Deflasi 5 Bulan Beruntun Tak Lumrah: Daya Beli Lesu, PHK di Mana-mana
loading...
A
A
A
Namun demikian, Gobel mengingatkan tentang rusaknya suatu bangsa akibat banjir impor ini. Salah satu faktor terpenting penyebab rusaknya ekonomi nasional adalah karena rezim pedagang dan penambang menguasai kebijakan ekonomi.
"Mereka itu ibarat tukang mindahin barang dan tukang gali saja. Di sana tidak ada daya cipta sama sekali. Padahal negara besar dan peradaban besar lahir dari minoritas kreatif yang melakukan inovasi dan membuat barang. Daya cipta adalah energi kemajuan peradaban," katanya.
Peradaban modern, katanya, lahir karena hadirnya pola pikir baru yang kemudian menciptakan mesin uap. Sehingga lahir revolusi industri. “Peradaban modern bukan lahir dari ditemukannya tambang emas, tambang minyak, tambang batubara, atau tambang nikel, tapi dari ditemukannya mesin uap. Ini hanya lahir dari proses mencipta,” katanya. Melalui pengendalian impor, katanya, lapangan kerja tercipta, industri berkembang, investasi meningkat, pertumbuhan ekonomi terkelola, dan kesejahteraan masyarakat terbangun.
Gobel juga mengingatkan tentang pentingnya menaikkan ekspor dengan kerja sama semua pihak, yaitu swasta, BUMN, kementerian perdagangan, dan kementerian perindustrian, dengan memanfaatkan ITPC (Indonesian Trade Promotion Center). Hal ini akan meningkatkan marketing produk Indonesia, terutama untuk bisa memaksimalkan kontribusi UMKM. Dengan demikian, selain ada pengendalian impor juga ada penguatan ekspor.
Adapun solusi ketiga, kata Gobel, adalah dengan menghidupkan ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular adalah suatu model atau sistem ekonomi melingkar yang bertujuan untuk memaksimalkan kegunaan dan nilai tambah suatu bahan atau produk sehingga mampu mereduksi jumlah buangan dan meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan. Melalui ekonomi sirkular, katanya, lapangan kerja tercipta, UMKM tumbuh, limbah tereduksi, dan alam terjaga kelestariannya.
"Saya berharap pemerintahan baru Pak Parbowo Subianto nanti mampu menjawab tantangan ekonomi ke depan dengan menggotong asas ketahanan nasional, kedaulatan bangsa, kemakmuran bersama, pemuliaan manusia Indonesia, dan kelestarian lingkungan," ujar Gobel.
"Mereka itu ibarat tukang mindahin barang dan tukang gali saja. Di sana tidak ada daya cipta sama sekali. Padahal negara besar dan peradaban besar lahir dari minoritas kreatif yang melakukan inovasi dan membuat barang. Daya cipta adalah energi kemajuan peradaban," katanya.
Baca Juga
Peradaban modern, katanya, lahir karena hadirnya pola pikir baru yang kemudian menciptakan mesin uap. Sehingga lahir revolusi industri. “Peradaban modern bukan lahir dari ditemukannya tambang emas, tambang minyak, tambang batubara, atau tambang nikel, tapi dari ditemukannya mesin uap. Ini hanya lahir dari proses mencipta,” katanya. Melalui pengendalian impor, katanya, lapangan kerja tercipta, industri berkembang, investasi meningkat, pertumbuhan ekonomi terkelola, dan kesejahteraan masyarakat terbangun.
Gobel juga mengingatkan tentang pentingnya menaikkan ekspor dengan kerja sama semua pihak, yaitu swasta, BUMN, kementerian perdagangan, dan kementerian perindustrian, dengan memanfaatkan ITPC (Indonesian Trade Promotion Center). Hal ini akan meningkatkan marketing produk Indonesia, terutama untuk bisa memaksimalkan kontribusi UMKM. Dengan demikian, selain ada pengendalian impor juga ada penguatan ekspor.
Adapun solusi ketiga, kata Gobel, adalah dengan menghidupkan ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular adalah suatu model atau sistem ekonomi melingkar yang bertujuan untuk memaksimalkan kegunaan dan nilai tambah suatu bahan atau produk sehingga mampu mereduksi jumlah buangan dan meminimalkan kerusakan sosial dan lingkungan. Melalui ekonomi sirkular, katanya, lapangan kerja tercipta, UMKM tumbuh, limbah tereduksi, dan alam terjaga kelestariannya.
"Saya berharap pemerintahan baru Pak Parbowo Subianto nanti mampu menjawab tantangan ekonomi ke depan dengan menggotong asas ketahanan nasional, kedaulatan bangsa, kemakmuran bersama, pemuliaan manusia Indonesia, dan kelestarian lingkungan," ujar Gobel.
(nng)