanto mengatakan, memang penanganan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah kita itu tidak bisa hanya bertumpu kepada Bank Indonesia tetapi juga pemerintah.
"BI, kami monitor memang sudah melakukan berbagai strategi, berbagai upaya dari yang sifatnya konvensional sampai dengan yang non-konvensional. Tetapi kembali saya ulang itu tidak cukup, maka harus perlu penguatan dari sisi government atau pemerintah," kata Ryan dalam Market Review IDX, Rabu (19/6/2024).
Seperti kita ketahui, upaya konvensional dari BI misalnya melakukan operasi moneter atau istilahnya intervensi pasar, kemudian melakukan kebijakan yang sifatnya non-konvensional yaitu dengan menyediakan instrumen-instrumen surat berharga yang itu bisa memberikan sentimen positif kepada stabilitas rupiah.
"Di antaranya misalnya menyediakan sertifikat rupiah Bank Indonesia, kemudian ada sertifikat valuta asing Bank Indonesia, masih ada satu lagi yaitu sukuk valas bahkan BI juga menggunakan instrumen yang lain seperti DNDF dan sebagainya," ungkap Ryan.
Adapun pemerintah kita telah mengeksplorasi dan eksploitasi potensi Proceed Export atau Devisa Hasil Ekspor (DHE) karena perangkat hukumnya sudah ada di aturan Menteri Keuangan.
"Perangkat ini harus dioptimalkan lagi kemudian bagaimana peningkatan daripada pengusaha-pengusaha kita untuk memenuhi komponen TKDN-nya, komponen dalam negerinya dalam persentase tertentu sehingga itu mengganti barang-barang import, bahan baku import ke substitusi importnya di dalam negeri," jelasnya
"Dan masih banyak porsi-porsi lain seperti misalnya BUMN maksud saya, para usaha lain, negara juga mempelopori penggunaan komponen-komponen dalam negeri, sekaligus untuk melakukan review terhadap pinjaman-pinjaman valuta asingnya, kapan jatuh temponya dan bagaimana strategi untuk pembunuhan kewajibannya," imbuh Ryan.
Menurut Ryan, semua itu harus dihitung dalam landscape yang lebih besar sehingga ketika profil jatuh tempo utang-utang luar negeri itu sudah makin dekat, kita menyediakan kecukupan valuta asing, sehingga kita tidak lalai, tidak trader, dan kita diberikan value atau persetujuan yang positif.
"Semua ini harus berkesinambungan dan hands on hands antara central bank dengan pemerintah. Dan kalau ini bisa dibaikin oleh market, saya kira market akan memberikan reaksi atau respon yang positif, sekaligus mengeliminasi sentimen-sentimen negatif yang sekarang ini berkembang," ungkap Ryan.
Adapun sentimen ini betul-betul diluar kontrol daripada bank sentral maupun oleh pemerintah. Dengan tentunya komunikasi-komunikasi yang positif dengan data-data yang baik seperti tadi, surplus-nya masih baik, kemudian cadangan devisanya masih bisa cover sampai 6,1 kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri.
"Kemudian investasi asing maupun domestik yang melampaui target dan sebagainya, menurut Ryan itu perlu terus dikomunikasikan sehingga pasar merasa nyaman atau merasa tenang bahwa setidaknya sampai hari ini, perkembangan ekonomi kita masih on the right track," katanya.
Sementara menurut realtime Bloomberg, posisi kurs rupiah berada di Rp16.365/USD per hari ini, Rabu (19/6/2024). Sepanjang hari ini mata uang rupiah terpantau tertekan 0,29%.
Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI, Ryan Kiryanto mengatakan, memang penanganan terhadap stabilitas nilai tukar rupiah kita itu tidak bisa hanya bertumpu kepada Bank Indonesia tetapi juga pemerintah.
"BI, kami monitor memang sudah melakukan berbagai strategi, berbagai upaya dari yang sifatnya konvensional sampai dengan yang non-konvensional. Tetapi kembali saya ulang itu tidak cukup, maka harus perlu penguatan dari sisi government atau pemerintah," kata Ryan dalam Market Review IDX, Rabu (19/6/2024).
Seperti kita ketahui, upaya konvensional dari BI misalnya melakukan operasi moneter atau istilahnya intervensi pasar, kemudian melakukan kebijakan yang sifatnya non-konvensional yaitu dengan menyediakan instrumen-instrumen surat berharga yang itu bisa memberikan sentimen positif kepada stabilitas rupiah.
"Di antaranya misalnya menyediakan sertifikat rupiah Bank Indonesia, kemudian ada sertifikat valuta asing Bank Indonesia, masih ada satu lagi yaitu sukuk valas bahkan BI juga menggunakan instrumen yang lain seperti DNDF dan sebagainya," ungkap Ryan.
Adapun pemerintah kita telah mengeksplorasi dan eksploitasi potensi Proceed Export atau Devisa Hasil Ekspor (DHE) karena perangkat hukumnya sudah ada di aturan Menteri Keuangan.
"Perangkat ini harus dioptimalkan lagi kemudian bagaimana peningkatan daripada pengusaha-pengusaha kita untuk memenuhi komponen TKDN-nya, komponen dalam negerinya dalam persentase tertentu sehingga itu mengganti barang-barang import, bahan baku import ke substitusi importnya di dalam negeri," jelasnya
"Dan masih banyak porsi-porsi lain seperti misalnya BUMN maksud saya, para usaha lain, negara juga mempelopori penggunaan komponen-komponen dalam negeri, sekaligus untuk melakukan review terhadap pinjaman-pinjaman valuta asingnya, kapan jatuh temponya dan bagaimana strategi untuk pembunuhan kewajibannya," imbuh Ryan.
Menurut Ryan, semua itu harus dihitung dalam landscape yang lebih besar sehingga ketika profil jatuh tempo utang-utang luar negeri itu sudah makin dekat, kita menyediakan kecukupan valuta asing, sehingga kita tidak lalai, tidak trader, dan kita diberikan value atau persetujuan yang positif.
"Semua ini harus berkesinambungan dan hands on hands antara central bank dengan pemerintah. Dan kalau ini bisa dibaikin oleh market, saya kira market akan memberikan reaksi atau respon yang positif, sekaligus mengeliminasi sentimen-sentimen negatif yang sekarang ini berkembang," ungkap Ryan.
Adapun sentimen ini betul-betul diluar kontrol daripada bank sentral maupun oleh pemerintah. Dengan tentunya komunikasi-komunikasi yang positif dengan data-data yang baik seperti tadi, surplus-nya masih baik, kemudian cadangan devisanya masih bisa cover sampai 6,1 kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri.
"Kemudian investasi asing maupun domestik yang melampaui target dan sebagainya, menurut Ryan itu perlu terus dikomunikasikan sehingga pasar merasa nyaman atau merasa tenang bahwa setidaknya sampai hari ini, perkembangan ekonomi kita masih on the right track," katanya.
(akr)