PMI Kontraksi, Pengusaha Dorong Kebijakan Bea Masuk Anti Dumping Diterapkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia mengalami penurunan. Menurut data S&P Global PMI manufaktur Indonesia di Juli 2024 di level 49,3, angka itu terkontraksi dari posisi Juni 2024 di level 50,7.
Data itu menunjukkan bahwa industri manufaktur di Indonesia dalam kondisi yang menurun. Turunnya kinerja industri didorong adanya relaksasi impor.
Pelaku industri seperti industri keramik sudah merasakan hal itu. Dimana, industri keramik belakangan sudah babak belur dihantam produk impor.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto pun berharap pemerintah segera memutuskan dan menerapkan kebijakan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk keramik impor asal Tiongkok.
Menurut Edy, saat ini para importir telah memanfaatkan celah waktu dari dikeluarkannya laporan hasil akhir penyelidikan KADI dengan melakukan importasi dalam jumlah yang sangat besar untuk menghindari pengenaan BMAD.
"Hal tersebut tentu sangat merugikan industri keramik nasional," Ujar Edi dalam keterangannya, Sabtu (3/8/2024).
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto menilai, ada beberapa faktor yang membuat PMI Indonesia menurun. Pertama, banyak industri dalam negeri yang sudah terlanjur gulung tikar, karena buruknya iklim usaha.
Kedua, derasnya barang-barang impor yang masuk tanpa prosedur yang jelas. Ia menjelaskan, terdapat barang-barang impor yang beredar di dalam negeri masuk melalui jalur tidak benar.
Meski sebagian barang sudah termasuk barang lartas (larangan terbatas) impor, namun masih bisa masuk oleh sebagian pengusaha dengan memakai berbagai jasa yang ditawarkan.
"tentu dengan harus membayar mahal, untuk mendapatkan kuota impor. Sebagian barang yang dilarang impor juga bisa menggunakan jasa borongan/under name untuk di impor. Tentu hal ini diduga melibatkan oknum Bea Cukai," ujar Darmadi
Darmadi memandang, langkah penyelamatan yang dilakukan pemerintah saat ini juga sudah tidak efektif atau sulit menolong kondisi sektor industri.
Untuk menyelamatkan sektor industri secara umum dari badai kehancuran, menurutnya, pemerintah harus segera mengimplementasikan kebijakan BMAD sebagaimana diterapkan terhadap industri keramik.
"Kebijakan BMAD untuk keramik import Tiongkok itu cukup relevan sebagai upaya memperkuat sektor industri tanah air, hanya saja implementasi kebijakan tersebut harus segera dilakukan," tegasnya.
Kendati demikian, Darmadi memandang, kebijakan BMAD dan langkah penegakkan hukum dalam menyelamatkan sektor industri belumlah cukup memadai dalam menyelesaikan persoalan ini.
"Solusinya Pemerintah harus segera melakukan transformasi di sektor industri. Contoh positif dengan adanya transformasi bisa kita lihat di mana ketika para importir keramik bertransformasi menjadi industri terbukti bisa menarik investasi-investasi baru," tuturnya
Data itu menunjukkan bahwa industri manufaktur di Indonesia dalam kondisi yang menurun. Turunnya kinerja industri didorong adanya relaksasi impor.
Pelaku industri seperti industri keramik sudah merasakan hal itu. Dimana, industri keramik belakangan sudah babak belur dihantam produk impor.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto pun berharap pemerintah segera memutuskan dan menerapkan kebijakan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk keramik impor asal Tiongkok.
Menurut Edy, saat ini para importir telah memanfaatkan celah waktu dari dikeluarkannya laporan hasil akhir penyelidikan KADI dengan melakukan importasi dalam jumlah yang sangat besar untuk menghindari pengenaan BMAD.
"Hal tersebut tentu sangat merugikan industri keramik nasional," Ujar Edi dalam keterangannya, Sabtu (3/8/2024).
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto menilai, ada beberapa faktor yang membuat PMI Indonesia menurun. Pertama, banyak industri dalam negeri yang sudah terlanjur gulung tikar, karena buruknya iklim usaha.
Kedua, derasnya barang-barang impor yang masuk tanpa prosedur yang jelas. Ia menjelaskan, terdapat barang-barang impor yang beredar di dalam negeri masuk melalui jalur tidak benar.
Meski sebagian barang sudah termasuk barang lartas (larangan terbatas) impor, namun masih bisa masuk oleh sebagian pengusaha dengan memakai berbagai jasa yang ditawarkan.
"tentu dengan harus membayar mahal, untuk mendapatkan kuota impor. Sebagian barang yang dilarang impor juga bisa menggunakan jasa borongan/under name untuk di impor. Tentu hal ini diduga melibatkan oknum Bea Cukai," ujar Darmadi
Darmadi memandang, langkah penyelamatan yang dilakukan pemerintah saat ini juga sudah tidak efektif atau sulit menolong kondisi sektor industri.
Untuk menyelamatkan sektor industri secara umum dari badai kehancuran, menurutnya, pemerintah harus segera mengimplementasikan kebijakan BMAD sebagaimana diterapkan terhadap industri keramik.
"Kebijakan BMAD untuk keramik import Tiongkok itu cukup relevan sebagai upaya memperkuat sektor industri tanah air, hanya saja implementasi kebijakan tersebut harus segera dilakukan," tegasnya.
Kendati demikian, Darmadi memandang, kebijakan BMAD dan langkah penegakkan hukum dalam menyelamatkan sektor industri belumlah cukup memadai dalam menyelesaikan persoalan ini.
"Solusinya Pemerintah harus segera melakukan transformasi di sektor industri. Contoh positif dengan adanya transformasi bisa kita lihat di mana ketika para importir keramik bertransformasi menjadi industri terbukti bisa menarik investasi-investasi baru," tuturnya
(fch)