Semakin Banyak Bocah yang Ngerokok, Bappenas Jadi Cemas

Selasa, 25 Agustus 2020 - 08:19 WIB
loading...
Semakin Banyak Bocah...
Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menegaskan, apabila intervensi pemerintah terhadap pengendalian tembakau sama seperti tahun sebelumnya dan tidak ada inovasi, maka diproyeksikan prevalensi merokok akan mengalami peningkatan menjadi 15,95% di tahun 2030. Artinya, target pemerintah untuk tujuan berkelanjutan pasti tidak tercapai.

“Kita bisa lihat bahwa merokok dimulai di usia yang sangat muda. Sebesar 52,1% penduduk, pertama kali merokok di usia 15-16 tahun. 23,1% di usia 10-14 tahun. Bahkan ada di usia 5-9 tahun sebesar 2,5%. Tentu ini menjadi perhatian kita bersama bahwa anak-anak di Indonesia sudah merokok,” tegas Renova Siahaan, Kasubdit SDM dan Pembiayaan Kesehatan Bappenas dalam keterangan tertulisnya yang diterima Selasa (25/8/2020). ( Baca juga:Cuma UMKM yang Penuhi Kriteria Bisa Dapat Penjaminan Kredit )

Renova menjelaskan, sejatinya upaya pencegahan akses anak terhadap rokok sudah menjadi prioritas di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 lalu. Namun melihat pencapaiannya, ternyata sangat jauh dari target yang diharapkan. Di 2019, diharapkan prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun sebesar 5,4%, namun yang terjadi mengalami peningkatan menjadi 9,1%.

Situasi tersebut dinilai Renova tidak sejalan dengan tujuan RPJMN 2020-2024 yang ingin menciptakan sumber daya manusia unggul dan menjadi tantangan yang besar bagi peningkatan sumber daya produktifitas manusia ke depan.

“Kenapa sebenarnya konsumsi rokok di Indonesia itu tinggi? Terutama meningkat di kalangan anak-anak dan remaja. Jadi kalau kita lihat, faktanya harga rokok itu memang masih murah dan terjangkau,” ujar Renova.

Pandangan Renova diamini oleh Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (ALIT) Indonesia, Yuliati Umrah, yang menyatakan saat ini anak-anak masih dapat mengakses rokok secara bebas dan terbuka. Padahal, seharusnya seperti halnya obat dan alkohol, konsumsi rokok semestinya dikendalikan agar tidak menyasar anak-anak.

Menurut Yuliati, salah satu hal yang perlu dilakukan agar anak-anak tidak terpapar penyalahgunaan konsumsi rokok, yakni meningkatkan edukasi manfaat dan bahaya produk tembakau. Anak-anak harus tahu apa sesungguhnya manfaat dan bahaya produk tembakau, khususnya rokok. Dengan demikian, ia akan mampu mengukur risiko yang timbul.

“Kita juga perlu sepaham bahwa kondisi saat ini tidak boleh menggerus bonus demografi yang akan disumbang generasi saat ini. Edukasi adalah kunci untuk mengatasi penyalahgunaan konsumsi dan merawat generasi,” jelas Yuliati.

Renova kemudian menekankan, salah satu tools untuk mengurangi keterjangkauan remaja terhadap rokok yakni melalui reformasi kebijakan fiskal yaitu kebijakan cukai. Artinya kalau harga dinaikkan, tapi sistem cukai seperti saat ini, berpeluang pada tidak efektifnya kebijakan kenaikan cukai tadi; maupun peluang penghindaran pajak. Upaya menuju pengendalian tembakau atau mengurangi prevalensi anak ini sebenarnya bukan hanya tanggung jawab dari satu sektor.

“Beberapa reformasi atau inovasi telah dilakukan, di antaranya kaitannya dengan reformasi fiskal. Di bab ketahanan ekonomi sendiri, secara khusus salah satu strategi kita adalah menyederhanakan struktur tarif cukai ,” jelas Renova. ( Baca juga:Evi Novida Ginting Kembali Aktif sebagai Anggota KPU, Ini Sikap DKPP )

Jadi di dalam RPJMN ini, menurunkan prevalensi merokok tidak hanya menyasar pada meningkatkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, tetapi juga sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan ekonomi yang berkualitas.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1365 seconds (0.1#10.140)