Rupiah Makin Lemah, Pengusaha Was-was Biaya Bisnis Semakin Mahal

Kamis, 20 Juni 2024 - 18:44 WIB
loading...
Rupiah Makin Lemah,...
Depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar AS akan membuat sektor bisnis tertekan hebat. Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani mengatakan, tren pelemahan rupiah membuat kondisi di dalam negeri menjadi tidak stabil. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Depresiasi mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan membuat sektor bisnis di Tanah Air tertekan hebat. Pasalnya, cost of doing business atau biaya bisnis semakin tinggi alias mahal.



Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani mengatakan, tren pelemahan rupiah terhadap dolar AS membuat kondisi di dalam negeri menjadi tidak stabil, khususnya industri yang secara transaksional masih menggunakan dolar AS.

Menurut dia, naiknya cost of doing membuat biaya operasional menjadi terganggu. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi permintaan dan daya beli masyarakat yang dipandang bakal menurun.

“Jadi memang kita lihat kondisi sekarang dengan pelemahan seperti ini ya tidak kondusif ya, jadi saya mengatakan ini akan menambah cost of doing business gitu,” ujar Shinta saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (20/6/2024).



“Kalau kita lihat kan sekarang dengan pelemahan rupiah jelas nantinya akan bisa mengganggu dari segi operasional cost, kembali lagi dengan demand, dan daya beli menurun,” paparnya.

Salah satu sektor yang paling terdampak atas penguatan dolar AS adalah industri padat karya berorientasi ekspor. Shinta menyebut, lini bisnis ini akan banyak menemui kendala karena bahan baku penolongnya masih impor dan menggunakan mata uang asing negara Paman Sam.

“Kita melihat bahwa utama industri-industri padat karya berorientasi ekspor ini pasti akan menemui kendala, sekali lagi karena kebanyakan bahan baku penolongnya ini masih impor dan menggunakan mata uang dolar ya,” beber dia.

Tak hanya itu, Perbankan nasional juga akan mengalami kondisi serupa. Pasalnya, pembiayaan dan hal lainnya masih banyak mengenal mata uang asing.

Sehingga dikhawatirkan bakal terjadi kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). NPL sendiri ikut berdampak negatif tidak hanya bagi lembaga keuangan, namun juga terhadap perekonomian.

“Dan juga kita lihat nanti juga di perbankan, kita lihat dari segi pembiayaan dan lain lain itu masih banyak mengenal mata uang asing, jadi kita khawatir dari sisi NPL-nya juga, itu juga harus dijaga,” tutur Shinta.

“Jadi kami melihat tidak banyak yang harus dilakukan untuk intervensi karena ini penyebabnya itu kan faktor luar ya, di luar kendali kita, ya tetap pemerintah harus membantu agar menstabilkan rupiah ini,” lanjutnya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1176 seconds (0.1#10.140)