Iran dan Biaya Perang Melawan Israel, Minyak Bikin Ekonomi Teheran Bertahan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mampukah ekonomi Iran bertahan di tengah eskalasi ketegangan baru-baru ini dengan Israel . Bahkan sebelum konflik bersenjata, Iran berjuang dengan lonjakan inflasi, meningkatnya angka pengangguran dan keruntuhan mata uang.
Eskalasi antara Iran dan Israel terus memanas, terutama setelah Teheran menembakkan 180 rudal ke Israel pada 1 Oktober, membuat harga minyak global melonjak sekitar 5% atau terbesar dalam setahun.
Minyak mentah Brent naik lagi keesokan harinya untuk diperdagangkan di atas USD75 per barel, setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah akan melakukan aksi balasan. Jika konflik tersebut menjadi berkepanjangan, maka dikhawatirkan bakal mengganggu pasokan minyak dunia.
Eskalasi besar oleh Iran juga berisiko menyeret Amerika Serikat ke dalam konflik, penyedia data Capital Economics menulis dalam sebuah catatan kepada investor pada hari serangan, bahwa dampak pada harga minyak bakal berlangsung lama untuk menjadi "saluran utama transmisi ke ekonomi global."
"Iran menyumbang sekitar 4% dari produksi minyak global, tetapi pertimbangan penting adalah apakah Arab Saudi meningkatkan produksi jika pasokan Iran terganggu," tulis Capital Economics dilansir DW.
Kenaikan harga minyak sebesar 5% menambah sekitar 0,1% pada inflasi utama di negara-negara maju.
Analis dan pelaku pasar lainnya mengatakan, pasar belum sepenuhnya memperhitungkan risiko serangan terhadap fasilitas minyak Iran, atau gagasan bahwa Teheran mungkin mencoba memblokir Selat Hormuz – sesuatu yang diancam berkali-kali tanpa tidak benar-benar terjadi. Jalur di muara Teluk Persia itu menangani hampir 30% perdagangan minyak dunia.
Kepala ekonom di pemasok komoditas Trafigura Group, Saad Rahim mengatakan, bahwa tidak ada yang tahu seberapa jauh konflik ini bisa menyebar. "Apa reaksi dari Israel, apa reaksi balasan dari Iran, apakah pemain lain mulai terlibat?" tanyanya dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg TV.
Pada bulan Maret, Menteri Perminyakan Iran Javad Owji mengatakan ekspor minyak telah "menghasilkan lebih dari USD35 miliar" pada tahun 2023. Financial Times mengutipnya, Ia mengatakan bahwa sementara musuh Iran ingin menghentikan ekspornya, "hari ini, kami dapat mengekspor minyak ke mana pun kami mau, dan dengan diskon minimal."
Dari Januari hingga Mei 2024, analis sektor energi Vortexa melaporkan peningkatan lebih lanjut, memperkirakan bahwa Iran rata-rata menjual 1,56 juta barel per hari.
"Peningkatan produksi minyak mentah, permintaan yang lebih tinggi dari China dan peningkatan bersih dalam ukuran armada gelapnya telah membantu memfasilitasi peningkatan ekspornya," tulis Vortexa dalam laporan Juni.
Istilah "armada gelap" atau "armada bayangan" mengacu pada kapal terselubung yang menyelundupkan minyak, sehingga menghindari sanksi. Menurut organisasi nirlaba United Against Nuclear Iran yang berbasis di AS, armada bayangan Iran terdiri dari setidaknya 383 kapal tanker.
Menurut stasiun TV Iran International yang berbasis di London, pemerintah menjual minyaknya dengan diskon 20% dari harga pasar global, sebagai kompensasi atas risiko yang dihadapi pembeli karena sanksi.
"Kilang China menjadi pembeli utama pengiriman minyak ilegal Iran yang dicampur perantara dengan kargo dari negara lain dan dibongkar di China sebagai impor dari Singapura dan sumber lainnya," ungkap outlet oposisi Iran melaporkan baru-baru ini.
Saat ini, orang Iran membayar sekitar 580.000 rial di pasar gelap untuk satu dolar AS. Setelah penandatanganan kesepakatan nuklir pada tahun 2015, satu dolar bernilai 32.000 rial.
Meskipun pendapatan minyak cenderung stabil dalam beberapa tahun terakhir, Iran jauh dari kekuatan ekonomi. Populasinya sekitar 88 juta atau hampir 10 kali lipat dari musuh bebuyutannya, Israel.
Namun pada tahun 2023, output ekonomi Iran yakni USD403 miliar, secara signifikan lebih rendah dari Israel sebesar USD509 miliar. Baca Juga: AS Kembali Bela Israel, Armada Pengangkut Minyak Iran Dihantam Sanksi
Perbedaan ini menjadi lebih mencolok ketika membandingkan nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam setahun. Tahun lalu, PDB per kapita Iran adalah USD4.663, sednagkan Israel mencapai USD52.219, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
Eskalasi antara Iran dan Israel terus memanas, terutama setelah Teheran menembakkan 180 rudal ke Israel pada 1 Oktober, membuat harga minyak global melonjak sekitar 5% atau terbesar dalam setahun.
