Masih Bantu Rusia, AS Ancam China dengan Sanksi Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) bersiap menjatuhkan sanksi-sanksi baru terhadap entitas-entitas China karena dianggap masih membantu Rusia perang melawan Ukraina. Bloomberg melaporkan atas pernyataan Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan. Sullivan mengisyaratkan bahwa bank-bank China akan menjadi target.
"Kami pikir China harus berhenti karena kami pikir itu sangat di luar batas-batas perilaku yang layak oleh negara-negara bangsa," kata Sullivan di Forum Keamanan Aspen, di Colorado.
"Anda dapat melihat langkah-langkah sanksi tambahan saat kita melihat gambaran ini terus berkembang dalam beberapa minggu mendatang."
China telah memposisikan dirinya sebagai pihak netral dalam perang yang sedang berlangsung tetapi telah memperdalam hubungan ekonomi dengan Rusia dan menjadi sumber utama Moskow sebagai pemasok industri pertahanan Rusia.
Sullivan mengungkit perintah Presiden AS Joe Biden pada akhir 2023, yang memungkinkan Departemen Keuangan AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap bank-bank yang membiayai produksi barang-barang penggunaan ganda yang membantu industri pertahanan Rusia.
"Kewenangan ini tidak diberikan secara cuma-cuma," tambah penasihat keamanan nasional AS itu. "Kami menerapkannya sehingga ketika kami menemukan bank yang kami rasa termasuk dalam rezim sanksi tersebut, kami dapat melakukan sesuatu," tandasnya.
"Saya tidak memiliki prediksi hari ini, tetapi saya hanya akan memberi tahu Anda bahwa kami telah, dari waktu ke waktu, mengumpulkan alat untuk dapat merespons perilaku semacam ini. Dan kami akan merespons perilaku semacam ini."
Washington telah memperingatkan Beijing sebelumnya tentang kemungkinan sanksi karena mendukung industri pertahanan Rusia. Pernyataan Sullivan mengindikasikan bahwa pembatasan baru sudah dekat, demikian laporan Bloomberg.
China akan merespons ketika AS memberikan bukti konkret tentang transaksi keuangan yang melanggar sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia oleh AS. "Tetapi, secara garis besar, gambarannya tidak bagus dengan perusahaan-perusahaan China yang terus membantu upaya perang Rusia, tambah Sullivan," ujar Sullivan dikutip dari Kyiv Independent, Minggu (21/7/2024).
China sebelumnya membantah mendukung salah satu pihak dalam perang tersebut dan menyatakan bahwa hubungannya dengan Rusia tidak melampaui batas-batas hubungan normal sembari menggarisbawahi kemitraannya yang erat dengan Moskow.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin terakhir kali bertemu pada Mei 2024 ketika Putin mengunjungi China selama dua hari. Berbicara pada 16 Mei di sebuah konferensi pers, keduanya menunjukkan sikap bersatu dan menempatkan diri mereka sebagai mitra yang menentang tatanan dunia yang dipimpin oleh Barat dan AS.
"Kami pikir China harus berhenti karena kami pikir itu sangat di luar batas-batas perilaku yang layak oleh negara-negara bangsa," kata Sullivan di Forum Keamanan Aspen, di Colorado.
"Anda dapat melihat langkah-langkah sanksi tambahan saat kita melihat gambaran ini terus berkembang dalam beberapa minggu mendatang."
China telah memposisikan dirinya sebagai pihak netral dalam perang yang sedang berlangsung tetapi telah memperdalam hubungan ekonomi dengan Rusia dan menjadi sumber utama Moskow sebagai pemasok industri pertahanan Rusia.
Sullivan mengungkit perintah Presiden AS Joe Biden pada akhir 2023, yang memungkinkan Departemen Keuangan AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap bank-bank yang membiayai produksi barang-barang penggunaan ganda yang membantu industri pertahanan Rusia.
"Kewenangan ini tidak diberikan secara cuma-cuma," tambah penasihat keamanan nasional AS itu. "Kami menerapkannya sehingga ketika kami menemukan bank yang kami rasa termasuk dalam rezim sanksi tersebut, kami dapat melakukan sesuatu," tandasnya.
"Saya tidak memiliki prediksi hari ini, tetapi saya hanya akan memberi tahu Anda bahwa kami telah, dari waktu ke waktu, mengumpulkan alat untuk dapat merespons perilaku semacam ini. Dan kami akan merespons perilaku semacam ini."
Washington telah memperingatkan Beijing sebelumnya tentang kemungkinan sanksi karena mendukung industri pertahanan Rusia. Pernyataan Sullivan mengindikasikan bahwa pembatasan baru sudah dekat, demikian laporan Bloomberg.
China akan merespons ketika AS memberikan bukti konkret tentang transaksi keuangan yang melanggar sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia oleh AS. "Tetapi, secara garis besar, gambarannya tidak bagus dengan perusahaan-perusahaan China yang terus membantu upaya perang Rusia, tambah Sullivan," ujar Sullivan dikutip dari Kyiv Independent, Minggu (21/7/2024).
China sebelumnya membantah mendukung salah satu pihak dalam perang tersebut dan menyatakan bahwa hubungannya dengan Rusia tidak melampaui batas-batas hubungan normal sembari menggarisbawahi kemitraannya yang erat dengan Moskow.
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin terakhir kali bertemu pada Mei 2024 ketika Putin mengunjungi China selama dua hari. Berbicara pada 16 Mei di sebuah konferensi pers, keduanya menunjukkan sikap bersatu dan menempatkan diri mereka sebagai mitra yang menentang tatanan dunia yang dipimpin oleh Barat dan AS.
(nng)