Profil dan Aset 7 BUMN Rp9.520 Triliun yang Bakal Dikelola BP Danantara

Minggu, 10 November 2024 - 20:36 WIB
loading...
Profil dan Aset 7 BUMN...
Ada tujuh BUMN akan dialihkan pemerintah dari Kementerian BUMN ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara), berikut profil dan rincian asetnya. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Ada aset tujuh BUMN akan dialihkan pemerintah dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara ( BP Danantara ). Jumlah ini merupakan tahap awal, setelah badan baru itu diresmikan Presiden Prabowo Subianto.



Aset BUMN yang akan dikelola BP Danantara di antaranya PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero). Lalu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.

Profil tujuh BUMN dan INA yang bakal dikelola BP Danantara:

1. Bank Mandiri

Mengutip laman resminya, Bank Mandiri menjadi perusahaan perseroan melalui Akta Nomor 9 yang diterbitkan pada 2 Oktober 1998. BMRI menghelat initial public offering (IPO) pada 14 Juli 2003. Perusahaan kala itu melepas 2,9 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp675 per saham.

Mandiri didirikan sebagai inisiatif atas restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan pemerintah. Pada 1999 ada empat bank, yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia dilebur menjadi Bank Mandiri.

Setelah melakukan konsolidasi dan integrasi bisnisnya, Mandiri menghelat initial public offering (IPO) pada 14 Juli 2003. Kala itu, emiten melepas 2,9 miliar saham dengan harga pelaksanaan Rp675 per saham.

Dalam perjalanannya, Mandiri melaksanakan berbagai aksi korporasi untuk memantapkan bisnis di bidang keuangan dan perbankan. Seperti program transformasi yang mulai digelar sejak 2005 silam.

Pada 2014 Bank Mandiri ditargetkan mampu mencapai nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, serta masuk dalam jajaran Top 5 Bank di Asia Tenggara (ASEAN). Selanjutnya di 2020, Mandiri juga menargetkan dapat masuk dalam jajaran Top 3 di ASEAN dalam hal nilai kapitalisasi pasar dan menjadi pemain utama di regional.

Kinerja Bank Mandiri semakin cemerlang, hal ini dilihat dari performa perusahaan di 2023, dimana aset secara konsolidasi tumbuh sebesar 9,12% YoY mencapai Rp2.174 triliun. Kredit konsolidasi tumbuh 16,29% menjadi Rp1.398 triliun.

Lalu, Dana Pihak Ketiga (DPK) naik mencapai Rp1.577 triliun atau tumbuh 5,78%. Laba bersih secara konsolidasi Rp55,1 triliun, tumbuh 33,7%. Di aspek, NPL konsolidasi sebesar 1,19% atau turun sebesar 73 bps YoY dengan rasio coverage NPL mencapai 326,34%.

Di tahun ini, strategi bisnis Bank Mandiri difokuskan pada percepatan pertumbuhan bisnis di seluruh sektor potensial untuk mencapai dominasi di industri perbankan.

2. BRI

Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang Perbankan Nomor 7/1992 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21/1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan pemerintah.

Namun sejak tahun 2003, otoritas memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang digunakan hingga saat ini.

Kala itu, perusahaan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, kini Bursa efek Indonesia, dengan kode saham BBRI. Saham Bank BRI mayoritas dimiliki oleh negara sebesar 56,75% dan sisanya dimiliki pemegang saham publik.

Pada saat penawaran perdana, nilai saham Bank BRI ditawarkan pada harga Rp875 per lembar saham, namun pada 2010 telah menembus lebih dari Rp12.000 per lembar saham. Kenaikan harga saham tersebut mencerminkan kinerja Bank BRI yang terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kinerja Bank BRI kian mantap, hingga kuartal II/2024 perusahaan dan entitasnya berhasil mencatatkan kinerja positif. Di mana, laba secara konsolidasian yang dibukukan sebesar Rp29,90 triliun.

Berdasarkan laporan keuangan, di kuartal III/2024 perseroan mengumpulkan laba bersih senilai Rp45,36 triliun. Selain laba, diketahui hingga akhir September 2024 BRI berhasil menyalurkan kredit senilai Rp1.353,36 triliun atau tumbuh 8,21% secara tahunan.

