Rugi Bersih Pertamina Itu Terendah, Bandingkan dengan Raksasa Migas Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hampir semua Oil Company ber-skala global di dunia merugi karena tertekannya ekonomi dunia akibat serangan Covid-19. Maka itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus menilai kerugian yang dialami Pertamina pada Semester I 2020 sebagai hal wajar.
Bahkan menurut dia, Pertamina masih jauh lebih baik dari rata-rata perusahaan besar dunia. Pertamina mengalami rugi bersih sekitar USD 767,91 juta atau minus 0,77% atau sekitar Rp11,31 triliun (pada kurs Rp14.500 per dolar AS).
“Coba perhatikan semua oil company, Shell mengalami kerugian bersih sebesar 18,40 miliar dolar, British Petroleum rugi bersihnya USD21,21 miliar, TOTAL mengalami net loss USD8,40 miliar, dan Chevron mengalami rugi bersih mencapai USD 4,70 miliar,” kata Deddy dalam keterangannya, Kamis (27/8/2020).
(Baca Juga: Kerugian Pertamina Rp11,4 Triliun Disebut Wajar )
“Jadi kalau dibandingan dengan semua perusahaan besar dunia, rugi bersih Pertamina itu terendah,” sambung Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Dia mengatakan, jika dilihat rasio rugi bersih berbanding total asset, maka Pertamina berada pada urutan kedua setelah ExxonMobil. Lebih jauh menurut Deddy, jika dibandingkan dengan oil company yang total asetnya relatif sama, Pertamina dengan aset sekitar USD 70,23 miliar mengalami kerugian paling rendah dibandingkan ConocoPhilips dan ENI dengan total aset masing-masing USD 63,05 miliar dan USD 69,50 miliar.
Lebih lanjut Ia menuturkan, sepanjang Semester I 2020 ekonomi dunia dan tak terkecuali Indonesia, mengalami penurunan sangat tajam yang berimbas kepada volume penjualan di sektor industri dan retail.
“Kerugian Pertamina juga disebabkan oleh penuruan dan fluktuasi nilai tukar dan harga minyak mentah dunia juga menyumbang terhadap kerugian. Pertamina juga mengalami tekanan akibat kinerja lifting minyak ladang-ladang minyak yang terus mengalami penurunan produksi,” ujar Deddy.
(Baca Juga: Rugi Capai Rp11 Triliun, Ahok Minta Pertamina Diaudit Investigasi )
Maka itu, Deddy meminta Pertamina agar terus melakukan efisiensi dalam belanja modal dan belanja operasional perusahaan secara signifikan, jika perlu segera melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang ada untuk menekan biaya dan memelihara arus kas. Menurut dia, Pertamina harus memastikan TKDN ditingkatkan dan menekan impor yang memerlukan dolar besar di masa sulit ini.
“Restrukturisasi korporasi yang baru dilakukan oleh Pertamina seharusnya juga berdampak pada restrukturisasi bisnis secara keseluruhan dan secara terintegrasi. Meskipun rugi, Pertamina tetap bertanggung jawab meneruskan tugas-tugas konstitusionalnya melayani rakyat melalui ketersediaan energy,” ungkap Deddy.
“Kita harus berhenti menyalahkan Pertamina terus menerus dan menjadikannya isu publik dan politik yang tidak berdasar dan tidak proporsional,” tambah legislator dari Kalimantan Utara ini.
Menurut dia, serangan terhadap Pertamina melalui media sosial (Medsos) sudah bergeser jauh dari konteks. “Kinerja Pertamina memang harus terus diawasi dan dikritisi, tetapi menyederhanakan masalah yang dihadapi Pertamina sebagai urusan individu, baik Komisaris maupun Direksi adalah kesalahan,” ujar Deddy.
Dia berharap Pertamina mampu keluar dari kondisi sulit ini, tidak melakukan PHK dan tetap melayani rakyat. Dia pun mengajak mengawasi sembari berharap agar Semester II nanti Pertamina mampu meraih untung seiring dengan berkurangnya tekanan ekonomi akibat Pandemi Covid-19.
