Utang China Makin Mencengkeram Afrika, Nilainya Tembus Rp2.805 Triliun
loading...
A
A
A
Negeri Tirai Bambu telah meminjamkan benua itu totalnya USD182,28 miliar atau setara Rp2.805 triliun (Kurs Rp15.390 per USD) sepanjang periode 2000-2023, disampaikan studi Universitas Boston, di mana sebagian besar bantuan keuangan tersebut masuk ke sektor energi, transportasi, dan TIK Afrika.
Afrika menonjol pada tahun-tahun awal BRI atau jalur sutra modern, ketika China berusaha untuk menciptakan kembali Jalur Sutra kuno dan memperluas pengaruh geopolitik serta ekonominya melalui dorongan pembangunan infrastruktur global.
Namun China mulai menjauh pada tahun 2019, sebuah pergeseran yang dipercepat oleh pandemi. Efeknya membuat serangkaian proyek menjadi mangkrak di sekitar wilayah tersebut, termasuk kereta api modern yang dimaksudkan untuk menghubungkan Kenya dengan tetangganya.
Pengurangan pinjaman disebabkan oleh tekanan domestik China sendiri, ditambah meningkatnya beban utang di antara ekonomi Afrika. Zambia, Ghana, dan Ethiopia telah melakukan perombakan utang yang berlarut-larut sejak 2021.
Lebih dari setengah dari pinjaman yang sudah berkomitmen tahun lalu, atau setara USD2,59 miliar, adalah untuk pemberi pinjaman regional dan nasional, studi oleh Boston University menggarisbawahi strategi baru Beijing.
"Fokus pemberi pinjaman China pada lembaga keuangan Afrika kemungkinan besar merupakan strategi mitigasi risiko yang menghindari paparan tantangan utang negara-negara Afrika," katanya.
Hampir sepersepuluh dari pinjaman tahun 2023 adalah untuk tiga proyek energi surya dan tenaga air. Dimana studi tersebut menggambarkan keinginan China untuk beralih ke pendanaan energi terbarukan alih-alih pembangkit listrik tenaga batu bara.
Namun tren yang terlihat dalam angka pada tahun lalu, tidak memberikan arah yang jelas tentang keterlibatan keuangan China dengan benua itu, seperti ditunjukkan studi itu. Lembaga-lembaga China juga mengucurkan pinjaman ke ekonomi yang sedang melemah seperti Nigeria dan Angola.
"Masih harus dilihat apakah kemitraan China di Afrika akan mempertahankan kualitasnya," kata Pusat Kebijakan Pembangunan Global.
Afrika menonjol pada tahun-tahun awal BRI atau jalur sutra modern, ketika China berusaha untuk menciptakan kembali Jalur Sutra kuno dan memperluas pengaruh geopolitik serta ekonominya melalui dorongan pembangunan infrastruktur global.
Namun China mulai menjauh pada tahun 2019, sebuah pergeseran yang dipercepat oleh pandemi. Efeknya membuat serangkaian proyek menjadi mangkrak di sekitar wilayah tersebut, termasuk kereta api modern yang dimaksudkan untuk menghubungkan Kenya dengan tetangganya.
Pengurangan pinjaman disebabkan oleh tekanan domestik China sendiri, ditambah meningkatnya beban utang di antara ekonomi Afrika. Zambia, Ghana, dan Ethiopia telah melakukan perombakan utang yang berlarut-larut sejak 2021.
Lebih dari setengah dari pinjaman yang sudah berkomitmen tahun lalu, atau setara USD2,59 miliar, adalah untuk pemberi pinjaman regional dan nasional, studi oleh Boston University menggarisbawahi strategi baru Beijing.
"Fokus pemberi pinjaman China pada lembaga keuangan Afrika kemungkinan besar merupakan strategi mitigasi risiko yang menghindari paparan tantangan utang negara-negara Afrika," katanya.
Hampir sepersepuluh dari pinjaman tahun 2023 adalah untuk tiga proyek energi surya dan tenaga air. Dimana studi tersebut menggambarkan keinginan China untuk beralih ke pendanaan energi terbarukan alih-alih pembangkit listrik tenaga batu bara.
Namun tren yang terlihat dalam angka pada tahun lalu, tidak memberikan arah yang jelas tentang keterlibatan keuangan China dengan benua itu, seperti ditunjukkan studi itu. Lembaga-lembaga China juga mengucurkan pinjaman ke ekonomi yang sedang melemah seperti Nigeria dan Angola.
"Masih harus dilihat apakah kemitraan China di Afrika akan mempertahankan kualitasnya," kata Pusat Kebijakan Pembangunan Global.
(akr)