Komoditas Sawit Gerakkan Ekonomi Kalbar

Jum'at, 06 September 2019 - 11:11 WIB
Komoditas Sawit Gerakkan Ekonomi Kalbar
Komoditas Sawit Gerakkan Ekonomi Kalbar
A A A
JAKARTA - Industri dan perkebunan kelapa sawit sebagai investasi padat modal terbukti sebagai penopang dan penggerak ekonomi Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).

Sawit juga berperan besar dalam penciptaan lapangan kerja, terutama tenaga kerja berpendidikan rendah dalam jumlah besar. “Sawit sebagai penopang ekonomi Kalbar itu tidak bisa dipungkiri, core-nya memang sawit. Jadi setelah masa keemasan kayu di Kalbar (sekarang) diganti sawit.

Sebenarnya masih ada karet, tapi kan harganya tidak sebagus sawit. Walaupun saat ini harga TBS (tandan buah segar) juga anjlok,” kata Anggota Komisi XI DPR Michael Jeno di Jakarta kemarin.

Dulu, kata Jeno, perekonomian Kalbar sangat bergantung pada kayu atau sektor kehutanan. Era 1970-1980 industri pengolahan kayu di Kalbar sangat maju. Namun, industri kayu ini nyaris didominasi oleh korporasi besar.

Hal ini beda dengan sawit, di mana masyarakat juga turut menikmati keuntungan dari kebun sawit yang dimilikinya. Sektor lainnya yang berperan terhadap perekonomian Kalbar, yakni industri pertambangan bauksit.

“Namun industri ini juga dikuasai korporasi besar,” kata anggota DPR Fraksi PDIP dari Dapil Kalbar ini. Hal yang sama dikemukakan Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Gusti Hardiansyah. Menurut dia, pada 1970-1980- an Kalbar merupakan penghasil kayu.

Jadi, industri berbasis hasil hutan ini sangat dominan dalam pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) Kalbar. Namun seiring dengan menyusutnya pasokan kayu, kata Hardiansyah, perekonomian di Kalbar beralih dari sektor kehutanan ke budi daya perkebunan, terutama sawit. Saat ini dari 14 juta ha luas daratan Kalbar, sekitar 1,5 juta ha merupakan kebun sawit.

Sekitar 55% dikelola perusahaan besar nasional (PBN). Sisanya dikelola BUMN yakni PTPN XIII dan rakyat. Kondisi ini menyebabkan daerah ini memberikan kontribusi sekitar 10% CPO nasional.

Menurut pengamatan Hardiansyah, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, setidaknya ada empat kabupaten di Kalbar perkebunan sawitnya berkembang pesat. Keempatnya, yakni Kabupaten Landak, Sanggau, Sintang, dan Ketapang.

Seiring perkembangan perkebunan sawit di keempat kabupaten ini, kata dia, rakyatnya juga sangat sejahtera. Dari sisi budaya, masyarakat suku Dayak yang dulunya berburu dan meramu, sekarang sudah ada lompatan kebudayaan menjadi menanam sawit.

Yang tadinya menebang, sekarang berubah menjadi budaya menanam, memelihara, dan membesarkan tanaman sawit. “Nah ini merupakan perubahan sosial yang sangat positif sehingga harus kita jaga,” kata Hardiansyah.

Sementara itu, Bupati Sintang Jarot Winarno mengatakan, sektor perkebunan di daerah yang dipimpinnya berkontribusi terhadap 22% PDRB Kabupaten Sintang. Kebun sawit di Sintang dikelola oleh 48 perusahaan dengan luasan tanam 180.000 ha dan sawit mandiri milik masyarakat seluas 6.000 ha.

Keberadaan sawit, kata Jarot, juga meningkatkan daya beli masyarakat di perdesaan. Tapi, lanjut dia, harus diakui bahwa sawit menyisakan masalah terhadap kemitraan dengan masyarakat. Selain itu, juga masih ada perusahaan yang kadang lalai menjaga konservasi lingkungan yang masih berhutan.

“Nah itulah yang kadang-kadang masih timbul masalah. Ya wajarlah,” katanya. Untuk meminimalkan persoalan itu, Jarot membentuk Forum Komunikasi Sawit Berkelanjutan (FKSB). FKSB tersebut beranggotakan wakil dari 48 perusahaan sawit yang ada di Sintang, LSM, petani sawit mandiri, koperasi, dan perwakilan Pemda Sintang. (Sudarsono)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4343 seconds (0.1#10.140)