“Saya berharap, situasi sulit ini digunakan oleh jajaran pimpinan Pertamina untuk merumuskan ulang strategi bisnisnya ke depan,” pungkasnya.
Bahkan menurut dia, Pertamina masih jauh lebih baik dari rata-rata perusahaan besar dunia. Pertamina mengalami rugi bersih sekitar USD 767,91 juta atau minus 0,77% atau sekitar Rp11,31 triliun (pada kurs Rp14.500 per dolar AS).
“Coba perhatikan semua oil company, Shell mengalami kerugian bersih sebesar 18,40 miliar dolar, British Petroleum rugi bersihnya USD21,21 miliar, TOTAL mengalami net loss USD8,40 miliar, dan Chevron mengalami rugi bersih mencapai USD 4,70 miliar,” kata Deddy dalam keterangannya, Kamis (27/8/2020).
(Baca Juga: Kerugian Pertamina Rp11,4 Triliun Disebut Wajar )
“Jadi kalau dibandingan dengan semua perusahaan besar dunia, rugi bersih Pertamina itu terendah,” sambung Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Dia mengatakan, jika dilihat rasio rugi bersih berbanding total asset, maka Pertamina berada pada urutan kedua setelah ExxonMobil. Lebih jauh menurut Deddy, jika dibandingkan dengan oil company yang total asetnya relatif sama, Pertamina dengan aset sekitar USD 70,23 miliar mengalami kerugian paling rendah dibandingkan ConocoPhilips dan ENI dengan total aset masing-masing USD 63,05 miliar dan USD 69,50 miliar.
Lebih lanjut Ia menuturkan, sepanjang Semester I 2020 ekonomi dunia dan tak terkecuali Indonesia, mengalami penurunan sangat tajam yang berimbas kepada volume penjualan di sektor industri dan retail.
“Kerugian Pertamina juga disebabkan oleh penuruan dan fluktuasi nilai tukar dan harga minyak mentah dunia juga menyumbang terhadap kerugian. Pertamina juga mengalami tekanan akibat kinerja lifting minyak ladang-ladang minyak yang terus mengalami penurunan produksi,” ujar Deddy.
(Baca Juga: Rugi Capai Rp11 Triliun, Ahok Minta Pertamina Diaudit Investigasi )
Maka itu, Deddy meminta Pertamina agar terus melakukan efisiensi dalam belanja modal dan belanja operasional perusahaan secara signifikan, jika perlu segera melakukan renegosiasi kontrak-kontrak yang ada untuk menekan biaya dan memelihara arus kas. Menurut dia, Pertamina harus memastikan TKDN ditingkatkan dan menekan impor yang memerlukan dolar besar di masa sulit ini.
“Restrukturisasi korporasi yang baru dilakukan oleh Pertamina seharusnya juga berdampak pada restrukturisasi bisnis secara keseluruhan dan secara terintegrasi. Meskipun rugi, Pertamina tetap bertanggung jawab meneruskan tugas-tugas konstitusionalnya melayani rakyat melalui ketersediaan energy,” ungkap Deddy.
“Kita harus berhenti menyalahkan Pertamina terus menerus dan menjadikannya isu publik dan politik yang tidak berdasar dan tidak proporsional,” tambah legislator dari Kalimantan Utara ini.
Menurut dia, serangan terhadap Pertamina melalui media sosial (Medsos) sudah bergeser jauh dari konteks. “Kinerja Pertamina memang harus terus diawasi dan dikritisi, tetapi menyederhanakan masalah yang dihadapi Pertamina sebagai urusan individu, baik Komisaris maupun Direksi adalah kesalahan,” ujar Deddy.
Dia berharap Pertamina mampu keluar dari kondisi sulit ini, tidak melakukan PHK dan tetap melayani rakyat. Dia pun mengajak mengawasi sembari berharap agar Semester II nanti Pertamina mampu meraih untung seiring dengan berkurangnya tekanan ekonomi akibat Pandemi Covid-19.
“Saya berharap, situasi sulit ini digunakan oleh jajaran pimpinan Pertamina untuk merumuskan ulang strategi bisnisnya ke depan,” pungkasnya.
(akr)