Dari total penyaluran kredit tersebut, 81,70% di antaranya atau Rp1.105,70 triliun merupakan kredit kepada segmen UMKM. Penyaluran kredit yang tumbuh positif membuat aset BRI meningkat 5.94% menjadi Rp1.961,92 triliun.

3. BNI

Dari website resminya, Bank BNI didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2/1946. Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/1968, BNI ditetapkan menjadi Bank Negara Indonesia 1946, dan statusnya menjadi Bank Umum Milik Negara.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19/1992, dilakukan penyesuaian bentuk hukum BNI menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero). Saat ini 60% saham BNI dimiliki negara, sedangkan 40% sisanya dimiliki oleh masyarakat, baik individu maupun institusi, domestik dan asing.

BNI kini tercatat sebagai Bank nasional terbesar ke-4 di Indonesia, dilihat dari total aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga. Dalam memberikan layanan finansial secara terpadu, BNI didukung oleh sejumlah perusahaan anak, yakni BNI Multifinance, BNI Sekuritas, BNI Life Insurance, BNI Ventures, BNI Remittance dan hibank.

Seperti dua bank pemerintah lainnya, BNI juga punya kinerja yang baik. Hingga kuartal III/2024 perusahaan membukukan laba bersih senilai Rp16,3 triliun. Nilai ini naik 3,5% secara tahunan (YoY) dari Rp15,75 triliun.

Di sembilan bulan pertama ini BNI menyalurkan kredit senilai Rp735,02 triliun, naik 9,5%. Seiring dengan kenaikan kredit, aset pun ikut terkerek menjadi Rp1.068,08 triliun pada September 2024 naik 5,8% September 2023, yakni Rp1.009,31 triliun.

Adapun, dana pihak ketiga berada di posisi Rp769,74 triliun, tumbuh 3% dari periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu Rp747,59 triliun.

4. PLN

Pada 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18, status Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.

PLN membukukan nilai aset setelah menjalankan transformasi proses bisnis perusahaan selama empat tahun terakhir. Terhitung sejak 2020, aset PLN yang awalnya Rp1.588 triliun menjadi Rp1.691 triliun di semester I/2024 atau naik Rp102 triliun. Pertumbuhan aset ini menjadikan PLN sebagai BUMN utilitas terbesar di Indonesia.

Selain itu, perseroan melakukan manajemen aset perusahaan. Hal ini berdampak pada penambahan jumlah pelanggan sebesar 15,3% dari tahun 2020 sebesar 79 juta pelanggan menjadi sebesar 91,1 juta pelanggan di pertengahan 2024.

Upaya penambahan aset dan pelanggan ini ditopang oleh konsolidasi seluruh proses bisnis perusahaan sehingga menjadi perusahaan yang modern dan siap beradaptasi dengan perubahan iklim bisnis global.

Saat ini PLN terus meningkatkan pemanfaatan aset yang sudah ada. Termasuk melalui inovasi bisnis di luar kelistrikan atau Beyond kWh yang menjadi sumber pendapatan baru bagi PLN. Upaya ini searah dengan perubahan iklim industri dan kebutuhan masyarakat.

5. Pertamina

Sejarah mencatat bahwa eksistensi Pertamina dibangun sejak sekitar tahun 1950-an, ketika pemerintah menunjuk Angkatan Darat yang kemudian mendirikan PT Eksploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara untuk mengelola ladang minyak di wilayah Sumatera.

Kemudian perusahaan tersebut berubah nama menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional (Permina) pada 10 Desember 1957 yang hingga kini diperingati sebagai hari lahirnya Pertamina.

Pada 1960, PT Permina berubah status menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina. Kemudian, PN Permina bergabung dengan PN Pertamin menjadi PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) pada 20 Agustus 1968.

Selanjutnya, peran Pertamina semakin strategis setelah Pemerintah melalui UU Nomor 8/1971 menunjuk perusahaan untuk menghasilkan dan mengolah migas dari lading ladang minyak serta menyediakan kebutuhan bahan bakar dan gas di Indonesia.

Lalu melalui UU Nomor 22/2001, pemerintah mengubah kedudukan Pertamina sehingga penyelenggaraan Public Service Obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha. Pertamina dipercaya pemerintah untuk menjadi holding company di sektor energi, sejak ditetapkan Kementerian BUMN pada 12 Juni 2020.

