Utang AS Tembus Rp558.000 Triliun, China Cari Tempat yang Lebih Aman
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejak dolar AS mengukuhkan perannya sebagai tulang punggung sistem keuangan global pascaperang dunia kedua, mata uang ini telah menjadi senjata pilihan bagi para presiden Amerika dalam melancarkan perang ekonomi. Namun, seiring dengan meningkatnya penggunaan sanksi oleh Amerika Serikat (AS) dalam beberapa tahun terakhir, kekhawatiran telah berkembang di China dan di tempat lain mengenai apakah dolar AS dapat tetap menjadi mata uang safe haven.
Kini, setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS pada hari Selasa, gelombang ketidakpastian baru membayangi dolar AS dan aset-aset berdenominasi dolar AS.
"Kami masih menjadi tempat yang aman menawarkan penerbangan ke tempat yang aman di dunia yang berantakan dan berbahaya dan itu adalah keuntungan yang sangat besar," ujar mantan Menteri Keuangan AS Timothy Geithner kepada Bloomberg dikutip dari South China Morning Post, Senin (11/11/2024).
Ketika pemerintah negara-negara dengan perekonomian paling maju di dunia, yang dipimpin oleh AS, membekukan hampir setengah dari cadangan devisa Bank Sentral Rusia setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, hal ini menjadi pengingat bagi China bahwa cadangan devisa, yang merupakan yang terbesar di dunia, juga dapat terpengaruh oleh sanksi-sanksi AS.
Risiko sanksi hingga kesengsaraan utang AS membuat China lebih memiih mencari tempat yang lebih aman. Seorang peneliti di Sekolah Keuangan PBC Universitas Tsinghua, Yang Siyao mengungkapkan risiko penjualan paksa atau pembekuan aset-aset terkait AS juga perlu dipertimbangkan. Dia memprediksi kemungkinan memburuknya hubungan keuangan antara China dan AS sangat tinggi setelah Trump kembali ke Gedung Putih.
Ini akan berarti risiko yang lebih besar bagi China dalam memegang aset-aset berdenominasi dolar AS dan menambahkan bahwa China harus bersiap-siap untuk skenario terburuk. Misalnya, risiko penjualan paksa atau pembekuan aset-aset terkait AS juga perlu dipertimbangkan.
Belum lagi risiko perang dagang yang dilontarkan Donald Trump. Trump memulai perang dagang dengan China pada 2018 setahun, setelah masa jabatan pertamanya sebagai presiden AS dan mendorong pemisahan diri Amerika dari negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Pada sebuah rapat umum kampanye di bulan September, ia mengancam akan mengenakan tarif 100 persen pada negara-negara yang menghindari dolar AS sebuah langkah yang terlihat sebagai bagian dari rencananya untuk melindungi peran dominan mata uang tersebut dalam sistem keuangan global. Dolar AS berfungsi sebagai mata uang utama untuk perdagangan internasional, cadangan bank sentral, dan penerbitan utang global.
Obligasi, tagihan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan AS yang dipegang oleh bank-bank sentral dan institusi-institusi di seluruh dunia sebagai surat berharga telah dipandang sebagai aset yang aman (safe haven). Cadangan devisa China mulai tumbuh di tahun 1990-an sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi yang lebih terbuka.
Kini, setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS pada hari Selasa, gelombang ketidakpastian baru membayangi dolar AS dan aset-aset berdenominasi dolar AS.
"Kami masih menjadi tempat yang aman menawarkan penerbangan ke tempat yang aman di dunia yang berantakan dan berbahaya dan itu adalah keuntungan yang sangat besar," ujar mantan Menteri Keuangan AS Timothy Geithner kepada Bloomberg dikutip dari South China Morning Post, Senin (11/11/2024).
Ketika pemerintah negara-negara dengan perekonomian paling maju di dunia, yang dipimpin oleh AS, membekukan hampir setengah dari cadangan devisa Bank Sentral Rusia setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, hal ini menjadi pengingat bagi China bahwa cadangan devisa, yang merupakan yang terbesar di dunia, juga dapat terpengaruh oleh sanksi-sanksi AS.
Risiko sanksi hingga kesengsaraan utang AS membuat China lebih memiih mencari tempat yang lebih aman. Seorang peneliti di Sekolah Keuangan PBC Universitas Tsinghua, Yang Siyao mengungkapkan risiko penjualan paksa atau pembekuan aset-aset terkait AS juga perlu dipertimbangkan. Dia memprediksi kemungkinan memburuknya hubungan keuangan antara China dan AS sangat tinggi setelah Trump kembali ke Gedung Putih.
Ini akan berarti risiko yang lebih besar bagi China dalam memegang aset-aset berdenominasi dolar AS dan menambahkan bahwa China harus bersiap-siap untuk skenario terburuk. Misalnya, risiko penjualan paksa atau pembekuan aset-aset terkait AS juga perlu dipertimbangkan.
Belum lagi risiko perang dagang yang dilontarkan Donald Trump. Trump memulai perang dagang dengan China pada 2018 setahun, setelah masa jabatan pertamanya sebagai presiden AS dan mendorong pemisahan diri Amerika dari negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Pada sebuah rapat umum kampanye di bulan September, ia mengancam akan mengenakan tarif 100 persen pada negara-negara yang menghindari dolar AS sebuah langkah yang terlihat sebagai bagian dari rencananya untuk melindungi peran dominan mata uang tersebut dalam sistem keuangan global. Dolar AS berfungsi sebagai mata uang utama untuk perdagangan internasional, cadangan bank sentral, dan penerbitan utang global.
Obligasi, tagihan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan AS yang dipegang oleh bank-bank sentral dan institusi-institusi di seluruh dunia sebagai surat berharga telah dipandang sebagai aset yang aman (safe haven). Cadangan devisa China mulai tumbuh di tahun 1990-an sebagai bagian dari transisi menuju ekonomi yang lebih terbuka.