Survei Sun Life Ungkap Dampak Finansial dan Kesehatan Mental dari Diabetes Tipe 2
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penelitian baru oleh Sun Life mengungkapkan biaya tersembunyi dari hidup dengan diabetes tipe 2 serta dampaknya pada keuangan dan kesehatan mental di Asia. Menyoroti kebutuhan mendesak akan pendidikan, pencegahan, dan akses terhadap perawatan.
Survei Sun Life berjudul Healthy Habits, Healthier Futures: Preventing Diabetes in Asia mewawancarai 3.647 orang di Indonesia, Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam mengenai kesadaran mereka tentang faktor risiko diabetes, pengobatan, dan pencegahan. Survei ini mencakup 600 orang yang saat ini hidup dengan diabetes tipe 2 , memberikan wawasan tentang kehidupan dengan kondisi ini.
Chief Client Officer Sun Life Indonesia Kah Jing Lee mengatakan, beban fisik, mental, dan finansial dari diabetes bisa sangat besar. Jumlah penderita diabetes yang tidak mampu membiayai perawatan yang konsisten menunjukkan kebutuhan mendesak akan akses yang terjangkau ke pengobatan.
”Sebagai perusahaan asuransi, kami berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pencegahan diabetes tipe 2 sedini mungkin melalui habituasi gaya hidup aktif dan sehat bagi generasi muda serta didukung dengan penyediaan akses olahraga bagi komunitas masyarakat yang membutuhkan,” katanya dalam siaran pers, Sabtu (16/11/2024).
Penelitian ini mengikuti peningkatan kasus diabetes yang bersifat endemik dalam beberapa dekade terakhir, dengan lebih dari 540 juta orang hidup dengan kondisi ini di seluruh dunia. Lebih dari 90 juta di antaranya berada di Asia Tenggara.
Di mana jumlah orang dewasa dengan diabetes diperkirakan akan melonjak menjadi 152 juta pada tahun 2045, yang menghadirkan tantangan kesehatan masyarakat yang serius. Diabetes tipe 2 adalah jenis diabetes yang paling umum, mencakup sekitar 90% dari kasus global.
Penelitian ini mengungkapkan meskipun jumlah kasus terus meningkat, hanya sedikit orang yang secara aktif mengambil langkah untuk menurunkan risiko mereka terkena diabetes atau mempelajari lebih lanjut tentang kondisi ini. Bagi mereka yang menderita diabetes, dampaknya tidak hanya bersifat fisik.
Selain dampak fisik dari diabetes, kondisi ini memiliki biaya finansial yang signifikan, mencegah banyak orang mendapatkan perawatan kesehatan yang sesuai. Sepertiga (37%) dari mereka yang hidup dengan diabetes di Indonesia melaporkan dampak finansial yang 'parah' atau signifikan dalam hidup mereka, dengan 81% tidak mampu secara konsisten membiayai perawatan yang sesuai.
Kekhawatiran finansial terkait diabetes bahkan lebih dominan dibandingkan kekhawatiran kesehatan. Sebanyak 74% non-diabetesi merasa 'sangat khawatir' atau 'khawatir' akan beban finansial yang mungkin terjadi akibat diagnosis diabetes tipe 2, yang menyoroti perlunya perlindungan asuransi kesehatan.
Penelitian ini juga mengungkapkan dampak kesehatan mental yang tersembunyi dari penyakit ini, dengan 63% penderita diabetes melaporkan dampak negatif pada kesehatan mental mereka setelah diagnosis. Hal ini diperburuk oleh dampak sosial yang dialami di rumah dan di tempat kerja. Sebanyak 70% penderita diabetes merasa dihakimi oleh keluarga dan teman setelah didiagnosis dan 74% menghadapi penilaian atau prasangka di tempat kerja terkait kondisi mereka.
Survei Sun Life berjudul Healthy Habits, Healthier Futures: Preventing Diabetes in Asia mewawancarai 3.647 orang di Indonesia, Hong Kong, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam mengenai kesadaran mereka tentang faktor risiko diabetes, pengobatan, dan pencegahan. Survei ini mencakup 600 orang yang saat ini hidup dengan diabetes tipe 2 , memberikan wawasan tentang kehidupan dengan kondisi ini.
Chief Client Officer Sun Life Indonesia Kah Jing Lee mengatakan, beban fisik, mental, dan finansial dari diabetes bisa sangat besar. Jumlah penderita diabetes yang tidak mampu membiayai perawatan yang konsisten menunjukkan kebutuhan mendesak akan akses yang terjangkau ke pengobatan.
”Sebagai perusahaan asuransi, kami berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pencegahan diabetes tipe 2 sedini mungkin melalui habituasi gaya hidup aktif dan sehat bagi generasi muda serta didukung dengan penyediaan akses olahraga bagi komunitas masyarakat yang membutuhkan,” katanya dalam siaran pers, Sabtu (16/11/2024).
Penelitian ini mengikuti peningkatan kasus diabetes yang bersifat endemik dalam beberapa dekade terakhir, dengan lebih dari 540 juta orang hidup dengan kondisi ini di seluruh dunia. Lebih dari 90 juta di antaranya berada di Asia Tenggara.
Di mana jumlah orang dewasa dengan diabetes diperkirakan akan melonjak menjadi 152 juta pada tahun 2045, yang menghadirkan tantangan kesehatan masyarakat yang serius. Diabetes tipe 2 adalah jenis diabetes yang paling umum, mencakup sekitar 90% dari kasus global.
Penelitian ini mengungkapkan meskipun jumlah kasus terus meningkat, hanya sedikit orang yang secara aktif mengambil langkah untuk menurunkan risiko mereka terkena diabetes atau mempelajari lebih lanjut tentang kondisi ini. Bagi mereka yang menderita diabetes, dampaknya tidak hanya bersifat fisik.
Selain dampak fisik dari diabetes, kondisi ini memiliki biaya finansial yang signifikan, mencegah banyak orang mendapatkan perawatan kesehatan yang sesuai. Sepertiga (37%) dari mereka yang hidup dengan diabetes di Indonesia melaporkan dampak finansial yang 'parah' atau signifikan dalam hidup mereka, dengan 81% tidak mampu secara konsisten membiayai perawatan yang sesuai.
Kekhawatiran finansial terkait diabetes bahkan lebih dominan dibandingkan kekhawatiran kesehatan. Sebanyak 74% non-diabetesi merasa 'sangat khawatir' atau 'khawatir' akan beban finansial yang mungkin terjadi akibat diagnosis diabetes tipe 2, yang menyoroti perlunya perlindungan asuransi kesehatan.
Penelitian ini juga mengungkapkan dampak kesehatan mental yang tersembunyi dari penyakit ini, dengan 63% penderita diabetes melaporkan dampak negatif pada kesehatan mental mereka setelah diagnosis. Hal ini diperburuk oleh dampak sosial yang dialami di rumah dan di tempat kerja. Sebanyak 70% penderita diabetes merasa dihakimi oleh keluarga dan teman setelah didiagnosis dan 74% menghadapi penilaian atau prasangka di tempat kerja terkait kondisi mereka.