Potensi Besar, Pemerintah Siapkan Regulasi Pengembangan Hidrogen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menegaskan bahwa pengembangan hidrogen sebagai energi baru terbarukan memiliki potensi besar. Karena itu, pemerintah menyiapkan aturan mengenai insentif dan keringanan pajak yang dibutuhkan para pengembang untuk mempercepat pengembangan hidrogen hijau di Tanah Air.
"Kebijakan tersebut nantinya tercantum dalam RUU EBET yang saat ini masih dalam tahap evaluasi. Selain itu pemerintah juga tengah mengkaji strategi hidrogen nasional yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil," kata Direktur Aneka EBT Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andrian Feby Misna di acara "Indonesia International Hydrogen Summit 2024" di Jakarta, pada 19-20 Juni 2024.
Nantinya, dalam regulasi tersebut juga terdapat standar yang mengatur mengenai tax holiday, tax allowance, pajak, dan dasar regulasi perdagangan karbon. Pada kesempatan yang sama, President Director Pertamina Geothermal Energy (PGE) Julfi Hadi menuturkan bahwa selain insentif, keringanan pajak, subsidi harga, dan pendanaan juga menjadi poin penting yang harus disiapkan oleh pemerintah.
"Sejauh ini belum ada pedoman standarnya. Kami harap ke depan sudah ada aturan ekspor hidrogen, standar produksi dan transportasi, serta skema penyaluran listrik melalui transmisi nasional (power wheeling)," kata Julfi.
Senada dengannya, President Director Medco Power Indonesia, Eka Satria berharap ke depan pemerintah menciptakan regulasi yang mendukung industri berkelanjutan dan ekosistem hidrogen rendah karbon. "Dengan begitu bisa mendorong masuknya investasi asing," tandasnya.
Senior Adviser of Hydrogen Energy Center Indonesia Seno Adhi Damono menambahkan, investasi pada pengembangan hidrogen dapat mewujudkan masa depan yang lebih ramah lingkungan. Pengembangan teknologi hidrogen, tegas Seno, akan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, target produksi hidrogen mencapai 9,9 Mtpa (juta ton per tahun) pada 2060. Angka tersebut untuk memenuhi kebutuhan sektor industri sebesar 3,9 Mtpa; transportasi 1,1 Mpta; kelistrikan 4,6 Mpta; dan jaringan gas rumah tangga 0,28 Mpta. Selain empat sektor tersebut, hidrogen juga memiliki peluang menjadi komoditas ekspor.
Mengenai peluang itu, Deputi Menteri Koordinator Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi mengatakan, Indonesia secara geografis dekat dengan negara-negara yang memiliki permintaan tinggi akan hidrogen bersih, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Negara-negara tadi, kata dia, bersama-sama mewakili pasar hidrogen sebesar kurang lebih 4 juta ton per tahun.
Di sisi lain, sambung dia, Indonesia memiliki cadangan gas terbesar kedua di Asia Pasifik dan potensi penyimpanan CO2 terbesar ketiga di kawasan tersebut untuk hidrogen biru. Sementara itu, untuk hidrogen hijau, Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia dan potensi kapasitas tenaga surya lebih dari 200 GW.
"Sektor hidrogen ini menghadirkan peluang baru bagi Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya energinya yang melimpah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,"kataJodi.
Seiring dengan upaya negara-negara untuk mencapai target net zero emission, permintaan hidrogen global diperkirakan akan meningkat lebih dari empat kali lipat antara tahun 2020 dan 2050. Pada tahun 2023, terdapat 1.418 proyek hidrogen bersih yang diumumkan secara global, dengan nilai investasi mencapai USD570 miliar di seluruh rantai nilai hidrogen.
"Kebijakan tersebut nantinya tercantum dalam RUU EBET yang saat ini masih dalam tahap evaluasi. Selain itu pemerintah juga tengah mengkaji strategi hidrogen nasional yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil," kata Direktur Aneka EBT Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andrian Feby Misna di acara "Indonesia International Hydrogen Summit 2024" di Jakarta, pada 19-20 Juni 2024.
Nantinya, dalam regulasi tersebut juga terdapat standar yang mengatur mengenai tax holiday, tax allowance, pajak, dan dasar regulasi perdagangan karbon. Pada kesempatan yang sama, President Director Pertamina Geothermal Energy (PGE) Julfi Hadi menuturkan bahwa selain insentif, keringanan pajak, subsidi harga, dan pendanaan juga menjadi poin penting yang harus disiapkan oleh pemerintah.
"Sejauh ini belum ada pedoman standarnya. Kami harap ke depan sudah ada aturan ekspor hidrogen, standar produksi dan transportasi, serta skema penyaluran listrik melalui transmisi nasional (power wheeling)," kata Julfi.
Senada dengannya, President Director Medco Power Indonesia, Eka Satria berharap ke depan pemerintah menciptakan regulasi yang mendukung industri berkelanjutan dan ekosistem hidrogen rendah karbon. "Dengan begitu bisa mendorong masuknya investasi asing," tandasnya.
Senior Adviser of Hydrogen Energy Center Indonesia Seno Adhi Damono menambahkan, investasi pada pengembangan hidrogen dapat mewujudkan masa depan yang lebih ramah lingkungan. Pengembangan teknologi hidrogen, tegas Seno, akan mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, target produksi hidrogen mencapai 9,9 Mtpa (juta ton per tahun) pada 2060. Angka tersebut untuk memenuhi kebutuhan sektor industri sebesar 3,9 Mtpa; transportasi 1,1 Mpta; kelistrikan 4,6 Mpta; dan jaringan gas rumah tangga 0,28 Mpta. Selain empat sektor tersebut, hidrogen juga memiliki peluang menjadi komoditas ekspor.
Mengenai peluang itu, Deputi Menteri Koordinator Bidang Kedaulatan Maritim dan Energi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Jodi Mahardi mengatakan, Indonesia secara geografis dekat dengan negara-negara yang memiliki permintaan tinggi akan hidrogen bersih, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Negara-negara tadi, kata dia, bersama-sama mewakili pasar hidrogen sebesar kurang lebih 4 juta ton per tahun.
Di sisi lain, sambung dia, Indonesia memiliki cadangan gas terbesar kedua di Asia Pasifik dan potensi penyimpanan CO2 terbesar ketiga di kawasan tersebut untuk hidrogen biru. Sementara itu, untuk hidrogen hijau, Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia dan potensi kapasitas tenaga surya lebih dari 200 GW.
"Sektor hidrogen ini menghadirkan peluang baru bagi Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya energinya yang melimpah guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,"kataJodi.
Seiring dengan upaya negara-negara untuk mencapai target net zero emission, permintaan hidrogen global diperkirakan akan meningkat lebih dari empat kali lipat antara tahun 2020 dan 2050. Pada tahun 2023, terdapat 1.418 proyek hidrogen bersih yang diumumkan secara global, dengan nilai investasi mencapai USD570 miliar di seluruh rantai nilai hidrogen.
(fjo)