Minyak mentah Brent naik lagi keesokan harinya untuk diperdagangkan di atas USD75 per barel, setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah akan melakukan aksi balasan. Jika konflik tersebut menjadi berkepanjangan, maka dikhawatirkan bakal mengganggu pasokan minyak dunia.
Eskalasi besar oleh Iran juga berisiko menyeret Amerika Serikat ke dalam konflik, penyedia data Capital Economics menulis dalam sebuah catatan kepada investor pada hari serangan, bahwa dampak pada harga minyak bakal berlangsung lama untuk menjadi "saluran utama transmisi ke ekonomi global."
"Iran menyumbang sekitar 4% dari produksi minyak global, tetapi pertimbangan penting adalah apakah Arab Saudi meningkatkan produksi jika pasokan Iran terganggu," tulis Capital Economics dilansir DW.
Kenaikan harga minyak sebesar 5% menambah sekitar 0,1% pada inflasi utama di negara-negara maju.
Analis dan pelaku pasar lainnya mengatakan, pasar belum sepenuhnya memperhitungkan risiko serangan terhadap fasilitas minyak Iran, atau gagasan bahwa Teheran mungkin mencoba memblokir Selat Hormuz – sesuatu yang diancam berkali-kali tanpa tidak benar-benar terjadi. Jalur di muara Teluk Persia itu menangani hampir 30% perdagangan minyak dunia.
Kepala ekonom di pemasok komoditas Trafigura Group, Saad Rahim mengatakan, bahwa tidak ada yang tahu seberapa jauh konflik ini bisa menyebar. "Apa reaksi dari Israel, apa reaksi balasan dari Iran, apakah pemain lain mulai terlibat?" tanyanya dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg TV.
Minyak Bikin Ekonomi Iran Tetap Bertahan
Ekspor minyak merupakan sumber pendapatan penting bagi Iran. Terlepas dari sanksi Amerika terhadap industri minyak negara itu, Iran terus menjual minyak ke luar negeri, terutama ke China.Pada bulan Maret, Menteri Perminyakan Iran Javad Owji mengatakan ekspor minyak telah "menghasilkan lebih dari USD35 miliar" pada tahun 2023. Financial Times mengutipnya, Ia mengatakan bahwa sementara musuh Iran ingin menghentikan ekspornya, "hari ini, kami dapat mengekspor minyak ke mana pun kami mau, dan dengan diskon minimal."
Dari Januari hingga Mei 2024, analis sektor energi Vortexa melaporkan peningkatan lebih lanjut, memperkirakan bahwa Iran rata-rata menjual 1,56 juta barel per hari.
"Peningkatan produksi minyak mentah, permintaan yang lebih tinggi dari China dan peningkatan bersih dalam ukuran armada gelapnya telah membantu memfasilitasi peningkatan ekspornya," tulis Vortexa dalam laporan Juni.
Istilah "armada gelap" atau "armada bayangan" mengacu pada kapal terselubung yang menyelundupkan minyak, sehingga menghindari sanksi. Menurut organisasi nirlaba United Against Nuclear Iran yang berbasis di AS, armada bayangan Iran terdiri dari setidaknya 383 kapal tanker.
Menurut stasiun TV Iran International yang berbasis di London, pemerintah menjual minyaknya dengan diskon 20% dari harga pasar global, sebagai kompensasi atas risiko yang dihadapi pembeli karena sanksi.
"Kilang China menjadi pembeli utama pengiriman minyak ilegal Iran yang dicampur perantara dengan kargo dari negara lain dan dibongkar di China sebagai impor dari Singapura dan sumber lainnya," ungkap outlet oposisi Iran melaporkan baru-baru ini.
Inflasi dan Mata Uang Membebani Ekonomi
Sanksi tidak hanya menargetkan industri minyak Iran, tetapi juga berdampak pada kemampuan negara itu untuk melakukan transaksi keuangan internasional. Hal ini menyebabkan penurunan tajam dalam mata uang nasional, rial.Saat ini, orang Iran membayar sekitar 580.000 rial di pasar gelap untuk satu dolar AS. Setelah penandatanganan kesepakatan nuklir pada tahun 2015, satu dolar bernilai 32.000 rial.
Meskipun pendapatan minyak cenderung stabil dalam beberapa tahun terakhir, Iran jauh dari kekuatan ekonomi. Populasinya sekitar 88 juta atau hampir 10 kali lipat dari musuh bebuyutannya, Israel.
Namun pada tahun 2023, output ekonomi Iran yakni USD403 miliar, secara signifikan lebih rendah dari Israel sebesar USD509 miliar. Baca Juga: AS Kembali Bela Israel, Armada Pengangkut Minyak Iran Dihantam Sanksi
Perbedaan ini menjadi lebih mencolok ketika membandingkan nilai total barang dan jasa yang diproduksi dalam setahun. Tahun lalu, PDB per kapita Iran adalah USD4.663, sednagkan Israel mencapai USD52.219, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).
(akr)