PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes Bisa Hambat Target Ekonomi 8%

Selasa, 19 November 2024 - 15:10 WIB
loading...
PP 28/2024 dan Rancangan...
Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek bisa mengakibatkan PHK di industri hasil tembakau. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus menuai protes dan penolakan dari berbagai pihak. Salah satu penolakan datang dari serikat pekerja tembakau di Jawa Tengah, yang khawatir kebijakan tersebut akan mengancam mata pencaharian mereka. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut.

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesa (FSP RTMM-SPSI), Andreas Hua, mengatakan kebijakan yang eksesif bagi industri tembakau akan memengaruhi penghidupan pekerjanya. Apalagi, per Mei 2024 terdapat sekitar 99.177 pekerja tembakau yang tersebar di Jawa Tengah dan sebagai besarnya merupakan pekerja perempuan yang merupakan tulang punggung keluarga.

"Aturan ini bisa mematikan penghidupan pekerja di Indonesia. Ambil contoh Kudus, kalau industri rokoknya mati, maka ada 77.000 pekerja yang akan terdampak. Itu baru satu wilayah saja loh," ungkapnya dalam acara urun rembuk bertajuk “Dampak Polemik Regulasi Nasional Terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah", dikutip pada Selasa (19/11/2024).



Sama halnya dengan serikat pekerja di daerah lain, Andreas mengaku serikat pekerja di Jawa Tengah tidak diikutsertakan dalam proses perumusan Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal, aturan ini sangat mempengaruhi para pekerja, terutama pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan sektor padat karya.

Maka, Andreas mewakili serikat pekerja di Jawa Tengah dengan tegas menolak rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes. "Pokoknya, kita tidak setuju akan aturan ini karena dapat mengancam para pekerja yang terlibat di dalamnya," tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Malik Cahyadin, menilai rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek bukan hal yang subtansial untuk mengendalikan konsumsi rokok. Tak hanya itu, aturan ini juga berdampak pada sektor lain yang berhubungan dengan industri tembakau.

"Aturan ini tidak hanya merugikan pekerja tembakau, tapi juga berdampak bagi pekerja kreatif. Padahal, pekerja kreatif memiliki kontribusi penting terhadap nilai tambah ke negara, yang semestinya dijadikan perhatian bersama," terangnya.



Maka, Malik menekankan pentingnya pemerintah untuk mengevaluasi ulang Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) beserta Rancangan Permenkes. Aturan ini menjadi kontradiksi dengan target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

"Untuk memajukan negara, industri, dan rakyat kita harus skill up. Kalau industri kita ditekan, maka rakyat kita juga yang akan mengalami dampaknya. Apakah target 8% ini bisa tercapai dengan adanya Rancangan Permenkes? Indikator kita menjadi kontras dan terus menurun jika aturan ini diberlakukan," pungkasnya.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1329 seconds (0.1#10.140)