Perdagangan Karbon Bilateral, MRA Indonesia-Jepang Jadi Model Negara Lain
loading...
A
A
A
BAKU - Kerja sama Indonesia-Jepang menyetarakan sistem kredit karbon kedua Negara dapat menjadi contoh bagi dunia internasional dalam perdagangan karbon bilateral berdasarkan Paris Agreement. Kerja sama dilakukan
melalui kesepakatan Mutual Recognition Arrangement (MRA).
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Laksmi Dhewanthi mengatakan, MRA akan menjadi dasar dari perdagangan karbon bilateral antara Indonesia-Jepang. "Termasuk dalam pembagian kredit karbon sebagai bagian dari pencapaian NDC kedua Negara," kata Laksmi saat memberi sambutan pembukaan diskusi panel tentang MRA Indonesia di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Rabu (20/11/2024).
Diskusi tersebut menghadirkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan periode 2019-2024 Alue Dohong dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang Yutaka Matsuzawa. MRA Indonesia-Jepang berlaku efektif per 28 Oktober 2024.
MRA tersebut kemudian diluncurkan di Paviliun Indonesia, Selasa 12 November 2024. Berdasarkan MRA, kedua negara akan mengakui sistem kredit karbon masing-masing yaitu Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) Indonesia dan Joint Crediting Mechanism Jepang.
MRA Indonesia-Jepang menjadi model kerja sama bilateral antarnegara pertama di dunia dalam kerangka Paris Agreement, seperti diatur pada pasal 6.2. Alue menjelaskan kerja sama MRA antara Indonesia-Jepang dilakukan berdasarkan komitmen untuk memenuhi target pengurangan emisi yang tertuang dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution) masing-masing negara. "Untuk Indonesia yang terbesar memberi kontribusi adalah sektor kehutanan dan energi," kata Alue.
Berdasarkan MRA, selain sektor kehutanan dan energi, sektor lain yang juga potensial untuk diperhitungkan adalah sektor sampah dan limbah. "Saya yakin dengan kesepakatan MRA ini maka sistem ITMO (Internationally Transferred Mitigation Outcomes) dapat dilaksanakan di antara kedua negara sehingga kita bisa bertukar pengurangan emisi yang sudah tersertifikasi antara Indonesia dan Jepang melalui pengakuan dua sistem sertifikasi," ujarnya.
Sementara itu Yutaka Matsuzawa mengungkapkan sebelum adanya MRA, sudah ada sekitar 50 proyek JCM di Indonesia dengan 23 diantaranya sudah mendapat joint committee. "Mobilisasi pendanaan berdasarkan proyek yang telah disetujui mencapai USD37 juta," katanya.
Dana yang dimobilisasi tersebut, tidak hanya dana publik tetapi juga dari sektor swasta. "Jadi sesungguhnya kita sudah melaksanakan apa yang disebut dengan blended finance yang berkontribusi pada pengurangan emisi karbon," katanya.
Yutaka mengatakan kerja sama dengan Indonesia dalam pengurangan emisi karbon sangat luar biasa. Salah satu sektor yang potensial adalah pengelolaan lahan gambut yang kaya keanekaragaman hayati.
melalui kesepakatan Mutual Recognition Arrangement (MRA).
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Laksmi Dhewanthi mengatakan, MRA akan menjadi dasar dari perdagangan karbon bilateral antara Indonesia-Jepang. "Termasuk dalam pembagian kredit karbon sebagai bagian dari pencapaian NDC kedua Negara," kata Laksmi saat memberi sambutan pembukaan diskusi panel tentang MRA Indonesia di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Rabu (20/11/2024).
Diskusi tersebut menghadirkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan periode 2019-2024 Alue Dohong dan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang Yutaka Matsuzawa. MRA Indonesia-Jepang berlaku efektif per 28 Oktober 2024.
MRA tersebut kemudian diluncurkan di Paviliun Indonesia, Selasa 12 November 2024. Berdasarkan MRA, kedua negara akan mengakui sistem kredit karbon masing-masing yaitu Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) Indonesia dan Joint Crediting Mechanism Jepang.
MRA Indonesia-Jepang menjadi model kerja sama bilateral antarnegara pertama di dunia dalam kerangka Paris Agreement, seperti diatur pada pasal 6.2. Alue menjelaskan kerja sama MRA antara Indonesia-Jepang dilakukan berdasarkan komitmen untuk memenuhi target pengurangan emisi yang tertuang dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution) masing-masing negara. "Untuk Indonesia yang terbesar memberi kontribusi adalah sektor kehutanan dan energi," kata Alue.
Berdasarkan MRA, selain sektor kehutanan dan energi, sektor lain yang juga potensial untuk diperhitungkan adalah sektor sampah dan limbah. "Saya yakin dengan kesepakatan MRA ini maka sistem ITMO (Internationally Transferred Mitigation Outcomes) dapat dilaksanakan di antara kedua negara sehingga kita bisa bertukar pengurangan emisi yang sudah tersertifikasi antara Indonesia dan Jepang melalui pengakuan dua sistem sertifikasi," ujarnya.
Sementara itu Yutaka Matsuzawa mengungkapkan sebelum adanya MRA, sudah ada sekitar 50 proyek JCM di Indonesia dengan 23 diantaranya sudah mendapat joint committee. "Mobilisasi pendanaan berdasarkan proyek yang telah disetujui mencapai USD37 juta," katanya.
Dana yang dimobilisasi tersebut, tidak hanya dana publik tetapi juga dari sektor swasta. "Jadi sesungguhnya kita sudah melaksanakan apa yang disebut dengan blended finance yang berkontribusi pada pengurangan emisi karbon," katanya.
Yutaka mengatakan kerja sama dengan Indonesia dalam pengurangan emisi karbon sangat luar biasa. Salah satu sektor yang potensial adalah pengelolaan lahan gambut yang kaya keanekaragaman hayati.
(poe)