Jaga Cash Flow Perusahaan, Saatnya Harga BBM Non Subsidi Disesuaikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina diyakini sudah saatnya menyesuaikan harga BBM non subsidi, seperti Pertamax seri. Diketahui BUMN tersebut mempertahankan harga Pertamax Cs sejak Maret 2024, meski minyak dunia saat itu melonjak pesat.
Ekonom Ryan Kiryanto menerangkan, penyesuaian harga BBM non subsidi bakal menjaga cash flow perusahaan. Sebagai informasi, saat SPBU swasta sudah menyesuaikan harga BBM, hanya Pertamina yang masih mempertahankan harga.
“Setuju, tidak masalah kalau saat ini harga BBM non subsidi harus dinaikkan. Penyesuaikan tersebut akan menjaga casf flow perusahaan, menjaga kondisi keuangan pertamina, sekaligus untuk kesinambungan suplai ke depan,” kata Ryan kepada media hari ini.
Ekonom senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) itu menambahkan, bahwa evaluasi terhadap penyesuaian harga BBM non subsidi Pertamina memang harus dilakukan. Pasalnya, selama empat bulan tidak menaikkan harga, tentu berpengaruh terhadap kondisi finansial BUMN energi tersebut. Terlebih harga minyak dunia juga berfluktuasi dan bahkan sempat melejit sejak Maret 2024.
“Makanya kalau saat ini harga BBM non subsidi dinaikkan, hitung-hitungannya mungkin sebagai ‘kompensasi. Yakni karena selama beberapa bulan harga BBM non subsidi tidak disesuaikan, padahal di sisi lain harga minyak dunia ketika itu sedang naik,” jelas Ryan.
Menurut Ryan, keputusan ketika itu untuk tidak langsung menaikkan harga BBM non subsidi, sudah tepat. Sebab, daya beli masyarakat memang sedang melemah. Dalam hal ini, meski BBM non subsidi bukan untuk masyarakat lapis bawah, tetapi jika harga langsung dinaikkan dikhawatirkan akan menimbukan efek, baik langsung maupun tidak langsung.
“Karena bisa merembet ke harga-harga barang di pasar. Sementara barang di pasar, yang membeli kan bukan hanya orang kaya, tetapi juga orang miskin,” kata dia.
Begitu pun, Ryan berpesan, jika harga BBM non subsidi akan dinaikkan, Pertamina harus memperhatikan beberapa hal. Termasuk di antaranya, bahwa kenaikan harga tidak membebani masyarakat dan tidak memberikan efek kepada inflasi.
“Analisisnya harus dari helicopter view. Jadi harus dijaga betul pada tingkat harga berapa BBM nonsubsidi jika ingin dinaikkan, yang tidak memiliki efek inflasi yang kuat,” ungkapnya.
Selain itu, Ryan juga berharap, agar kenaikan tidak menimbulkan disparitas harga yang terlalu besar dengan BBM subisidi seperti Pertalite. Hal ini penting, untuk menghindari migrasi agar kuota BBM subsidi juga tetap terjaga.
Ekonom Ryan Kiryanto menerangkan, penyesuaian harga BBM non subsidi bakal menjaga cash flow perusahaan. Sebagai informasi, saat SPBU swasta sudah menyesuaikan harga BBM, hanya Pertamina yang masih mempertahankan harga.
“Setuju, tidak masalah kalau saat ini harga BBM non subsidi harus dinaikkan. Penyesuaikan tersebut akan menjaga casf flow perusahaan, menjaga kondisi keuangan pertamina, sekaligus untuk kesinambungan suplai ke depan,” kata Ryan kepada media hari ini.
Ekonom senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) itu menambahkan, bahwa evaluasi terhadap penyesuaian harga BBM non subsidi Pertamina memang harus dilakukan. Pasalnya, selama empat bulan tidak menaikkan harga, tentu berpengaruh terhadap kondisi finansial BUMN energi tersebut. Terlebih harga minyak dunia juga berfluktuasi dan bahkan sempat melejit sejak Maret 2024.
“Makanya kalau saat ini harga BBM non subsidi dinaikkan, hitung-hitungannya mungkin sebagai ‘kompensasi. Yakni karena selama beberapa bulan harga BBM non subsidi tidak disesuaikan, padahal di sisi lain harga minyak dunia ketika itu sedang naik,” jelas Ryan.
Menurut Ryan, keputusan ketika itu untuk tidak langsung menaikkan harga BBM non subsidi, sudah tepat. Sebab, daya beli masyarakat memang sedang melemah. Dalam hal ini, meski BBM non subsidi bukan untuk masyarakat lapis bawah, tetapi jika harga langsung dinaikkan dikhawatirkan akan menimbukan efek, baik langsung maupun tidak langsung.
“Karena bisa merembet ke harga-harga barang di pasar. Sementara barang di pasar, yang membeli kan bukan hanya orang kaya, tetapi juga orang miskin,” kata dia.
Begitu pun, Ryan berpesan, jika harga BBM non subsidi akan dinaikkan, Pertamina harus memperhatikan beberapa hal. Termasuk di antaranya, bahwa kenaikan harga tidak membebani masyarakat dan tidak memberikan efek kepada inflasi.
“Analisisnya harus dari helicopter view. Jadi harus dijaga betul pada tingkat harga berapa BBM nonsubsidi jika ingin dinaikkan, yang tidak memiliki efek inflasi yang kuat,” ungkapnya.
Selain itu, Ryan juga berharap, agar kenaikan tidak menimbulkan disparitas harga yang terlalu besar dengan BBM subisidi seperti Pertalite. Hal ini penting, untuk menghindari migrasi agar kuota BBM subsidi juga tetap terjaga.
(akr)