Perusahaan saat ini membawahi enam subholding yang bergerak di bidang energi (jenis kegiatan usaha), yaitu Upstream Subholding yang secara operasional dijalankan oleh PT Pertamina Hulu Energi, Gas Subholding yang dijalankan oleh PT Pertamina Gas Negara.

Refinery & Petrochemical Subholding yang dijalankan oleh PT Kilang Pertamina Internasional, Power & NRE Subholding yang dijalankan oleh PT Pertamina Power Indonesia, Commercial & Trading Subholding yang dijalankan oleh PT Pertamina Patra Niaga, serta Subholding Integrated Marine Logistics yang dijalankan oleh PT Pertamina International Shipping.

Empat tahun pasca restrukturisasi organisasi dan bisnis, pada periode 2020-2023, aset Pertamina tumbuh signifikan hingga 32% menjadi USD 91,1 miliar atau setara Rp1.390 triliun di akhir 2023.

Berdasarkan laporan tahunan 2023, aset perusahaan secara historis tercatat USD69,14 miliar di 2020, kemudian naik menjadi USD78,05 miliar pada 2021. Jumlah aset naik kembali menjadi USD87,8 miliar 2022, dan pada akhir 2023 mencapai USD91,1 miliar atau setara Rp1.390 triliun.

6. Telkom Indonesia

Telkom Indonesia adalah BUMN yang bergerak di bidang layanan teknologi informasi dan komunikasi, serta telekomunikasi digital di Indonesia.Pemilik mayoritas saham Telkom adalah pemerintah dengan kepemilikan sebesar 52,09%. Sementara sisa kepemilikan saham sebesar 47,91% dipegang oleh publik.

Telkom memiliki 12 anak perusahaan atau subsidiary yang bergerak di berbagai sektor dan memberikan dampak positif baik untuk investor maupun rakyat Indonesia. Pendirian PN Telekomunikasi, sesuai PP Nomor 30/1965, pada dasarnya ditujukan untuk membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin dengan mengutamakan kebutuhan rakyat.

Dalam menjalankan transformasi, Telkom mengimplementasikan strategi bisnis dan operasional perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan atau customer oriented

Transformasi tersebut akan membuat organisasi Telkom Group menjadi lebih lean (ramping) dan agile (lincah) dalam beradaptasi dengan perubahan industri telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat.

Menutup pertengahan 2024, Telkom Indonesia mencatatkan total aset Rp285,99 triliun, dengan rincian liabilitas sebesar Rp138,71 triliun dan ekuitas dicatat senilai Rp147,27 triliun.

7. MIND ID

Saat ini MIND ID membawahi beberapa perusahaan sebagai anak usahanya, yakni PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum, dan PT Timah Tbk.

BUMN yang bergerak dibidang Holding Industri Pertambangan ini dibentuk pada 2017 lalu. Saat itu, pemerintah menggunakan entitas PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum sebagai induk perusahaan yang memiliki mayoritas saham pada tiga perusahaan industri tambang, yaitu Antam, Bukit Asam, dan Timah.

Sejak tahun 2019, Holding Industri Pertambangan bertransformasi menjadi MIND ID atau Mining Industry Indonesia untuk membedakan fungsi Inalum sebagai operasional pabrik peleburan aluminium dan fungsi holding.

Dalam kurun 5 tahun ini, jumlah aset MIND ID mengalami kenaikan hingga 57,22% dari Rp164,84 triliun pada 2019 menjadi Rp259,18 triliun pada 2023. Sementara itu compound annual growth rate (CAGR) atau tingkat pertumbuhan total aset grup MIND ID pada periode 2019 hingga 2023 tercatat sebesar 9,47%.



MIND ID juga mengelola portofolio dan mengakuisisi aset pertambangan multinasional untuk mendukung program hilirisasi. Dalam 5 tahun terakhir, perusahaan berhasil mengakuisisi saham perusahaan tambang besar, seperti PT Freeport Indonesia dan PT Vale Indonesia.

Investasi hilirisasi pun terus dilakukan, termasuk pembangunan fasilitas pemurnian tembaga Freeport Indonesia di Gresik dengan investasi Rp58 triliun, dan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah dengan nilai investasi Rp16 triliun.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1674 seconds (0.1#10.140)