Kasus Jiwasraya, Jaksa Agung: Negara Rugi Rp13,7 Triliun

Kamis, 19 Desember 2019 - 06:22 WIB
Kasus Jiwasraya, Jaksa...
Kasus Jiwasraya, Jaksa Agung: Negara Rugi Rp13,7 Triliun
A A A
JAKARTA - Skandal keuangan besar kembali terjadi di Tanah Air. Kali ini di perusahaan asuransi yang berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Jiwasraya (Persero). Perusahaan asuransi yang didirikan pada 1966 itu tak mampu membayar klaim pemegang polis yang sampai akhir tahun ini mencapai Rp 12,4 triliun.

Nilai itu merupakan klaim yang harus dibayarkan kepada sekitar 17 ribu nasabah pemegang polis JS Saving Plan, sebuah produk unitlink, yakni produk asuransi yang digabungkan dengan investasi. Kasus gagal bayar klaim sejatinya beberapa kali terjadi di industri asuransi.

Diantaraya Asuransi Bakrie Life pada 2008, Asuransi Bumi Asih Jaya pada 2013 dan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 yang saat ini sedang menghadapi masalah serupa. Namun, kasus Jiwasraya berpotensi menjadi kasus terbesar dalam sejarah industri asuransi jiwa di Tanah Air. Sebab, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menaksir kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun akibat dugaan korupsi di BUMN itu.

Sejumlah langkah telah dilakukan oleh manajemen perusahaan asuransi plat merah itu untuk memenuhi kewajibannya. Salah satunya menerbitkan surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) sebesar Rp500 miliar dengan kupon 11,25% per tahun. Namun jumlah itu masih belum mampu menutup klaim dana nasabah. Upaya untuk mendatangkan investor dengan menjual anak usaha yang baru dibentuk yakni PT Jiwasraya Putra belum menuai hasil.

Pemerintah pun menegaskan tak ada bantuan dana bagi Jiwasraya setelah sebelumnya ada opsi untuk membantu Jiwasraya dengan bantuan dari Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN). Sedangkan aset Jiwasraya tersisa Rp2 triliun dari sebelumnya Rp25 triliun. Jiwasraya pun menyerah dan menyatakan tak sanggup memenuhi kewajibannya.

Kasus besar itu membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara. Di sela-sela kunjungannya ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Jokowi menegaskan persoalan yang dihadapi Jiwasraya bukan masalah yang ringan. Jokowi menegaskan, penyelesaian masalah keuangan di Jiwasraya sudah diserahkan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri BUMN Erick Thohir.

"Gambaran solusinya sudah ada, kami tengah mencari solusi itu, masih dalam proses," tegas Jokowi, di Hotel Novotel Balikpapan, kemarin. Selain mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan persoalan keuangan, pemerintah juga menempuh jalur hukum untuk meminta pertanggungjawaban para manajemen Jiwasraya.

"Tapi yang berkaitan dengan hukum ya ranahnya memang sudah masuk ke kriminal sudah masuk ke ranah hukum dan alternatif penyelesaian itu memang masih dalam proses. Kami harapkan nanti segera selesai," kata Jokowi.

Menteri BUMN Erick Thohir menerangkan, pihaknya menargetkan mengatasi persoalan Jiwasraya dalam enam bulan ke depan. "Insya Allah dalam enam bulan ini kita coba persiapkan solusi-solusi yang salah satunya diawali dengan pembentukan holding pada perusahaan asuransi," katanya.

Dia mengungkapkan, langlah awal yang diambil Kementerian BUMN yakni melakukan restrukturisasi Jiwasraya. "Supaya nanti ada cash flow juga membantu nasabah yang hari ini belum mendapat kepastian. Tapi hari ini yang mesti saya tekankan restrukturisasi, jadi prosesnya pasti berjalan," ujar Erick.

Sedangkan Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, Kejagung menemukan potensi kerugian Negara dari aktivitas bisnis Jiwasraya sebesar Rp13,7 triliun. Jumlah potensi kerugian itu tercatat hingga Agustus 2019 dan diperkirakan terus bertambah lantaran sejauh ini Kejagung belum selesai melakukan penyidikan.

"Sampai dengan Agustus 2019 Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara Rp13,7 triliun. Ini merupakan perkiraan awal dan diduga akan lebih dari itu," ujar Burhanuddin di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, kemarin.

Dari proses penyidikan yang dilakukan Kejagung, ditemukan indikasi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya. Temuan pertama, yakni penempatan dana di instrumen saham sebesar Rp5,7 triliun atau 22,4% dari aset finansial. Sebanyak 95% dari Rp5,7 triliun itu ditempatkan pada emiten dengan kinerja buruk. Sisanya pada emiten dengan kinerja baik.

Kejagung juga menemukan penempatan dana senilai Rp14,9 triliun setara dengan 59,1% dari aset finansial pada produk reksa dana. Sebanyak 98% dari Rp14,9 triliun itu dikelola manager investasi berkinerja buruk dan sisanya berkinerja baik. "Hal ini terlihat ada pelanggaran prinsip kehati-hatian yang dilakukan Jiwasraya yang telah banyak investasi aset-aset risiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menerangkan, pemerintah akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan dalam menuntaskan kisruh Jiwasraya. Hal itu dilakukan untuk memeriksa lebih dalam jika terdapat tindakan kriminal yang membuat Jiwasraya gagal membayar premi kepada nasabah.

"Seluruh data-data yang diperoleh dan dilakukan untuk penegakan hukum akan kami sampaikan kepada kepolisian, kejaksaan, bahkan KPK tadi diminta. Kita akan bekerja sama," ujar Sri Mulyani. Menurut dia, keterlibatan KPK, Jaksa Agung dan juga Kepolisian agar memberikan kepastian pada investor dalam melindungi hak mereka. Menkeu menduga ada unsur kejahatan pada kasus Jiwasraya yang menyebabkan perusahaan itu gagal membayar kewajibannya.

"Upaya ini untuk memberikan signal yang jelas dan tegas bahwa pemerintah dan DPR akan bersama-bersama untuk tidak melindungi mereka yang melakukan kejahatan korporasi, dan juga untuk memberi kepastian pada para investor kecil," jelasnya.

Direktur Utama PT Jiwasraya (Persero), Hexana Tri Sasongko mengaku tidak sanggup membayar klaim nasabah yang jatuh tempo pada tahun ini. Dari total kewajiban Rp16,3 triliun, yang jatuh tempo hingga Desember 2019 sebesar Rp12,4 triliun.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1592 seconds (0.1#10.140)