China Ingin Hidupkan Kembali Hubungan Ekonomi dengan Libya Usai Terkubur 13 Tahun

Selasa, 25 Juni 2024 - 13:45 WIB
loading...
China Ingin Hidupkan Kembali Hubungan Ekonomi dengan Libya Usai Terkubur 13 Tahun
China memiliki kepentingan besar di Libya, sebelum pecahnya perang saudara berdarah di negara Afrika Utara yang kaya minyak tersebut. Kini hubungan kedua negara yang bakal dihidupkan kembali. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - China memiliki kepentingan besar di Libya , sebelum pecahnya perang saudara berdarah di negara Afrika Utara yang kaya minyak tersebut. Sebelum revolusi 2011 yang menggulingkan Muammar Gaddafi hingga memicu perang, China mengendalikan banyak proyek di Libya.



Pada saat itu tercatat ada 75 perusahaan China menggarap 50 proyek besar dengan nilai kontrak lebih dari USD20 miliar, menurut perkiraan Kementerian Perdagangan China. Semua itu mencakup minyak, konstruksi, kereta api dan telekomunikasi.

Namun gelontoran investasi China yang luas tiba-tiba terhenti setelah beberapa perusahaan jadi sasaran penyerangan hingga menyebabkan puluhan pekerja terluka parah. Beijing lantas bertindak cepat dengan mengevakuasi warganya dari kekacauan.



Selama krisis, 35.860 warga negara China ditarik keluar dari Libya - secara resmi evakuasi luar negeri itu menjadi yang terbesar sejak berdirinya Republik Rakyat China pada tahun 1949. Kemudian ketika situasi keamanan memburuk, China menangguhkan investasi baru, sesuatu yang relatif tidak berubah sampai sekarang.

Saat ini Libya terbagi antara dua pemerintahan: Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) yang diakui secara internasional yang berbasis di Tripoli di barat negara itu, dan saingannya Pemerintah Stabilitas Nasional (GNS) yang selaras dengan jenderal pemberontak Khalifa Hifter dari Tentara Nasional Libya di Benghazi di timur.

Baru-baru ini, ada sinyal yang terlihat bahwa China siap untuk kembali membuka diri kepada negara yang kaya energi, namun masih terpecah secara politik tersebut.

Pada 10 Juni, Menteri Ekonomi dan Perdagangan Libya, Mohamed al Hwej mengeluarkan arahan untuk mengaktifkan Kamar Ekonomi Bersama Libya-China. Menteri mendesak hal itu untuk membantu membangun jembatan dan meningkatkan komunikasi investasi antara kedua negara.

Para pejabat China dan Dewan Transisi Nasional Libya telah merundingkan kembalinya China ke Libya, yang merupakan salah satu masalah yang sedang dibahas ketika Perdana Menteri GNU Abdul Hamid Dbeibah, mengunjungi China pada akhir Mei.

Ada pembicaraan antara Perdana Menteri Li Qiang dan Menteri Luar Negeri Wang Yi dengan Abdul Hamid Dbeibah di sela-sela Konferensi Tingkat Menteri ke-10 Forum Kerjasama China dan Negara-negara Arab, di mana mereka membahas pemulihan kerja sama politik dan ekonomi antara kedua negara.

Li mengatakan, China bersedia bekerja sama dengan Libya untuk memanfaatkan potensi di bawah kerangka Belt and Road Initiative atau jalur sutra modern China, memperkuat kerja sama di bidang-bidang seperti pembangunan infrastruktur dan memberikan lebih banyak dukungan untuk pembangunan Libya.

"Diharapkan Libya akan menyediakan lingkungan bisnis yang adil dan tidak diskriminatif bagi perusahaan-perusahaan China," kata Li.

Sementara itu, Wang juga menawarkan dukungan China. "Kami selalu mendukung stabilisasi dan pembangunan Libya ... dan proses transisi politik yang dipimpin Libya," katanya.

Sebagai imbalannya, Dbeibah mengatakan, pada pertemuan itu: "Libya sangat menghargai peran penting China dalam mendukung proses politik Libya dan rekonstruksi nasional."

Pertemuan itu juga membahas dimulainya proses bagi kedutaan China untuk melanjutkan operasi di ibukota, Tripoli, menurut media Libya.

Namun menurut David Shinn, seorang spesialis China-Afrika dan profesor di George Washington University's Elliott School of International Affairs menerangkan, ketidakstabilan politik yang berkelanjutan di Libya masih membayangi.

"China mendukung Libya bersatu dan mendorong dialog sebagai solusi untuk perbedaan mereka," kata Shinn.

Dia mengatakan, bahwa Libya mengekspor minyak senilai USD36 miliar pada tahun 2023 dan China menyumbang USD2,2 miliar dari total keseluruhan. China ingin terlibat kembali dalam memenangkan kontrak infrastruktur, tambahnya, sementara GNU ingin melihat kembalinya perusahaan-perusahaan China.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1625 seconds (0.1#10.140)